WTP Pemko Tebingtinggi TA 2021 dari BPK Dinilai Tak Tepat, Banyak Potensi Dugaan Korupsi

Sebarkan:
Kantor Wali Kota Tebingtinggi.
TEBINGTINGGI | 
Pemerintah Kota Tebingtinggi kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan (LK) Tahun 2021. WTP atas Laporan Keuangan ini merupakan empat kali nya berturut-turut sejak tahun 2018.

Pemberian opini WTP tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Eydu Oktain Panjaitan, dalam kegiatan penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LK Pemko Tebingtinggi tahun anggaran 2021 di Kantor BPK Perwakilan Provinsi Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (5/4/2022).

Pemberian opini WTP didasarkan pada empat kriteria, yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, transparansi pengungkapan yang memadai, efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Namun WTP tersebut mendapat kecaman dari sejumlah pihak, salah satunya dari Forum Komunikasi Mahasiswa dan Pemuda (FKMP) Kota Tebingtinggi.

Ketua FMKP Tebingtinggi, Fahrul Ridho, mengatakan BPK RI Perwakilan Sumut bersama entitas Pemerintah Kota (Pemko) Tebingtinggi diduga telah melakukan pembohongan publik atas penetapan opini WTP dalam LHP Pemko Tebingtinggi TA 2021.

"Hal ini menjadi tanda tanya besar atas kinerja BPK dalam memeriksa laporan keuangan Pemko Tebingtinggi. Dalam penentuan predikat WTP, pihak BPK tidak mengedepankan UU No 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan keuangan negara dan daerah," ujar Ridho kepada wartawan, Kamis (7/4/2022).

Dalam Pasal 16 Ayat 1 menyatakan opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern.

Terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

Keraguan dalam menyikapi hasil pemeriksaan BPK dan pemberian opini WTP terhadap Pemko Tebingtinggi benar-benar menuai kecurigaan besar karena dalam UUD 45 No 17 Tahun 2003 Pasal 2 tentang keuangan negara dalam melaksanakan tugasnya, BPK melakukan 3 jenis pemeriksaan yaitu pengesahan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

"Masih banyak kejanggalan dalam perealisasian keuangan Pemko, contohnya kasus pengadaan buku yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan pihak terkait, kasus Museum Kota Tebingtinggi. Dana penyertaan modal di PDAM Tebingtinggi juga terdapat kejanggalan. Ada temuan kerugian negara pengerjaan drainase. Bahkan, ada aset terbengkalai seperti kolam renang Pemko Tebingtinggi, gedung Pasar Induk dan pasar kecamatan lainnya," katanya.

Hal ini, kata Ridho, termasuk pemborosan dan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran. Laporan Keuangan Pemko Tebingtinggi yang kembali mendapatkan opini WTP dinilai terlalu berlebihan dan tidak pantas.

Hal ini diperkuat oleh beberapa data yang didapat untuk penggunaan anggaran daerah dalam melancarkan program program di dinas yang ada di Kota Tebingtinggi.

Bahkan, beberapa dinas menggunakan anggaran yang cukup fantastis nilainya, hal ini tidak terlepas dari bakal adanya tindak pidana korupsi dalam penggunaan anggaran tersebut.

Menurut Ridho, pihaknya telah menyoroti penggunaan anggaran 2021 di beberapa dinas antara lain, Dinas PUPR dalam penggunanan anggaran untuk program penyelenggaraan jalan kabupaten/kota menggunakan anggaran sebesar Rp.22.980.370.000.

"Ini dinilai terlalu besar dan berlebihan dalam penggunaannya dikarenakan masih terdapat tumpang tindih dalam pengaplikasian anggaran tersebut. Beberapa jalan dalam kota yang masih layak dilalui mendapat perawatan kembali. Hal ini dinilai pemborosan anggaran, seharusnya ada jalan yang lebih layak lagi untuk diperbaiki," katanya.

Kemudian, di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Kebersihan (Perkimsih), dalam realisasi program Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Umum dan/atau Rumah Khusus yang menghabiskan anggaran sebesar Rp.1.068.658.000.

"Ini kembali dipertanyakan dalam penggunaan anggarannya. Karena masih terdapat kamar-kamar rusun yang tidak layak huni dan kamar-kamar yang terbengkalai rusak," ujarnya.

Lalu, Dinas Sosial dalam realisasi anggaran Program Penanganan Bencana menghabiskan Rp.553.444.000. Ini menjadi tanda tanya besar dalam penggunaannya.

"Dalam hal ini di tahun 2021 kami masih banyak menemukan warga korban musibah banjir yang kesusahan dalam memperoleh makanan dan obat-obatan dengan cepat, bahkan di beberapa titik bantuan logistik Dinas Sosial tidak sampai kepada korban banjir karena pembagian yang tidak merata," ujar Ridho.

Selanjutnya, Dinas Lingkungan Hidup dalam realisasi program pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kabupaten/kota dengan memakan anggaran Rp.555.624.900.

"Ini patut dipertanyakan kinerjanya, kenapa demikian? Karena masih banyak pabrik-pabrik yang membuang limbah produksinya ke dalam sungai. Hal ini dapat mencemari sungai dan mengganggu kestabilan biota air tersebut. Juga pabrik-pabrik yang membuang emisi pembakarannya ke udara yang dapat mengakibatkan rumah kaca serta pencemaran tanah dan air yang disebabkan dalam pengelolaan sampah masyarakat," katanya.

Dan masih banyak contoh lainnya lagi seperti biaya penyuluhan terhadap warga yang masih dianggarkan di tahun 2021, padahal tahun tersebut masih dalam keadaan pandemi Covid-19.

Hal ini diragukan keefektifitasnya. Contoh lainnya, dalam penggunaan anggaran perawatan gedung, pembelian ATK dan kendaraan dinas masih dipertanyakan kerealisasian penggunaan anggarannya.

"Hal ini tidak menutup kemungkinan akan terjadinya pemborosan anggaran dan menjadi ajang kompetisi dalam melakukan tindak pidana korupsi," jelas Ridho.

Melalui data LHP BPK Tahun 2020 masih terdapat Temuan Ganti Rugi (TGR) di beberapa dinas yang belum diselesaikan hingga saat ini, antara lain yaitu dinas PUPR dengan sumber informasi LHP BPK-RI atas LKPD TA 2017 dengan uraian/identifikasi aset Pelaksanaan Pekerjaan Tidak Sesuai Kontrak pada Dinas PUPR tahun anggaran 2017 sebesar Rp.1.155.526.366,34.

LHP BPK-RI atas LKPD TA 2017 dengan uraian/identifikasi aset Pelaksanaan Pekerjaan Tidak Sesuai Kontrak pada Dinas PUPR tahun anggaran 2017 sebesar Rp.1.179.652.779,34.

LHP BPK-RI atas LKPD TA 2017 dengan uraian/identifikasi aset Pelaksanaan Pekerjaan Tidak Sesuai Kontrak pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian tahun anggaran 2017 dengan jumlah Rp.331.057.309,82.

"Dari ketiga contoh TGR yang belum diselesaikan oleh dinas terkait menunjukan bahwasannya opini WTP yang diberikan oleh BPK kepada Pemko Tebingtinggi diragukan keindependensiannya. Kami curiga ada penggiringan opini publik atas keburukan sistem penggunaan anggaran daerah yang ada di Kota Tebingtinggi ini," ucap Ridho.

Menurutnya, apabila BPK mampu membuka satu persatu dan melihat kinerja dalam penggunaan anggaran tersebut dipastikan banyak temuan tindak pidana korupsi didalamnya.

"Kami tidak ingin adanya kembali dinas yang melakukan tindak pidana korupsi penggunaan anggaran sebagaimana yang pernah kami dapatkan di Dinas Pendidikan beberapa waktu lalu," ujarnya.

Terpisah, Ketua DPC Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Kota Tebingtinggi, Sandy, juga mempertanyakan opini WTP yang diberikan BPK kepada Pemko Tebingtinggi atas Laporan Keuangan Tahun 2021.

"Kami heran darimana penilaian BPK ini terhadap Pemko Tebingtinggi, apalagi katanya sudah 4 tahun berturut-turut dapat opini WTP. Padahal, sesuai data LHP yang saya pegang, masih banyak TGR yang belum dikembalikan," kata Sandy.

Menurut Sandy, sistem pengendalian keuangan dalam 2 tahun terakhir terindikasi buruk. Hal itu ditandai dengan banyaknya pengaduan masyarakat (Dumas) ke pihak Aparat Penegak Hukum (APH).

"Saya melihat saat ini banyak dumas yang nasuk ke APH, banyak kasus yang sedang dalam penyelidikan. Hal itu menandai banyaknya dugaan korupsi yang dilakukan oleh dinas-dinas di Pemko Tebingtinggi," katanya.

Sandy menegaskan, opini WTP yang diberikan BPK kepada Pemko Tebingtinggi tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan masih banyaknya sistem pengelolaaan keuangan yang buruk.

"Maka, kami dari Repdem meminta agar BPK lebih profesional dalam memberikan opini WTP terhadap pemda-pemda. Jangan karena ada kepentingan semata," ujarnya. (Red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini