Uang Negara Rp6,4 M Dimasukkan ke Kardus, Penjual Lahan Pariwisata Nisel Diganjar 8 Tahun, Staf Pertanahan 6 Tahun

Sebarkan:

 






Majelis hakim diketuai Ahmad Sumardi saat membacakan amar putusan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Dua terdakwa perkara korupsi pembelian lahan secara bertahap untuk pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Nias Selatan (Nisel) di tahun 2012 hingga 2015, secara video teleconference (vicon),  Senin (17/4/2023) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan diganjar bervariasi. 


Martinus Telaumbanua selaku penjual tanah dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair (bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan) selama 3 bulan. 


Sedangkan terdakwa Bonar selaku Kepala Seksi (Kasi) Survei, Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Nisel (berkas terpisah) diganjar 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan. 


Majelis hakim diketuai Ahmad Sumardi didampingi anggota majelis Rina Lestari Sembiring dan Gustap Marpaung dalam amarah putusannya menyatakan sependapat dengan JPU saat itu dihadiri Iqbal dari Kejati Sumut. 


Kedua terdakwa diyakini telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana. 


Yakni menyuruh, turut serta melakukan secara tanpa hakim dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, dalam perkara a quo terdakwa  Martinus Telaumbanua sebesar Rp6.400.234.750 dan terdakwa Bonar sebesar Rp10 juta atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. 


Fakta terungkap di persidangan, urai hakim anggota Gustap Marpaung, secara bertahap terdakwa Martinus menerima hasil penjualan tanah yang dikelola PT Bumi Nisel Cerlang (BNC) yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Nisel, melalui Yulius Dakhi sebagai Direktur (masuk Daftar Pencarian Orang / DPO). 


"Memang telah dilakukan proses pengurusan tanah untuk dijadikan lokasi pengembangan pariwisata di Kabupaten Nisel, namun tanpa prosedur oleh Bidang terkait di Kantor BPN Nisel. 


Tidak terjadi Akta Jual Beli (AJdan antara terdakwa dengan PT BNC dan sampai sekarang aset tidak bisa dimasukkan ke dalam daftar aset Pemkab Nisel," kata Gustap. 


Fakta Mencengangkan


Fakta mencengangkan lainnya terungkap di persidangan, pencairan uang pembelian lahan dari PT BNC kepada terdakwa Martinus Telaumbanua seolah pemilik tanah yang sah secara hibah dari saksi Deliman Telaumbanua, sarat dengan persekongkolan. 


"Uang hasil penjualan lahan dimasukkan terdakwa Martinus Telaumbanua ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam mobil yang dirental terdakwa," urai Gustap Marpaung. 


Hal memberatkan, lanjut hakim ketua Ahmad Sumardi, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan belum. Mengembalikan keruguan keuangan negara. 


Sedangkan hal meringankan, terdakwa sopan selama persidangan dan masih memiliki tanggungan keluarga. 


UP


Majelis hakim juga menghukum terdakwa dengan pidana tambahan membayar kerugian keuangan negara sebesar Rp6.400.234.750.


Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, diganti dengan pidana 3 tahun penjara. 


Vonis yang dijatuhkan kepada Martinus Telaumbanua lebih ringan 2 tahun. pada persidangan beberapa pekanbaru lalu, Iqbal menuntut terdakwa agar dipidana 10 tahun penjara,  denda Rp500 juta subsidair 5 bulan serta membayar UP Rp6.400.234.750 subsidair 5 tahun. 


Sedangkan terdakwa Bonar dipidana membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp10 juta yang diterima dari Martinus Telaumbanua subsidair 6 bulan penjara. 


Sementara sebelumnya, terdakwa dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar UP sebesar Rp10 juta dari total kerugian keuangan negara Rp6.400.234.750 subsidair 4,5 tahun penjara.


Pariwisata


JPU pada Kejari Nisel Raffles Devit M Napitupulu dalam dakwaan menguraikan, sebagai BUMD Pemkab Nisel, PT BNC secara bertahap mendapatkan dana penyertaan modal untuk pengembangan sektor pariwisata. Di antaranya pembelian lahan, pembangunan water park, perbaikan jalan dan fasilitas lainnya.


Di TA 2012 (Rp25 miliar), 2013 (Rp26 miliar), 2014 (Rp25 miliar), 2015 (Rp24 miliar). Sedangkan yang telah digelontorkan ke PT BNC sebesar Rp65 miliar. Namun penggunaan dana di TA 2014 tidak bisa dipertanggung jawabkan. Lahan yang telah dibeli tidak bisa dimasukkan dalam aset Pemkab Nisel.


Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut, kerugian keuangan negara mencapai Rp6.400.234.750. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini