Dilibatkannya Mujianto dalam Kredit Macet Canakya Suman Sarat Rekayasa, PH Mohon Hakim Bebaskan Kliennya

Sebarkan:

 



Tim JPU terdakwa Mujianto mohon majelis hakim nantinya membebaskan kliennya. (MOL/ROS)




MEDAN | Duplik tim penasihat hukum (PH) terdakwa Mujianto atas replik JPU dari Kejati Sumut, Jumat (2/12/2022) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan sangat menohok.


Surepno Sarfan didampingi Rio Rangga Siddiq dalam dupliknya meminta JPU dengan hati yang bersih membaca kembali surat tuntutan terhadap klien mereka. Apalagi, sebagian besar nota pembelaan (pledoi) mereka tidak mampu dijawab secara sistematis oleh JPU saat itu dihadiri Vera Tambun. 


Karena faktanya memang sejak awal Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) diduga kuat dikriminalisasi dan sarat rekayasa. 


Seolah klien mereka terlibat dalam pengajuan pinjaman (kredit) oleh Direktur Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman (berkas terpisah) di salah satu bank plat merah di Kota Medan yang berakhir pada kredit macet.


"Kami sebagai PH terdakwa Mujianto memohon agar nantinya majelis hakim Yang Mulia dalam amar putusannya menyatakan, membebaskan terdakwa Mujianto dari semua tuntutan hukum (Ontslagen van rechtvervolging).


Atau setidak-tidaknya menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan suatu perbuatan tindak pidana korupsi. Memulihkan nama baik, hak-hak dan harkat serta martabat Terdakwa Mujianto sebagaimana mestinya menurut hukum," kata  Rio Rangga Siddiq.


Mujianto tanpa bukti permulaan yang cukup ditetapkan penyidik pada Kejati Sumut sebagai tersangka tertanggal 11 Maret 2022 lalu. Sejumlah saksi menyusul dilakukan pemeriksaan.


Fakta lainnya, imbuh Rio Rangga Siddiq, keterangan ahli dari JPU berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diperiksa pada tahun 2021, sedangkan para saksi untuk terdakwa Mujianto diperiksa pada tahun 2022.


Surat dakwaan JPU patut diduga sebagai surat palsu, karena surat dakwaan itu perumusannya ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan yang diduga hasil penyidikan itu palsu.


Demikian juga dengan fakta-fakta terungkap di persidangan terhadap surat tuntutan kepada Mujianto diduga direkayasa dan mengandung keterangan-keterangan palsu.


Antara lain, membuat keterangan saksi-saksi seolah keterangan mereka untuk terdakwa Mujianto. Padahal keterangan dimaksud adalah untuk Canakya Suman dalam persidangan (pledoi pada halaman 125 s/d 159-red). 


Pledoi PH menohok lainnya, JPU dalam surat tuntutan malah memasukan keterangan saksi-saksi yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan pengusaha sukses asal Kota Medan itu. 


Yaitu atas nama saksi Fajang Tenrisau Nurland dan Ardin Martin Hamonangan Simanjuntak. Menggantikan jenis kelamin saksi dari jenis kelamin perempuan menjadi jenis kelamin laki-laki atas nama Murni Ningsih dan notaris paras jelita, Elviera (juga berkas penuntutan terpisah-red).


"Dua ahli yang dihadirkan tim JPU yakni dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut dan ahli Perdata (Badan Usaha Milik Negara / BUMN) yang mengemukakan pendapatnya berdasarkan dokumen BAP saksi-saksi tahun 2021. Bukan BAP saksi dalam perkara Mujianto yang diperiksa pada tahun 2022," urai Rio Rangga Siddiq.


Analisa fakta dalam surat tuntutan JPU, seolah terdakwa memberikan succes fee kepada Dayan Sutomo padahal yang memberikannya adalah Canakya Suman. Keterangan Mujianto sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Canakya Suman malah dijadikan keterangan Mujianto dalam pemeriksaan Mujianto sebagai terdakwa.


"Bahwa analisa fakta seolah unsur tindak pidana sebagaimana diuraikan JPU dalam surat tuntutannya pada halaman 126 s/d 137 adalah analisa fakta yang dibuat berdasarkan fakta persidangan atas nama terdakwa Canakya Suman. Bukan fakta persidangan terdakwa Mujianto.


"Silakan JPU memeriksa kembali surat tuntutan atas nama terdakwa Mujianto dengan teliti dan hati yang bersih. Jangan lantas mengatakan dugaan rekayasa fakta persidangan ini hanya kesalahan ketik," tegasnya.


JPU Ragu


Tim PH Mujianto kuga menilai JPU ragu-ragu dalam hal kerugian keuangan negara katanya Rp14.775.000.000. Namun dalam replik JPU masih menyebutkan kerugian keuangan negaranya sebesar Rp39,5 miliar alias bertentangan dengan surat tuntutan. 


Dengan adanya keragu-raguan JPU dalam menetapkan besarnya kerugian keuangan negara itu adalah akibat adanya kesalahan dalam proses penyidikan, dakwaan, fakta persidangan, dan penuntutan.


Jual Beli


JPU dalam repliknya menyebutkan jual beli tanah antara Mujianto dengan Canakya Suman adalah jual beli dengan causa yang tidak halal, adalah replik yang salah. 


Sebab faktanya hal itu telah dituangkan di dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) tanggal 28 November 2011 adalah jual beli dengan mendasarkan pada causa yang halal, karena telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.


Dalam Jual Beli Tanah dimaksud, kedua belah pihak saling bersepakat, penjual dan pembeli cakap dalam hukum, objek jual belinya jelas menunjuk tanah yang ada, serta jual belinya tidak dilarang oleh Undang Undang. 


Hal itu, sambungnya,  jauh hari sebelum penandatanganan kredit oleh Canakya Suman sebagai debitur tertanggal 27 Februari 2014, sehingga tidak ada hubungannya dengan persoalan ditransfernya uang sebesar Rp13.400.000.000 dikarenakan jual beli itu lunas pada tanggal 25 Juni 2012.


Perdata


Bahwa perkara aquo bukanlah perkara tindak pidana korupsi tetapi perkara perdata atau perkara perbankan. Buktinya JPU dalam menetapkan besarnya kerugian keuangan negara berdasarkan sisa hutang pokok Canakya Suman kepada bank. Artinya ada proses bayar membayar dan pengurangan atas kredit Canakya Suman.


Bahwa peristiwa kurang bayar itu hanya ada di dalam peristiwa perdata yang masuk dalam ruang lingkup atau masuk dalam ruang lingkup undang-undang Perbankan.


Bahwa perkara dimaksud adalah perkara kredit macet yang harus diselesaikan oleh debitur dan kreditur sesuai dengan mekanisme Hukum Perdata atau UU Perbankan.


Antara dakwaan kesatu primair dengan kedua primair ada kata 'atau'. Artinya JPU dalam surat tuntutannya harus memilih salah satu. Dakwaan kesatu primair saja atau kedua primair. Bukan malah menggabungkannya menjadi satu.


Hakim ketua Immanuel Tarigan didampingi Eliwarti dan Rurita Ningrum pun melanjutkan persidangan, Jumat mendatang (16/12/2022) dengan agenda pembacaan putusan.


9 Tahun Minta Maaf


Sementara pada persidangan pekan lalu, JPU Isnayanda menuntut terdakwa Mujianto dan Canakya Suman agar masing-masing dipidana 9 tahun penjara karena dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.


Sementara pantauan awak media beberapa pekan lalu, Canakya Suman berikut istri dan ayahnya yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan secara khusus menyampaikan permintaan maaf. Karena nama Mujianto terbawa-bawa dalam kasus kredit macet Canakya Suman. (Ros)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini