Devisi partisipasi masyarakat dan SDM KPU kota Psp Nurhamidah. |
PADANGSIDIMPUAN | Peraturan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilihan calon Presiden dan calon wakil presiden
dan calon legislatif tahun 2019 ini menjadi polemic. Pasalnya peraturan
tersebut memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas mental bisa
menetukan hak pilihnya. Hal ini menjadi pro dan kontra di kalangan
masyarakat.
Dalam hal ini pihak KPU kota Padangsidimpuan melalui Divisi Partisipasi
Masyarakat dan SDM, Nurhamidah kepada metro-online.co menjelaskan, peraturan tersebut
memang benar, tetapi dalam artian memiliki syarat dan ketentuan yang sudah
ditetapkan pada peraturan KPU RI Nomor 11 Tahun 2018 tentang penyusunan daftar
pemilih di dalam negeri pada penyelenggaraan pemilihan
umum.
Nurhamidah menjelaskan bahwa penyandang disabilitas mental yang
diperbolehkan mempergunakan hak suaranya di pemilu 2019 nanti, itu dalam artian
bukanlah seyogianya orang yang betul - betul mengidap penyakit jiwa yang
mengakibatkan mereka lupa ingatan yang sangat parah alias gila.
"Peraturan KPU tersebut memang benar, penyandang
disabilitas mental atau tunagrahita boleh memilih, tetapi dalam artian bukan
orang yang sakit jiwa seperti yang kita jumpai di pasar atau di pinggir
jalan yang orang - orang biasanya sebut orang gila. Itu pengertian
yang sangat salah. Tetapi mereka yang memiliki identitas dan dapat
dibuktikan dengan kartu keluarga," jelas Nurhamidah di ruang
kerjanya, Rabu (06/12/2018).
Kemudian Nurhamidah juga mengatakan bahwa yang dimaksud gila atau
disebut disabilitas mental itu ada 4 macam yaitu tunagraha, tunadasa, tunarungu
dan tunagrahita. Sementara untuk tunagrahita itu ada 24 item
diantaranya, autis, keterbelakangan mental, hiperaktif dan sakit jiwa.
Jadi di antara yang disebutkan tadi yang
dikatakan pemilih yang terganggu jiwanya dan ingatannya sehingga tidak memenuhi
syarat sebagai pemilih maka harus dibuktikan dengan surat keterangan dari
dokter sesuai dengan peraturan KPU yang sudah ditentukan.
Dijelaskan Nurhamidah lagi, sebenarnya KPU itu tidaklah
mendata orang gila yang di pinggir jalan. Tetapi PPS itu
bertugas mendata ke rumah - rumah siapa yang terdaftar di Kartu keluarga
(KK) dan itulah yang akan dimasukkan ke daftar pemilih
tetap (DPT). Jadi bukanlah orang yang sakit jiwa di pinggir
jalan yang tidak memiliki identitas.
"Kita melakukan pendataan melalui pelaksanaan kita ditingkat
Panitia pemungutan suara (PPS) dan disesuaikan dengan kartu keluarga." bebernya.
Jika memang dalam keluarga tersebut tidak memasukkan data anaknya atau
keluarganya ada yang mengidap tunagrahita, maka tidak akan terdaftar. Sedangkan
jika
masuk terdaftar pada KK, berarti dia terdata. “KPU dengan tanda
kutip bukanlah mendaftar atau mendata orang gila," ungkapnya
lagi.
Dijelaskannya lagi bahwa penyandang tunagrahita atau disabilitas mental
itu ada yang mengidap ringan, sedang dan berat.
Dimana yang dikatakan pengidap disabilitas mental yang ringan ini, mereka itu
termasuk orang yang paranoid, insomnia dan trauma. Sementara yang kategori
bsedang
itu termasuk orang yang depresi.
Sementara yang kategori berat itu, ialah
mereka
orang yang tidak tahu apa - apa atau lupa ingatan yang sangat parah. “Nah yang mereka
inilah yang harus memiliki surat keterangan dari dokter apabila keluarga
bersikeras ingin memberikan hak suara mereka nanti," terangnya.
"Setelah kita melakukan pendataan dilapangan dan informasi ini
telah viral sehingga jadi bahan perbincangan, kebanyakan masyarakat yang
memiliki keluarga penyandang tunagrahita tidak memberikan datanya dan pihak
keluarga juga tidak mengizinkan mereka yang penderita tunagrahita ini ikut
untuk memilih nanti," ucapnya.
Di samping itu, para disabilitas mental atau
tunagrahita ini, jikapun mereka ingin memberikan hak suaranya nanti, itu harus melalui
prosedur ikut peraturan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih,
mereka itu harus berusia 17 tahun dan sudah memiliki KTP.
Sementara itu, informasi dihimpun dari KPU Kota
Padangsidimpuan untuk DPT penyandang disabilitas mental yang sudah didapatkan
datanya secara global ada berjumlah 836 orang.
"Data yang sudah kita peroleh berjumlah 836 orang itu sudah
general dia dari penyandang tunagraha, tunagrahita, tunarungu dan tunadasa dan
ini tersebar di enam kecamatan kota Padangsidimpuan," paparnya.
Dalam hal ini, KPU menghimbau untuk informasi seyogianya tidak
begitu saja diterima. Pihaknya meminta kepada masyarakat agar setiap
informasi yang diterima, dikroscek kembali bahwa mekanisme pemilihan ada
prosedur yang menentukan, dan data pemilih tetap itu alurnya ada dan petugasnya
ada langsung yang memberikan keluarga yang bersangkutan dibuktikan dengan KK
dan KTP yang asli.
"Kami berharap kepada masyarakat dengan adanya rumor atau yang
bisa mengarah ke hoax agar diantisipasi. Jangan menjadi
bumerang kepada masyarakat dan penyelenggara pemilu,” ucap Nurhamdiah.(syahrul)