[caption id="attachment_78321" align="aligncenter" width="1134"]
Guru-guru yang menuntut hak mereka ke Dinas P&P Langkat[/caption]
Korupsi di tubuh Dinas Pendidikan dan Pengajaran (P&P) Kabupaten Langkat cukup memprihatinkan. Setidaknya itulah yang tampak dari hasil investigasi redaksi pasca kisruh yang ditunjukkan para guru yang berusaha meminta haknya, berupa dana tunjangan sertifikasi mau pun tambahan penghasilan. Herannya, Polisi, Jaksa dan KPK seolah tak mampu mengendus.
Padahal jelas-jelas anggaran yang ditujukan kepada para guru ini sudah dicairkan dari pusat mulai tahun 2014, 2015, 2016. Lalu kemanakah dana itu mengalir? Untuk mengetahuinya, tim melakukan kunjungan ke sejumlah guru.
Ironinya, meski mereka menjadi korban kerakusan dari pejabat di Dinas P&P Langkat, hanya segelintir orang saja yang mau buka mulut kepada wartawan. Selebihnya, mereka bungkam dengan alasan takut. “Payah bang. Nanti kalau bicara kita sama wartawan, dipindahkan nanti jauh-jauh. Dipersulit urusan,” ujar para guru muda yang ditemui di beberapa sekolah SD di Kota Stabat, Langkat.
Begitu pun, redaksi masih beruntung lantaran mendapatkan beberapa guru yang mau berkat diperkenalkan dengan sumber media ini. Walau mau bicara, para guru ini sangat bermohon agar nama dan identitas mereka ditutupi demi kenyamanan bekerja.
“Sudah parah dinas ini bang. Banyak kali hak kami sebagai guru ditelan. Kami yang sudah sertifikasi 2015 dan 2016, rapel tak dikasih. Hilang entah kemana dibikin orang itu uangnya. Begitu juga dengan guru-guru yang non sertifikasi, ikut juga dihantam,” kata wanita berparas cantik itu.
Guru bercadar itu juga menyebutkan, beberapa hak mereka yang ditilep itu di antaranya ada tiga gelombang pengucuran. Mulai dari tambahan penghasilan bagi guru non sertifikasi, rapel tunjangan guru sertifikasi, serta dana sertifikasi.
Sumber juga menyebutkan, herannya, kasus itu sudah diangkat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan telah menjadi temuan. Namun, kenyataannya, perkara tersebut tak pernah ditindaklanjuti lewat proses hukum.
“Tapi memang, kata teman saya yang pejabat di Dinas P&P Langkat, petugas auditor BPK itu nggak pintar. Sampai-sampai bisa dibodohi sama orang dinas hanya dengan menunjukkan berkas-berkas saja, padahal pembayarannya rata-rata fiktif. Ya kalau memang benar begitu, pantas saja lah tak terangkat-angkat kasus-kasus korupsi di dinas ini,” katanya.
Sementara keterangan dihimpun dari sumber lain yang juga merupakan guru di Stabat, dia dan rekan-rekannya sesama pengajar tidakpernah mendapatkan penuh atas hak-hak tersebut. “Kami ini belum sertifikasi bang. Tapi kami harusnya dapat insentif juga sebesar Rp250 ribu per bulan,” kata wanita berkulit putih itu.
Tapi kenyataannya sejak tahun 2014, 2015 dan 2016, dana itu tidak cair secara penuh. Di 2014, katanya, dia dan kawan-kawannya sama sekali tidak ada mendapatkannya. Sedangkan tahun 2015, dicairkan, tetapi jumlahnya beragam. “Tidak semua guru dapat sama. Saya dapat dua bulan. Ada kawan dapat 4 bulan, bahkan di daerah Hinai katanya banyak guru yang tidak ada dicairkan sama sekali. Bingung kita,” kata wanita bertubuh langsing itu.
Lalu, tambah dia, karena guru-guru sudah tidak tahan dijolimi seperti ini, tahun 2016 mereka melakukan unjukrasa ramai-ramai. “Nah, gara-gara unjuk rasa yang dibikin sama kawan-kawan itu lah makanya pencairan tahun 2016 agak banyak. Saya dapat 10 bulan, dan rata-rata memang 10 bulan. Tapi begitu pun, coba abang cek ke guru yang di pelosok, banyak yang belum terima. Kalau pun terima, cuma satu atau dua bulan saja,” ujar guru SD ini.
Masih kata wanita berkulit kuning langsat ini, saat mereka mendapatkan dana tersebut, nilainya tidak genap. “Misalnya waktu penerimaan tambahan penghasilan untuk Agustus sampai dengan Oktober 2016 kemarin, nggak genap Rp250 ribu bang. Tapi kena potong lagi. Katanya sih untuk pajak. Aturannya kan Rp750 ribu untuk 3 bulan, tapi dipotong Rp37.500. Jadi sisanya yang kami terima cuma Rp712.500,” sebutnya.
Ketika diinformasikan bahwa dana itu sebenarnya sudah dicairkan secara penuh mulai tahun 2014, 2015 hingga 2016, para guru yang ditemui redaksi pun terheran-heran. “Lho, kata mereka cuma itu dana yang cair dari pusat. Wah, berarti habis betul kami dijolimi mereka ya,” kata para sumber yang menolak identitasnya dimediakan itu.
Sementara itu, Kadis P&P Langkat, Salam Syah Putera yang dikonfirmasi wartawan mengaku, dirinya tidak tahu soal dana yang mengalir di tahun-tahun sebelum dia menjabat. “Kalau mau jelasnya, ya konfirmasi saja mereka yang terdahulu. Yang jelasnya, kalau di masa saya menjabat, semuanya sudah beres, kok,” akunya.
Untuk memastikan kemana mengalirnya miliaran dana para guru itu, ikuti terus penelusuran redaksi.(bersambung...)
Korupsi di tubuh Dinas Pendidikan dan Pengajaran (P&P) Kabupaten Langkat cukup memprihatinkan. Setidaknya itulah yang tampak dari hasil investigasi redaksi pasca kisruh yang ditunjukkan para guru yang berusaha meminta haknya, berupa dana tunjangan sertifikasi mau pun tambahan penghasilan. Herannya, Polisi, Jaksa dan KPK seolah tak mampu mengendus.
Padahal jelas-jelas anggaran yang ditujukan kepada para guru ini sudah dicairkan dari pusat mulai tahun 2014, 2015, 2016. Lalu kemanakah dana itu mengalir? Untuk mengetahuinya, tim melakukan kunjungan ke sejumlah guru.
Ironinya, meski mereka menjadi korban kerakusan dari pejabat di Dinas P&P Langkat, hanya segelintir orang saja yang mau buka mulut kepada wartawan. Selebihnya, mereka bungkam dengan alasan takut. “Payah bang. Nanti kalau bicara kita sama wartawan, dipindahkan nanti jauh-jauh. Dipersulit urusan,” ujar para guru muda yang ditemui di beberapa sekolah SD di Kota Stabat, Langkat.
Begitu pun, redaksi masih beruntung lantaran mendapatkan beberapa guru yang mau berkat diperkenalkan dengan sumber media ini. Walau mau bicara, para guru ini sangat bermohon agar nama dan identitas mereka ditutupi demi kenyamanan bekerja.
“Sudah parah dinas ini bang. Banyak kali hak kami sebagai guru ditelan. Kami yang sudah sertifikasi 2015 dan 2016, rapel tak dikasih. Hilang entah kemana dibikin orang itu uangnya. Begitu juga dengan guru-guru yang non sertifikasi, ikut juga dihantam,” kata wanita berparas cantik itu.
Guru bercadar itu juga menyebutkan, beberapa hak mereka yang ditilep itu di antaranya ada tiga gelombang pengucuran. Mulai dari tambahan penghasilan bagi guru non sertifikasi, rapel tunjangan guru sertifikasi, serta dana sertifikasi.
Sumber juga menyebutkan, herannya, kasus itu sudah diangkat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan telah menjadi temuan. Namun, kenyataannya, perkara tersebut tak pernah ditindaklanjuti lewat proses hukum.
“Tapi memang, kata teman saya yang pejabat di Dinas P&P Langkat, petugas auditor BPK itu nggak pintar. Sampai-sampai bisa dibodohi sama orang dinas hanya dengan menunjukkan berkas-berkas saja, padahal pembayarannya rata-rata fiktif. Ya kalau memang benar begitu, pantas saja lah tak terangkat-angkat kasus-kasus korupsi di dinas ini,” katanya.
Sementara keterangan dihimpun dari sumber lain yang juga merupakan guru di Stabat, dia dan rekan-rekannya sesama pengajar tidakpernah mendapatkan penuh atas hak-hak tersebut. “Kami ini belum sertifikasi bang. Tapi kami harusnya dapat insentif juga sebesar Rp250 ribu per bulan,” kata wanita berkulit putih itu.
Tapi kenyataannya sejak tahun 2014, 2015 dan 2016, dana itu tidak cair secara penuh. Di 2014, katanya, dia dan kawan-kawannya sama sekali tidak ada mendapatkannya. Sedangkan tahun 2015, dicairkan, tetapi jumlahnya beragam. “Tidak semua guru dapat sama. Saya dapat dua bulan. Ada kawan dapat 4 bulan, bahkan di daerah Hinai katanya banyak guru yang tidak ada dicairkan sama sekali. Bingung kita,” kata wanita bertubuh langsing itu.
Lalu, tambah dia, karena guru-guru sudah tidak tahan dijolimi seperti ini, tahun 2016 mereka melakukan unjukrasa ramai-ramai. “Nah, gara-gara unjuk rasa yang dibikin sama kawan-kawan itu lah makanya pencairan tahun 2016 agak banyak. Saya dapat 10 bulan, dan rata-rata memang 10 bulan. Tapi begitu pun, coba abang cek ke guru yang di pelosok, banyak yang belum terima. Kalau pun terima, cuma satu atau dua bulan saja,” ujar guru SD ini.
Masih kata wanita berkulit kuning langsat ini, saat mereka mendapatkan dana tersebut, nilainya tidak genap. “Misalnya waktu penerimaan tambahan penghasilan untuk Agustus sampai dengan Oktober 2016 kemarin, nggak genap Rp250 ribu bang. Tapi kena potong lagi. Katanya sih untuk pajak. Aturannya kan Rp750 ribu untuk 3 bulan, tapi dipotong Rp37.500. Jadi sisanya yang kami terima cuma Rp712.500,” sebutnya.
Ketika diinformasikan bahwa dana itu sebenarnya sudah dicairkan secara penuh mulai tahun 2014, 2015 hingga 2016, para guru yang ditemui redaksi pun terheran-heran. “Lho, kata mereka cuma itu dana yang cair dari pusat. Wah, berarti habis betul kami dijolimi mereka ya,” kata para sumber yang menolak identitasnya dimediakan itu.
Sementara itu, Kadis P&P Langkat, Salam Syah Putera yang dikonfirmasi wartawan mengaku, dirinya tidak tahu soal dana yang mengalir di tahun-tahun sebelum dia menjabat. “Kalau mau jelasnya, ya konfirmasi saja mereka yang terdahulu. Yang jelasnya, kalau di masa saya menjabat, semuanya sudah beres, kok,” akunya.
Untuk memastikan kemana mengalirnya miliaran dana para guru itu, ikuti terus penelusuran redaksi.(bersambung...)
