Polres Asahan nyatakan, hasil penyelidikan yang diawali dengan kegiatan Oprasi Tangkap Tangan (OTT) di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang (RSUD HAMS) Kisaran bukan tindak pidana melainkan kesalahan administrasi.
Hal itu dijelaskan Kapolres Asahan AKBP Kobul Syahrin Ritonga melalui Waka Polres Kompol B Panjaitan, Kamis (14/12/2017) sekira pukul 15.00 wib saat pres rilis. "Hasil penyelidikan yang dilakukan Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di RSUD HAMS Kisaran yang diawali dengan OTT di salah satu unit belum ada ditemukan unsur pidana," jelas Kompol B Panjaitan.
Hasil penyelidikan secara mendalam dan berdasarkan hasil gelar, perbuatan yang dilakukan oleh pihak RSUD HAMS Kisaran diduga merupakan pelanggaran administratif yakni tidak melaksanakan Peraturan Daerah (Perda) yang sudah berlaku.
Selanjutnya, Polres Asahan menyerahkan berkas penyelidikan yang telah dilakukan ke Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Kabupaten Asahan guna penanganan lebih lanjut, pungkas panjaitan.
Di tempat yang sama, Kanit Tipikor Iptu Rianto mengatakan, untuk membuktikan pihaknya sudah melakukan gelar bersama Tim Saber Pungli Asahan, Gelar di Bagian Wasidik Krimsus Poldasu, kemudian dilakukan ekspose di BPKP Sumut dan terakhir sudah meminta pendapat hukum dengan ahli hukum.
"Belum ada perbuatan pidana dan diduga melakukan kesalahan administrasi karena tidak menjalankan Perda yang sudah diberlakukan,” jelasnya.
Masyarakat Rugi Miliaran Rupiah
[cut]
Pemberitaan sebelumnya, Tim Tindak Pidana Korupsi Satreskrim Polres Asahan mengamankan kepala Rumah Sakit Umum Abdul Manan Simatupang Kota Kisaran beserta bendahara dan empat stafnya, Kamis (9/11/2017) sekira pukul 14.00 wib.
Kasatreskrim Polres Asahan AKP Bayu Putra Samara didampingi Kanit Tipikor Polres Asahan Iptu Rianto, SH mengatakan pengamanan keenam pejabat rumah sakit dilakukan karena pihak rumah sakit ketika unit Tipikor Polres Asahan melakukan penyelidikan tentang adanya pengutipan retribusi umum yang tidak sesuai dengan Peraturan daerah yang berlaku.
Dimana, seharusnya diberlakukan Perda Nomor 14 Tahun 2014 tentang Retribusi Jasa Umum akan tetapi pihak rumah sakit masih memberlakukan Perda Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Jasa Retribusi Umum yang sebagian isinya yaitu pembayaran pemeriksaan urin untuk empat item terhadap pasien yang ingin melakukan tes narkoba, menurut perda yang lama (perda nomor 12/2011) dikenakan biaya 250 ribu rupiah sedangkan Perda yang baru (14/2014) sebesar 150 ribu rupiah.
“Seharusnya pasien yang ingin memeriksa keempat item tersebut dikenakan biaya 150 ribu rupiah, namun ternyata dalam prakteknya selama 2015 hingga November 2017 dikutip 250 ribu rupiah dan juga terhadap retribusi lainnya,” kata Bayu waktu itu.
Dalam hal ini, Bayu menjelaskan, Unit Tipikor akan memproses kasus ini lebih lanjut, karena banyak masyarakat yang sudah dirugikan, dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini. “Lihatlah, seharusnya bayar lebih murah tapi pihak rumah sakit tetap menjalankan perda yang lama atau tidak berlaku lagi. Kan kasihan masyarakat,” Ucapnya.
Kanit Tipikor Polres Asahan, Iptu Rianto menambahkan, Dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, penyidik berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar 1.054.000 (satu juta lima puluh empat ribu rupiah) dan berikut berkas dan pembukuan keuangan pihak rumah sakit.
Keenam orang yang diamankan yaitu Kepala rumah sakit dr Edi Iskandar, Staf tata usaha Zubaidah, Bendahara Nurhazizah Tanjung, Kepala ruang instalasi Laboratorium Agus Hariyanto, Staf Kamar Kartu Yusnizar Nainggolan, dan Nurmala yang juga staf kamar kartu.
“Ya, semua yang diamankan berstatus PNS. Kita masih melakukan pemeriksaan. Dalam kurun waktu tiga tahun ini, masyarakat dirugikan ratusan juta bahkan mencapai miliaran rupiah,” ucap Rianto.
Mengenai status keenam yang diamanakan hingga saat ini masih dimintai keterangan, Namun kata Rianto, tidak menutup kemungkinan akan naik statusnya menjadi tersangka.(rial)



