Cacat Formil, Beda Posita Diuraikan Beda Pula Petitum Tuntutan 3 dari 9 Terdakwa 327 Kg Ganja

Sebarkan:



Salman Alfarizi Simanjuntak (ketiga dari kanan), selaku ketua tim PH ke-9 terdakwa ketika menyampaikan nota pembelaan.


MEDAN | Surat tuntutan JPU dari Kejati Sumut terhadap 8 oknum personel Polresta Padangsidimpuan dan seorang warga sipil yang didakwa sengaja 'melepas' pemilik 327 kg narkotika Golongan I jenis daun ganja kering dinilai cacat formil.


Hal itu diungkapkan Salman Alfarizi Simanjuntak selaku ketua tim penasihat hukum (PH) para terdakwa ketika menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam persidangan secara virtual di Cakra 7 PN Medan, Selasa petang (5/1/2021).


Dua terdakwa dalam petitum tuntutan JPU (dibacakan Anita, red) meminta agar masing-masing dipidana mati yakni Bripka Witno Suwito dan warga sipil Edi Heriyanto Ritonga alias Gaya.  Serta terdakwa lainnya Martua Pandapotan Batubara selaku Kanit Resnarkoba Polresta Padangsidimpuan dituntut pidana seumur hidup. 


Artinya ketiga terdakwa dituntut dengan pidana Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal pidana mati dan penjara seumur hidup.


Namun setahu bagaimana posita unsur pidana yang diuraikan JPU adalah Pasal 115 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) UU Narkotika yang ancaman maksimal tidak ada pidana mati. Yang ada pidana 20 tahun dan seumur hidup. 


"Surat tuntutan cacat norma, secara formal. Ada apa dengan rekan JPU? Diurai semua unsur yakni barang siapa, tanpa hak membawa, mengangkut dan seterusnya namun dalam petitumnya diminta agar ketiga terdakwa pidana Pasal 114," kata Salman.


Bagaimana mungkin suatu tuntutan pidana mati, tapi tidak dijelaskan secara mendetail apa peran masing-masing terdakwa sehingga dituntut mati atau seumur hidup. Harus diuraikan  misalnya tidak mendukung program pemerintah. Pertanyaan selanjutnya, imbuhnya, apakah setiap orang tidak mendukung program pemerintah harus dipidana mati.


6 Terdakwa dan BB


Kejanggalan lainnya atas nama 6 terdakwa Bripka Rudi Hartono, Brigadir Andi Pranata, Brigadir Antoni Preddi. Brigadir Dedi Aswaranas, Brigadir Amdani Damanik serta Briptu Rory Miryam Sihite yang dituntut masing-masing dituntut 20 tahun penjara (pidana Pasal 115 ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) UU Narkotika, red) namun tidak memasukkan keterangan mereka sekaligus sebagai saksi alias saksi mahkota.


Kejanggalan lainnya, JPU dimotori Abdul Hakim Sorimuda Harahap tidak pernah menghadirkan saksi pelapor Ali Akbar Daulay berikut 327 kg ganja kering yang dijadikan sebagai barang bukti (BB) dalam perkara aquo, sama sekali tidak pernah diperlihatkan di persidangan.


"Semoga masing-masing majelis hakim Yang Mulia memeriksa perkara aquo berani memberikan terobosan hukum dan memakai hati nurani agar membentangkan keadilan. Seharusnya para terdakwa dapat penghargaan buat negara ini," pungkasnya.


Usai pembacaan pledoi, hakim ketua Jarihat Simarmata menunda persidangan, Rabu besok (6/1/2020) untuk mendengarkan penyampaian replik dari JPU maupun duplik dari tim PH terdakwa. 


Menjawab pertanyaan awak media sesusai sidang, Salman didampingi rekannya Iskandar menyebutkan, dari ribuan materi tuntutan yang dihadapi di persidangan, baru kali ini menghadapi materi tuntutan seperti ini.


Mengutip adigium hukum dari seorang ahli hukum dari Italia, Egidio Bossi, 'Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah', pungkasnya. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini