Kasus Suap Mantan Gubsu Gatot, Mangapul Purba Desak KPK Periksa Eksekutif dan Pemberi Dana

Sebarkan:
MEDAN - Kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang lalu sesungguhnya telah menyeret kader semua partai yang duduk di DPRD Sumut terutama periode 2009-2014.

Demikian ditegaskan Ketua Fraksi PDI-Perjuangan (PDIP) DPRD Sumut Mangapul Purba di Gedung DPRD Sumut, Rabu (5/2/2020).

"Dari sisi hukum, tentu kita harus menghormati dan mengikuti semua proses hukum tersebut. Yang bersalah ya harus terima mendapatkan hukum," ungkap Mangapul.

"Dari sisi politik tentu berbeda, bahwa Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubsu yang memberi suap saat itu merupakan kader PKS, Ketua DPRD adalah Kader Golkar, Wakil-wakil Ketua DPRD dari PKS, PAN, PDI Perjuangan dan Hanura semuanya sudah divonis KPK," lanjutnya.

Kemudian, Wakil Ketua Bappilu DPD PDIP Sumut ini mengatakan bahwa seluruh ketua-ketua Fraksi di DPRD Sumut pada periode itu juga telah ditetapkan tersangka dan sudah jatuh vonis.

"Itu artinya semua partai terseret kasus suap Gatot tersebut. Tidak hanya satu partai saja," ujarnya.

Namun disamping itu, menurut Mangapul, masih ada yang janggal. Bahwa KPK belum maksimal menyentuh semua pihak terutama eksekutif dan pemberi dana suap.

"KPK jangan hanya fokus kepada legislatif dalam kasus suap kader PKS itu. Semua pihak yang terlibat dalam kasus suap itu harus turut diproses hukum, yaitu eksekutif dan termasuk yang memberikan dana," tegas Mangapul.

Ditegaskannya, terdapat 100 anggota DPRD yang dalam tuduhannya menerima suap 200 juta hingga 300 juta, bahkan para pimpinan dewan menerima lebih dari itu.

"Berarti secara kumulatif, ada dana sekitar 30 M untuk menyuap anggota DPRD. Dari mana dan itu?" tanya Mangapul.

"Berarti ada orang yang tidak sembarangan dan kuat untuk menyokong dana tersebut. Maka menurut saya, KPK harus mengusut siapa-siapa saja penyokong dana suap itu," imbuhnya.

Mangapul meminta agar ada perimbangan dalam penanganan kasus ini, sebab dari pihak legislatif dalam hal ini DPRD Sumut sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka dan bahkan sudah ada yang menjalani hukuman.

Artinya, lanjut Mangapul, dia minta tidak hanya dari DPRD saja yang diproses hukum, tapi yang melakukan komunikasi juga, dimana kepala dinas-kepala dinas pada saat itu (pihak eksekutif) nya harus diperiksa juga dan dikenakan hukuman karena ini kesalahan kolektif.

"Tentu harus ditelusuri semua dong, supaya semua clear, sehingga aspek hukumnya berjalan dengan baik. Yang melakukan upaya pemberian gratifikasi juga dihukum," tuturnya.

Diungkapkan Mangapul, ada trias politika yang diatur dalam undang-undang, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.

"Apakah eksekutif bisa berdiri sendiri, tidak toh. Apakah DPRD ini ujuk-ujuk datang gratifikasi, tidak toh. Kemudian apakah ketika tidak ada sebuah kesalahan atau kejanggalan di pihak eksekutif, hak interpelasi itu yang harus ditakutkan, tidak toh. Maka rumusnya adalah ketika ada asap, pasti ada api," katanya.

Artinya, sebut Mangapul, ketika ada interpelasi, muncul ketakutan, ada upaya membangun konsensus, kemudian ada upaya-upaya mencari jalan tengah, maka muncul kasus ini.

"Kasus hukum yang menjerat mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, yang menjadi objek penegakan hukum pertama di pihak legislatif dan hal itu merupakan kesalahan kolektif," pungkasnya. (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini