Sidang Prapid Rekanan Jalan Silangit-Muara, Audit BPKP Sumut jadi 'Pemantik'

Sebarkan:

 



Tim kuasa hukum pemohon prapid Kamaruddin Simanjuntak dan Poltak Silitonga (atas) serta ahli dari termohon. (MOL/ROS)



MEDAN | Fakta terbilang mencengangkan terungkap dalam sidang lanjutan permohonan praperadilan (prapid) atas nama Lindung Pitua Hasiholan Sihombing selaku Direktur PT Dinamala Mitra Lestari (DLM), Kamis (21/9/2023) di Cakra 3 PN Medan.


Hasil audit katanya produk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumut, diduga kuat sebagai 'pemantik' sehingga pemohon dijadikan sebagai salah seorang tersangka, terkait pekerjaan Jalan Silangit-Muara Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) pada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera Utara (Sumut) TA 2019.


Merasa dikriminalisasi karena penetapan status tersangka terhadap dirinya lebih dulu dari pada alat bukti di antaranya hasil audit BPKP Provinsi Sumut, Lindung Pitua Hasiholan Sihombing melalui tim kuasa hukumnya pun mengajukan upaya hukum. Tim penyidik pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kini menjadi termohon prapid.


Menurut tim kuasa hukum pemohon prapid,  Kamaruddin Simanjuntak dan Poltak Silitonga, di awal pemeriksaan, klien mereka taat hukum yang berniat untuk membayar atau mengembalikan bila memang ada kerugian keuangan negara.


Pemohon sudah berulang kali meminta agar termohon menunjukkan bukti fisik Tuntutan Ganti Rugi (TGR) atas pekerjaan Jalan Silangit-Muara. Namun tidak kunjung diperlihatkan termohon. 


Bahkan bahasa tim kuasa hukum pemohon, TGR katanya produk BPKP Provinsi Sumut tersebut sengaja disembunyikan termohon prapid.


Lindung Pitua Hasiholan Sihombing melalui kuasa hukumnya menambahkan, pihaknya juga telah menyurati BPKP Provinsi Sumut agar bersedia memperlihatkan TGR. Bila memang benar ada kerugian keuangan negaranya.


Karena aturan mainnya, klien mereka masih memiliki waktu selama 60 hari untuk membayar TGR dimaksud.


"Namun faktanya sampai sekarang surat kami tidak pernah dibalas BPKP Provinsi Sumut. Bagaimana pendapat ahli?" cecar Kamaruddin Simanjuntak kepada Victor Sinaga, ahli jalan dan jembatan yang dihadirkan termohon.


Bercermin dari pengalamannya sempat menjadi Pimpinan Proyek era 1990 hingga 2000, ada istilahnya lembar kuning atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh BPKP, BPK maupun inspektorat. LHP tersebut nantinya diserahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai penanggung jawab proyek. PPK kemudian misalnya melihat ada temuan tim pemeriksa sebanyak 10 item. 


"Walau demikian, ada hak dari PPK untuk menanyakan hasil temuan tim pemeriksa untuk memberikan bukti-bukti. Sebanyak 9 item misalnya kemudian bisa dikontra PPK dan 1 item misalnya benar ditemukan kekurangan volume.


Solusinya antara lain, PPK meminta rekanan atau kontraktor untuk memperbaiki pekerjaannya. Bisa juga dengan cara membayar TGR kerugian keuangan negara.  


Bila faktanya tahapan tersebut tidak dilakukan, PPK bisa menolak tudingan kekurangan volume atau kelebihan bayar. "Kalau misalnya Saya di posisi Pimpro, Saya tidak terima. Sebab ada jeda waktu melakukan perbaikan pekerjaan atau solusi membayar TGR," urai ahli.


Tanpa Kop Surat


Klimaksnya, tim kuasa hukum memperlihatkan alat bukti screenshot lewat aplikasi WhatsApp (WA) surat katanya dari BPKP Provinsi Sumut berisikan angka-angka kerugian keuangan negaranya sebesar Rp493.602.360, kepada hakim tunggal Nurmiati.




Dokumen foto. (MOL/Ist)




Ketika ditanya mengenai hal itu, Victor Sinaga mengatakan, seharusnya LHP dari BPKP Sumut tersebut ada kop suratnya, stempel dan tembusan surat. 


Temuan


Di bagian lain ahli berpendapat, bila di belakang hari ada temuan, maka para pihak dalam kontrak itu terindikasi melakukan sesuatu yang tidak benar.


Ada namanya LHP yang dilakukan pemeriksaan bersama. Penyedia, pengguna, konsultan, Aparat Penegak Hukum (APH) dan tim lainnya yang berkompeten dalam pelaksanaan pekerjaan itu sama-sama turun ke lokasi pekerjaan. 


"Bagaimana bila si pemeriksa (BPKP) datang di bulan Juni 2023 ngobrol-ngobrol dengan jaksa tanpa melakukan pengukuran, duduk - duduk lalu makan. Bagaimana pemeriksaan seperti ini menurut saudara?" cecar Kamaruddin.


Victor Sinaga menimpali, BPKP maupun BPK bukan orang teknis. Seharusnya mereka membawa tim ahli. Ahli yang berkompeten di bidangnya. Apakah ahli jalan atau jembatan untuk memeriksa hasil pekerjaan.


"Tim BPK, BPKP atau siapapun yang melakukan pemeriksaan  itu menyaksikan  ahli melakukan pengukuran panjang, lebar, tebal, bentuk dan seterusnya," pungkasnya. (ROS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini