MEDAN | Tudingan miring seolah proses penerbitan dua Sertifikat Hak Guna Banginan (SHGB) yakni Nomor 1489 / Kel Sunggal dan 1490 / Kel Sunggal cacat hukum, Rabu (2/7/2025) dengan tegas dibantah Kantor Pertanahan Kota Medan.
Kantor Pertanahan Kota Medan melalui Koordinator Substansi Penanganan Sengketa, Konflik, Perkara (Korsub PSKP) Kota Medan M Ariyanto menegaskan, tudingan miring tersebut tidak benar dan perkaranya telah diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurutnya, proses penerbitan SHGB masa kepemimpinan Elfachri Budiman SH tahun 2004 hingga 2005 lalu, secara yuridis sudah diuji.
“Fisik (lahan di objek perkara) tidak dikuasai oleh Hargito Bongawan dan Yohanes Supratman. Kemudian ada gugatan ke PTUN Medan dan diputus tanggal 6 Februari 2008 dengan Register perkara No: 76/2007/PTUN.Mdn.
Penggugatnya atas nama Yohanes Supratman dan kawan-kawan (dkk) dengan tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan. Gugatannya dicabut. Pihak yang sama mengajukan gugatan lagi dengan tergugat yang sama,” urainya didampingi Kasubag Tata Usaha (TU) Inneke Arsyad dan salah seorang staf, Okki.
Dokumen foto M Ariyanto (tengah) didampingi Kasubag TU Inneke Arsyad dan salah seorang staf, Okki. (MOL)
Amarnya di tingkat pertama (PTUN Medan-red) membatalkan SHGB Nomor 1489 / Kel Sunggal dan 1490 / Kel Sunggal. Di tingkat banding (PTTUN Medan), membatalkan putusan PTUN Medan. Akhirnya di Mahkamah Agung (MA RI) kasasi Yohanes Supratman dkk, ditolak. Artinya, sambungnya, penerbitan kedua SHGB, telah sesuai prosedur.
“Kalau kemudian dibilang Kantor Pertanahan Kota Medan menerbitkan SHGB tanpa Surat Keterangan (SKT) persisnya dari kelurahan, jelas Saya bantah. Dalam kasus ini bahkan Saya sempat dimintai keterangan oleh penyidik Polda Sumut. Warkah dokumen-dokumen seputar proses penerbitan SHGB itu sudah Saya serahkan ke penyidik,” urainya.
Di bagian lain, alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) itu mengatakan, Grant Sultan (GS) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, GS bukan merupakan alat bukti kepemilikan tanah yang sah. Hanya sebagai bukti pendukung.
Saat dicecar awak media tudingan miring bahwa Suhery dan Kriston Lau saat proses permohonan penerbitan kedua SHGB dimaksud melampirkan warkah fotokopi, M Ariyanto spontan membantahnya.
“Ini menyangkut hak orang. Kami pun gak mungkin melakukan seperti tuduhan sebagaimana diberitakan di media itu tanpa alas hak.
Saya bantah itu, bang. (Warkah) Asli bang. Sudah kutunjukkan aslinya waktu itu ke penyidik. Karena aku gak bisa berikan ke orang abang, bisa dikoordinasikan ke penyidik. Aku sudah berikan itu. Dileges bang,” teganya.
Yang dijadikan warkah untuk penerbitan SHGB Nomor 1489 / Kel Sunggal dan 1490 / Kel Sunggal oleh Suhery dan Kriston Lau antara lain Surat Kesepakatan Bersama tentang pemindahan dan pelepasan dan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari kelurahan setempat. Dalam SKT itu menunjuk GS Nomor 50 dan sudah kami umumkan kepada publik lewat salah satu media cetak terbitan Kota Medan (Harian Portibi-red) dan tidak ada sanggahan dari pihak manapun.
Kalau mengenai membatalkan produk sertifikat, sambungnya, cuma ada satu jalan yaitu setelah adanya putusan pengadilan. Amarnya (putusan) menyatakan, membatalkan sertifikat nomor sekian-sekian tidak berkekuatan hukum. Itu kalau di pengadilan negeri. “Kalau di PTUN amarnya misalnya, menyatakan sertifikat nomor sekian-sekian, batal,” pungkasnya.
Stanvaskan
Sementara diberitakan sebelumnya, kedua SHGB yang objeknya terletak di Jalan Tapian Nauli, Pasar I, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan tersebut saat ini sedang dalam proses pembangunan perumahan terbilang elit bernama Pacific Palace dengan pengembang PT Graha Sinar Mas (GSM).
Jon Purba selaku kuasa hukum dari Hargito Bongawan (telah diberi kuasa Yohanes, pemilik sah lahan-red), Sabtu (28/6/2025) memohon agar lembaga terkait segera menghentikan sementara (menstanvaskan) aktivitas pembangunan di objek dimaksud.
Pihaknya telah menyurati Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid cq Kepala BPN Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan Kantor Pertanahan Kota Medan. Dia memohon agar SHGB maupun surat-surat lain yang diterbitkan di areal perumahan tersebut untuk ditarik dan ditinjau kembali.
Dia juga memohon agar Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto meninjau kembali laporan kliennya. Diduga kuat ada keadaan palsu pada warkah pada penerbitan dua SHGB dari Kantor Pertanahan Kota Medan.
Jon Purba (insert kanan) didampingi Hargito Bongawan (tengah) dan Zul saat menjawannoertanyaan awak media. (MOL/Tim)
Dalam kasus ini, sambungnya, Yohanes membeli lahan tersebut dari ahli waris Datuk (Dt) Mansyursyah, pihak pemohon yang dimenangkan pada kasasi Mahkamah Agung (MA) RI dengan nomor putusan kasasi Nomor: 423/K/Pdt/1989, pemohon kasasi ahli waris Dt Mansyurah melawan termohon kasasi Dt Syariful Azas Haberham termohon kasasi (sebelumnya penggugat pembanding-red) yang mana putusannya, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Sebaliknya, dalam rekonvensi, gugatan para tergugat diterima. "Artinya sudah berkekuatan hukum tetap. Dimenangkan oleh alih waris Dt Mansyursyah cs. Putusannya tanggal 17 Februari 1992,” katanya.
Rp200 M
Sementara Hargito Bongawan, selaku kuasa dari Yohanes Supratman menguraikan bahwa lahan seluas 10 hektare di Jalan Tapian Nauli, Pasar I, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan dibeli dari pihak yang memenangkan sengketa. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) RI Register Nomor 423.PDT/1989.
“Tahun 1979 kami, pak Yohanes beli dari Dt Mansyursyah dan saudara-saudaranya (ahli waris Dt Sonet Maenan), sebagaimana tertuang dalam Akta Nomor 77 tentang Pelepasan Hak yang dikeluarkan pada tanggal 26 Oktober 1979, oleh Notaris W Siregar SH.
Alas hak awal atas tanah tersebut berupa Landreform Nomor 234/LR/1965, tanggal 24 September 1965 atas nama Dt Sonet Maenan sesuai dengan gambar ukur yang dibuat oleh kantor Agraria Kota Medan Nomor: PLL/NL/656/1978, tanggal 19 Juli 1978,” urainya.
Atas dasar itulah pihaknya tahun 2006 meningkatkan hak (Sertifikat Hak Milik/SHM) dan melakukan cek bersih, tidak ada masalah. Lalu kami diperintahkan menyelesaikan administrasi. Terbitlah Surat Tugas Ukur. Nah di situ lah terjadi permasalahan.
Pada saat pertengahan pengukuran (lahan/objek), ada mencegah. Katanya sudah bersertifikat. Petugas pengukuran waktu itu heran. Sebab semuanya sudah melalui prosedur. Kalau memang ada sertifikat (SHM), dari awal otomatis permohonan kami (meningkatkan hak kepemilikan) ditolak,” sambungnya.
Hargito Bongawan yang diberikan kuasa oleh Yohanes untuk mengurus kasus tersebut telah membuat laporan pengaduan ke Polda Sumut dengan nomor laporan: STTLP/B/1452/Vlll/2022/SPKT/POLDA SUMUT, tanggal 18 Agustus 2022.
Sebagai terlapor yakni Kriston Lau, Elfachri Budiman SH dan Drs Jusfin Ketaren. Kerugian pelapor atas penggunaan surat palsu itu sekitar Rp200 miliar.
Sebelumnya juga, dia pada 5 Desember 2006 membuat laporan ke Polresta Medan d/h Poltabes Medan No Pol : LP/3863 / XII / 2006/ Tabes pada 5 Desember 2006, dengan perkara menguasai tanah tanpa hak dan pemalsuan surat dengan pelaku tindak pidana Johannes dkk diduga melanggar Pasal 385 Sub 263 KUHPidana. (TIM)