Ekspos Dihadiri Kajati Sumut, JAMPidum Setuju Hentikan Penuntutan Tersangka Laka Lantas dari Kejari Asahan Melalui RJ

Sebarkan:

 



Dokumen foto saat gelar perkara tersangka laka lantas yang kemudian dihentikan penuntutanya lewat pendekatan RJ. (MOL/Pnkm)



MEDAN | Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAMPidum) Kejagung Dr Fadil Zumhana, Selasa (18/10/2022) akhirnya menyetujui penghentian penuntutan tersangka kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas) atas nama tersangka Dimas Rizky Prananda, 19, lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).


Penghentian penuntutan tersangka setelah dilakukan gelar perkara secara virtual oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Asahan yang dihadiri dan dibuka Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Idianto.


Hal itu diungkapkan Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan dalam pers rilisnya yang diterima redaksi, Rabu (19/10/2022).


Turut mendampingi Idianto antara lain Aspidum Arief Zahrulyani, Kabag TU Rahmad Isnaini, Kasi Oharda Zainal dan Kasi Terorisme dan Hubungan Antar Lembaga Yusnar Hasibuan. Sedangkan yang memaparkan tindak pidana laka lantas dan usulan dilakukan penyelesaian kasusnya melalui RJ adalah Kajari Asahan Dedying Wibiyanto Atabay didampingi Kasi Pidum serta JPU.


Kasus yang dihentikan penuntutannya dengan tersangka Dimas Rizky Prananda yang dipersangkakan melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 


Yakni setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4).


Berdasarkan kronologisnya, lanjut Yos, tersangka Dimas Rizky Prananda mengendarai becak bermotor menabrak becak bermotor yang dikendarai Fendy Pradana membonceng isterinya Evin Yohana yang datang dari arah berlawanan.


Alasan Penghentian


Alasan penghentian penuntutan, imbuh mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang itu, dikarenakan sudah ada perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.


Tersangkanya belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan maupun intimidasi.


Selain itu, si tersangka dan korban juga masih bertetangga serta setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif pemulihan keadaan seperti keadaan semula.


Yos A Tarigan menambahkan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAMPidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum serta memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini