Digidoy, Komik Strip dengan Bahasa Medan

Sebarkan:
[caption id="attachment_40719" align="alignleft" width="350"]digidoy komikus Arief Siregar (kiri) dan Dody Pratama, 'otak' di balik komik strip Digidoy.[/caption]

Akhir-akhir ini di beranda facebook sering nongol komik strip. Goresan kreatif dari para komikus itu tak jarang membuat kita senyum-senyum sendiri. Beberapa diantaranya berisi pesan moral yang dikemas secara gamblang.

Dan diantara komik strip yang mulai menjamur, Digidoy tentu sudah tidak asing lagi di kalangan fesbuker Medan. Dengan taglinenya, "Kita Semua Kedan" yang artinya "Kita Semua Sahabat" menjadikan Digidoy salah satu 'promotor' suasana Medan yang khas dengan 'bahasa' Medannya.

"Bahasa Medan, ya, bahasa Medan, bukan bahasa Batak, Melayu, atau lainnya. Bahasanya udah campur-campur, cuma orang Medan yang ngerti apa maksudnya," ujar komikus Digidoy Dody Pratama.

Jadi, tidak heran komik ini mempunyai kosakata ajaib yang tidak pernah didengar orang lain yang tinggal di luar Ibu Kota Sumatera Utara itu.

Menurut Dody, bahasa tersebutlah yang menjadi kekuatan dari komik Digidoy dibandingkan dengan komik strip yang lain.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa pergaulan masyarakat Medan, tetapi komik ini tidak jarang memuat bahasa-bahasa yang sudah jarang dipakai, bahkan di tengah masyarakat Medan sendiri, seperti "buka calak" (pertama yang melakukan sesuatu), "mentiko" (melawan), dan "kekeh" (ketawa).

Meski bahasa Medan sangat berbeda daripada bahasa lain, dia enggan untuk mengartikannya agar pembaca mengerti.

"Awalnya sempat ragu bisa diterima, tetapi aku pikir enggak usahlah diubah, kalau pembaca suka, mereka akan cari tahu sendiri artinya. Dengan begitu, mereka juga akan mengenal Medan," kata Dody.

Komik itu merupakan misinya untuk memperkenalkan Medan ke seluruh penjuru Indonesia karena isi media di Indonesia masih didominasi dari penggiat seni yang berada di Pulau Jawa.

Namun, dia menyayangkan minimnya masyarakat yang mau berkarya dalam dunia komik di Medan yang menjadi tanah kelahirannya.

"Sebenarnya, yang pandai buat komik di Medan banyak, tetapi enggak ada yang mau kalau diajakin," kata dia.

Diawali dengan rasa tersindir melihat komik-komik strip yang sedang jadi kegemaran masyarakat, Dody merasa dirinya mampu membuat hal yang serupa.
Kalau dilihat dari segi cerita, sebenarnya komik Digidoy tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan komik strip lain yang beredar di dunia maya, masih mengangkat tentang keseharian, mengangkat isu-isu terkini, dan sindiran satir. (Lebih Dekat dengan Karakter Digidoy)

[caption id="attachment_40720" align="alignleft" width="350"]digidoy komikus1 Salah satu komik Digidoy terbaru.[/caption]

Meski demikian, komik ini dapat menyentuh hampir semua lapisan masyarakat di Medan.

"Mungkin karena ceritanya, bahan ceritanya bisa berasal dari kehidupan sehari-hari, isu terhangat, ataupun anekdot lawas. Anekdot lawas itu yang membuat orang tua suka bacanya," kata dia.

Salah satu yang menarik dari komik Digidoy adalah segmen cerita, seperti "Kek Ginilah Medan", "Coki", dan "Dev".

Karakter-karakter yang dimuat di dalam komik ini pun melambangkan kemajemukan masyarakat Medan, terdiri atas Doy mahasiswa labil yang beretnis Melayu, Dev atau Developer adalah pedagang kaya asal tanah Minang, Coki adalah pengendara Becak Motor (salah satu angkutan umum khas Medan) yang berasal dari tanah Batak dan Digi merupakah makhluk luar angkasa yang jatuh di Medan.

"Digi itu kayak Doraemonnya Medanlah, dia jatuh ke Medan bukan tanpa alasan, dahulu diceritakan bapak si Digi ini pernah datang ke Medan, lalu sekarang giliran si Digi diutus, di situlah awal petualangan cerita komik ini dimulai," celoteh Dody.

Menurut dia, dengan adanya karakter Digi yang berbentuk telur berwarna biru membuat Digidoy gampang diterima pembaca perempuan.

"Si Digi ini yang imutnya," kata dia.

Alasan dia memilih karakter Digi yang anomali dengan bentuk telur bukanlah tanpa alasan, menurut dia orang Medan aneh, kata benda "lontong" dan "telur" bisa jadi umpatan.

"Apalah salah si Lontong dan si Telur ini, kalau awak (saya) bilang ke orang lain pasti mereka marah. Padahal, itu kan makanan. Maka dari itu, aku kepikiran buat karakter si Digi ini bentuknya telur, kan aneh kalau bentuknya lontong," kata Dody.

Digidoy pertama kali terbit pada bulan Februari 2014 di media sosial Facebook. Saat ini, komik tersebut telah terbit seminggu tiga kali dengan cerita yang berbeda.

Komik itu layaknya buku panduan wisata ke Medan, Doy dan teman-teman sering mengisi kegiatannya keliling kota Medan, seperti ke Padang Bulan, Mesjid Raya, dan makan makanan khas Medan, misalnya bubur pedas (yang ada di setiap Ramadan) dan kue bohong.

Mau baca Digidoy? Gabung di SINI. (ant)
Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar