PSBB Jakarta Bikin RI Makin Sulit Hindari Jurang Resesi

Sebarkan:
Ilustrasi (Detik.com)
JAKARTA | Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mendorong menteri dan pejabat di kabinetnya agar bisa memaksimalkan kerja mereka demi mencegah RI masuk jurang resesi. Namun, para ekonom meyakini upaya apapun akan sulit mencegah RI masuk jurang resesi pada kuartal III-2020 ini.

Ditambah lagi, hari ini Pemprov DKI baru saja menerapkan kembali PSBB total di Ibu Kota. Hal ini diyakini dapat mempersulit RI lepas dari jurang resesi.

"Ada PSBB lebih ketat ya pasti resesi di kuartal III-2020. Konsumsi rumah tangga akan turun. Masyarakat akan tahan belanja apalagi pemerintah dinilai gagal atasi pandemi sehingga muncul PSBB yang lebih ketat," ujar Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, Senin (14/9/2020).

Selain karena adanya PSBB Jakarta, masih banyak faktor lainnya yang menjadi sinyal kuat Indonesia bakal masuk jurang resesi. Pertumbuhan kasus COVID-19 di Indonesia semakin membatasi segala macam pertemuan bisnis yang otomatis dapat menurunkan investasi masuk ke RI.

"Investasi menurun seiring tertundanya perjalanan bisnis karena Indonesia masuk negara yang beresiko tinggi pandemi. Bahkan AS sudah naikkan ke level 4 travel warningnya," tambahnya.

Belum lagi, dari sisi kinerja ekspor juga masih rendah sebab permintaan dari negara tujuan utama yang juga masih minim.

"Demand untuk ekspor produk Indonesia masih terbatas," terangnya.

Hal serupa disampaikan juga oleh Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet.

"Dua minggu ini waktu yang sebentar, dalam hitungan bulan saja, beragam indikator belum sepenuhnya menunjukkan kondisi yang membaik," kata Yusuf.

Beberapa faktor yang menguatkan pendapat bahwa RI sangat mungkin masuk jurang resesi salah satunya karena aktifitas masyarakat di luar rumah yang masih minim padahal sempat diberlakukan masa transisi.

Menurut laporan Google Mobility Report sampai dengan September, pertumbuhan aktifitas masyarakat yang berpergian ke pusat perbelanjaan ritel dan pusat grosir baru tumbuh sekitar 1-4%. Padahal, sejak Juni PSBB sudah dilonggarkan oleh pemerintah.

Sehingga, menurut Yusuf yang menyebabkan sulitnya RI lepas dari jurang resesi karena ada daya beli yang menurun di masyarakat.

"Padahal seperti yang kita tahu pelonggaran PSBB sudah dilakukan sejak Juni, namun karena daya beli masyarakat yang melemah makannya pelonggaran ini kemudian tidak serta merta berdampak pada peningkatan konsumsi," paparnya.

Demikian pula bila diukur dari indeks penjualan riil di Indonesia yang masih berada di level -10%. Padahal indeks penjualan riil merupakan salah satu indikator penting untuk melihat kondisi ekonomi.

"Pertumbuhan yang berada pada level negatif, menunjukkan permintaan penjualan di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan tahun lalu, artinya meskipun beragam bantuan sudah disalurkan pemerintah namun proses pemulihan ekonomi berjalan lambat," sambungnya.

Ia memprediksi kuat ekonomi RI pada kuartal III-2020 ini masih akan minus dan bisa terkena resesi teknikal.

"Dengan kondisi demikian, maka kami prediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III masih akan berada di level negatif, sehingga secara teknikal Indonesia bisa terkategorikan terkena resesi," katanya. (Dc)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini