Ahli Hukum Keuangan Publik: JPU Keliru Dakwaan Korupsi dalam Jual Beli MTN PT SNP

Sebarkan:



Mathilda (kanan) selaku PH terdakwa Andri Irvandi saat.menanyakan pendapat ahli hukum keuangan publik dan administrasi di Pengadilan Ripikor Medan. (MOL/RobS)

MEDAN | Ahli hukum keuangan publik dan administrasi Dr Dian Puji H Simatupang menegaskan, JPU keliru menerapkan dakwaan tindak pidana korupsi terkait penjualan surat berharga dalam bentuk Medium Term Notes (MTN) milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) oleh PT Bank Sumut.


Pendapat itu.dikemukakan Dian Puji Simatupang menjawab pertanyaan Mathilda, penasihat hukum (PH) terdakwa Andri Irvandi selaku Pjs Direktur Capital MNC Sekuritas dalam sidang lanjutan secara video conference (vidcon), Senin petang (2/11/2020) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor pada PN Medan.


Pertama, mengacu UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. UU yang mengatur administrasi seluruh penyelenggara negara baik itu eksekutif legislatif dan yudikatif.


"Uang negara itu ditandai dengan nilai bukti, dokumentasi kepemilikan ditunjukkan dan dicatat di lembaran (dokumen) negara. Tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Itu kata Undang Undang Yang Mulia. Bukan kesimpulan Saya," tegasnya di hadapan majelis hakim (5 orang, red) diketuai Sri Wahyuni.


Menurutnya, JPU dalam perkara jual beli MTN milik PT SNP Finance oleh PT Bank Sumut melalui broker (arranger) MNC Sekuritas semestinya menggunakan Pasal 138 ayat (1) huruf C UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). JPU (melalui Perdatun, red) semestinya memohon kepada pengadilan memeriksa perkaranya.


"Sehingga pengadilan kemudian membentuk tim melakukan pemeriksaan terhadap PT tersebut sehingga dapat dilihat apakah merugikan keuangan negara atau merugikan sisi bisnis badan usaha yang dimiliki oleh negara," urai Dian Puji.


Kedua, imbuh ahli menjawab pertanyaan Mathilda, JPU dari Kejatisu semestinya meminta ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), satu-satunya lembaga yang dipercayakan oleh negara melakukan audit investigasi kerugian keuangan negara.


Menurutnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun tidak berhak melakukan audit perhitungan kerugian keuangan negara.


"Apalagi dengan menjadikan akuntan publik yang tidak terdaftar dalam Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk menghitung kerugian keuangan negara, jelas keliru Yang Mulia. Data kerugian keuangan negara itu harus langsung diperoleh auditor dan dikonfirmasi dengan pihak terkait. Tidak bisa datanya diperoleh dari penyidik," tegas ahli.


Ahli hukum keuangan publik dan administrasi Dr Dian Puji H Simatupang (monitor bawah) saat memberikan pendapatnya. (MOL/RobS)


Frasa Potensi


Selain itu, dalam melakukan audit kerugian keuangan negara tidak bisa lagi menggunakan frasa berpotensi, parsial lost, imparsial lost dan seterusnya. Kerugian keuangan negara harus pasti angkanya. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016 terhadap Pasal 2 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).


Usai mendengarkan pendapat ahli, hakim ketua Sri Wahyuni menetapkan jadwal sidang agar tidak molor karena masa penahanan kedua terdakwa yakni Maulana Akhyar Lubis selaku Pimpinan Divisi Treasury dan Andri Irvandi akan segera berakhir. 


"Pak jaksa ya? Pembacaan tuntutan 4 November, 9 November pembacaan pledoi dan tanggal 11 November 2020 pembacaan putusan," tugas Sri Wahyuni.


Prematur


Sementara usai persidangan Mathilda selaku PH Andri Irvandi mengatakan, pada persidangan beberapa waktu lalu, penuntut umum dari Kejatisu dinilai prematur mendakwakan kliennya dengan timdak pidana tipikor.


"Iya, prematur. Auditornya tidak jelas dan pihak terdakwa lainnya dari PT Bank Sumut bersama perbankan lainnya sudah melakukan gugatan dan sudah inkrah. Pihak PT SNP melalui kurator sedang bekerja menyita asetnya untuk nantinya membayarkan kewajibannya kepada Bank Sumut. Artinya dalam perkara ini tidak jelas angka kerugian negara," pungkas Mathilda. (RobS)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini