Ilustrasi pukat grandong |
BELAWAN -
Masih bebasnya kapan nelayan dengan alat tangkap pukat tarik dua atau grandong
melaut, menimbulkan keresahan bagi nelayan tradisional di Belawan.
Tidak tegasnya penegak hukum untuk menindak alat tangkap
ilegal, ribuan nelayan dengan menggunakan ratusan sampan akan melakukan demo
serta mensweeping di tengah laut.
Ketua Kelompok Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota
Medan, Isa Al Basir, Selasa (2/10), menegaskan, keresahan nelayan skala kecil
terhadap alat tangkap grandong semakin dirasakan, karena, alat tangkap
terlarang itu tetap beroperasi secara berbondong - bondong di wilayah Pantai
Belawan.
Artinya, penegak hukum yang berkompeten di perairan,
tidak tegas menegakkan aturan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 tentang larangan
alat tangkap. Sehingga, nelayan tradisional di Sumatera Utara khususnya Belawan
sangat dirugikan.
"Kita tahu, pejabat di institusi penagak hukum di
Belawan sudah tegas. Tapi, masih ada oknum bawahannya sengaja melakukan
pembiaran terhadap alat tangkap grandong. Belakangan ini, alat tangkap ilegal
itu bebas melaut secara terang - terangan," tegas Isa.
Dengan adanya pembiaran itu, kata aktivis nelayan ini,
membuat keresahan nelayan tradisional, membuktikan penegak hukum tidak mampu
menindak seluruh pukat ilegal, sehingga memancing nelayan tradisional untuk
bertindak sesuai dengan hukum nelayan.
"Ini membuktikan, kalau hukum tidak bisa mengatasi
ini. Makanya, kami coba kembali melakukan demo besar - besaran, sekaligus akan
bertindak sesuai dengan hukum nelayan untuk mensweeping pukat ilegal di tengah
laut," sebut Isa.
Selama ini, Tokoh Pemuda Pemerhati Belawan sangat
menyesalkan, banyaknya asalan dari nelayan pukat grandong, mereka melaut karena
alasan lapar, seharusnya, alat tangkap pengganti untuk segera dilaksanakan oleh
pemerintah, sehingga tidak merugikan sepihak bagi nelayan skala kecil.
"Kita minta pemerintah mencari solusi bagi alat
tangkap pengganti untuk segera direalisasikan, agar kami nelayan kecil tidak
menjadi korban. Bayangkan saja, berapa banyak habitat yang berkembang biak
punah akibat alat tangkap grandong," ungkap Isa.
Apabila masalah alat tangkap grandong, lanjut Isa, tidak
dilakukan tindakan tegas, maka akan menimbulkan perselisihan antara nelayan,
sehingga terjadinya hukum nelayan dengan main hakim sendiri.
"Intinya, kami mau semua alat tangkap ilegal agar
ditindak, kalau tidak. Pada Jumat (4/10) ini kami melakukan orasi besar -
besaran. Paginya kami demo dan selesai Salat Jumat kami akan sweeping alat
tangkap ilegal di laut," tegas Isa lagi.
Sementara itu, Ketua Aliansi Nelayan Selat Malaka
Sumatera Utara, Abdul Ramhan mengungkapkan, masalah yang terjadi antara
nelayan, karena tidak tegasnya pemerintah dalam menerapkan Permen KP No 71
Tahum 2016 tentang alat tangkap dilarang, dengan melaksankan pengganti alat
tangkap.
"Kita tahu, banyak nelayan yang bakal dirugikam dari
dua sisi kelompok nelayan. Seharusnya, pemerintah harus bisa mencari solusi
dengan memandang kearifan lokal nelayan di Belawan," ungkap pria akrab
sapa Atan.
Menanggapi itu, Kasubdit Gakkum Ditpolair Polda Sumut,
AKBP Nagari Siahaan mengatakan, pihaknya selama ini sudah meneggakkan aturan
terhadap nelayan ilegal, bahkan, sudah ada beberapa nelayan ditangkap dan
diproses ke pengadilan.
Mengenai adanya pembiaran yang diutarakan, tidak benar.
Pihaknya terus melakukan patroli untuk menindak alat tangkap ilegal.
"Kalau memang ada lagi yang melaut, silahkan
laporkan ke saya. Kalau memang nelayan tradisional tidak puas dan akan demo,
kita persilahkan, nanti akan kita jelaskan tindakan yang sudah kita
lakukan," ungkap Nagari. (mu-1)