Pengalihan Lahan Negara dari Tamin Sukardi ke Mujianto Berujung OTT, Jaksa Harus Banding

Sebarkan:
Mujianto (kiri), Tamin Sukardi (kanan) 
Pasca divonisnya Tamin Sukardi dengan kurungan penjara 6 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan, kasus yang menjerat mafia penyerobotan aset tanah PTPN II ‎Helvetia seluas 106 hektar menjadi konspirasi kotor bagi peradilan di Sumatera Utara.

 Demikianlah dikatakan Ketua Komite Tani Menggugat (KTM), Saiful Bahri, Kamis (30/8). Dijelaskan pria akrab disapa Saefal ini, dengan terbongkarnya operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK dengan menjerat hakim di PN Medan.

 Membuktikan, Tamin Sukardi masih mempunyai kekuatan untuk mengendalikan peradilan di Sumatera Utara khususnya di Medan. Sehingga, mampu mempengaruhi putusan hakim di PN Medan.

 "Ini adalah segelintir trik dan cara Tamin Sukardi untuk menunjukkan power atau kekuatannya agar menjamin darinya dari jeratan hukum. ‎Kita turut mengapresiasi KPK, yang sudah membongkar sindikat peradilan kotor di Sumatera Utara," sebut Saefal.

 Pria yang merupakan aktivis ini, menilai putusan 6 tahun penjara jauh dari tuntutan 10 tahun oleh jaksa, menimbulkan banyak keraguan. Begitu juga dengan salinan putusan yang dibacakan oleh majelis hakim, objek tanah dari 106 hektar dengan luas 74 hektar akan dikembalikan Mujianto selaku pemilik PT Agung Cemara Realty adalah sudah menyalahi hasil putusan.

 "Kasus itu adalah kasus kerugian negara, masuk dalam ranah Tipikor, kenapa salinan itu diterangkan, tanah dikembalikan ke Mujianto. Ini sudah salah, karena ini bukan pidana umum. Harusnya, tanah itu dikembalikan kepada negara melalui Gubernur Sumatera Utara," ungkap Saefal.

 Untuk itu, Komiet Tani Menggugat (KTM), mendesak kepada jaksa yang memegang perkara itu, agar melakukan upaya banding, karena hasil putusan dengan salinan itu, telah merugikan rakyat dan negara.

 "Kalau ini tidak dilakukan oleh jaksa, mafia tanah di Sumater Utara akan terus berkembang, sehingga rakyat kecil akan terus tertindas. Jadi, kami tegaskan ini untuk segera dituntaskan sampai ke akar - akarnya," tegas Saefal.

 Selain itu, lanjut pria berusia 52 tahun ini, Kejaksaan RI dan KPK, untuk mengusut tanah negara dikelola PTPN ‎yang telah dirampok oleh Tamin Sukardi. Misalnya, tanah negara di Kebun Sampali, Kebun Helvetia, Kebun Tunggoroni, tanah departemen kehutanan yang kini dibangun Simalem Resort.

 "Kita minta, penegak hukum dan negara jangan kalah dengan sosok Tamin Sukardi yang telah merampas tanah negara. Semoga kasus ini bisa membuka kejahatan mafia tanah yang ada di Sumatera Utara," sebut Saefal.

 Dalam kasus Tamin Sukardi, merupakan entry point terhadap mafia tanah lainnya. Karena, banyak lahan PTPN eks HGU diantaranya di Kebun Tanjung Morawa di kawasan Kuala Namu dan Kebun Kuala Bekala, ‎sudah berdiri perumahan dengan luas 300 hektar.

 Selain itu, Kebun Sampali telah ‎dimanipulasi areal desvestasi, untuk Kebun Marindal I dan Marindal II telah dikuasai dengan pemagaran. Itu semua, adalah konspirasi dari petinggi PTPN untuk mengalihkan kepada pihak ketiga tanpa dasar hukum.

 "Apabila ini terus dilakukan pembiaran, akan menjadi bom waktu konflik horizontal dan konflik vertikal. ‎Harapan kita, ini dapat diungkap oleh penegak hukum dan negara, jangan jadikan ini sebagai ajang bisnis dan kekayaan untuk oknum tertentu dengan merugikan rakyat dan negara‎," tegas Saefal. (Mu-1)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini