Oleh: Jonson David Sibarani
PENYUSUNAN Daftar Pemilih pada Pemilihan Umum (Pilpres dan Pileg) mau pun Pemilihan Kepala Daerah merupakan tahapan yang sangat krusial. Banyak persoalan yang bakal menerpa apabila agenda ini dikerjakan asal jadi, tidak maksimal, apalagi jika sengaja dibuat tidak sesuai fakta. Pemilih bisa enggan ke TPS jika namanya tidak ada di DPT, ada pemilih yang membludak di pukul 12.00 wib hingga rentan tidak bisa memberikan suara karena kertas suara habis, dan sebagainya. Karena itu, KPU tidak boleh dibiarkan bekerja sendiri. Harus ada pengawasan menyeluruh dari Bawaslu dan jajaran, begitu juga dari pemantau pemilu, serta peran serta masyarakat.
Namun dalam agenda pesta demokrasi pada Pemilu tahun 2024 ini, khususnya dalam tahapan Penyusunan Daftar Pemilih, agaknya Bawaslu terkesan ditempatkan seolah bukan sebagai penyelenggara Pemilu. Dengan berlindung di balik adanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), Komisi Pemilihan Umum (KPU) tampak begitu enggan berbagi data dalam tahapan Penyusunan Daftar Pemilih ini.
Diketahui bersama, data pribadi meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan, Data Pribadi yang dikombinasikan mengidentifikasi seseorang termasuk nomor NIK dan tanggal lahir, serta alamat. Pelindungan Data Pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi dan ditujukan untuk menjamin hak warga negara atas pelindungan diri pribadi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya pelindungan data pribadi.
UU PDP bahkan sampai mengatur sebagaimana disebutkan dalam Pasal 67 Ayat 2 : “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Dengan dalih inilah KPU akhirnya “menyembunyikan” identitas pemilih. Jika pada Pemilu 2019 kita masih bisa menyaksikan sendiri nama, alamat dan NIK kita terpampang di papan-papan pengumuman mulai dari Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT), pemandangan itu tidak kita temui pada perhelatan Pemilu 2024 ini. KPU melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS) di level kelurahan hanya menampilkan nama dan usia pada kelurahan dan sesuai nomor Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Persoalannya, Bawaslu dan jajaran tentu sulit dalam melakukan pengawasan. Semisal, apakah DPS yang diumumkan tersebut terdapat nama yang ganda, atau masuk kategori Pemilih Tidak Memenuhi Syarat? Tentu sangat sulit. Sekali pun DPS softcopy diterima jajaran Bawaslu dari KPU, bagaimana cara memastikan apakah nama yang sama itu adalah orang yang sama atau tidak?
Sebagai contoh kasus didapati penulis yang saat ini menjabat sebagai Ketua Panwascam Medan Marelan, dari 134.147 pemilih aktif yang diumumkan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Medan Marelan, berdasarkan sistem pelacakan Microsoft Excel, terdapat 19.814 nama pemilih yang rentan sebagai pemilih ganda. Atas nama Zulkifli Lubis misalnya, nama yang sama ada 2 orang dengan usia yang sama, yaitu 61 tahun, sama-sama laki-laki, namun seorang di Kelurahan Rengas Pulau dan seorang lagi di Kelurahan Terjun.
Ada juga atas nama Yenni Anita Siregar. Nama ini ada 2 orang. Sama-sama perempuan berusia 55 tahun, sama-sama berkedudukan di Tanah Enam Ratus. Begitu juga Yeni Yunita, sama-sama perempuan berusia 36 tahun. Begitu seterusnya hingga ditemui 19.814 yang rentan ganda. Siapa yang dapat memastikan nama-nama itu benar-benar ganda atau tidak? Hanya KPU. Sebab cuma KPU yang punya data by name by addres bahkan lengkap dengan NIK dan KK.
Lalu bagaimana dengan Bawaslu? Data yang diberikan KPU adalah sama dengan data yang diumumkan di papan-papan pengumuman terkait DPS. Tanpa NIK, alamat, tanggal lahir, dan lainnya. Yang tertera hanya nama, dan usia. Oleh karena itu penulis sangat yakin, daftar pemilih pada Pemilu 2024 ini akan sangat rentan banyak permasalahan jika dibandingkan dengan DPT pada tahun-tahun sebelumnya. Ke depan penulis sangat berharap dan mendukung agar KPU dan Bawaslu bisa bersama-sama bersinergi dalam proses tahapan mengakuratkan penyusunan daftar pemilih.
Selain itu, penulis sangat berharap dan mendukung agar kiranya KPU berani mengambil langkah perubahan dalam merekrut tenaga pemutakhiran data pemilih secara langsung guna mendapatkan SDM yang mumpuni. Sebab penyusunan daftar pemilih tentunya didasarkan pada kinerja petugas pemutakhiran daftar pemilih. Karena itu sangat dibutuhkan para petugas yang memiliki SDM dan merdeka dalam bekerja guna mewujudkan daftar pemilih yang maksimal.(Penulis adalah Ketua Panwascam Medan Marelan pada Pemilu 2024)