Mantan Pinca Kisaran Mengaku ‘Kebobolan’, Hakim Tipikor Medan: Perkara Kesekian Kali, BRI Bobrok

Sebarkan:
Mantan Pinca BRI Kisaran James Sembiring (tengah) dan dua lainnya dihadirkan selaligus sebagai saksi di Pengadilan Tipokor Medan. (mol/tirom)

MEDAN | Giliran mantan Pimpinan Cabang (Pinca) BRI Kisaran James Sembiring dihadirkan tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Asahan dalam sidang lanjutan perkara korupsi beraroma kredit macet senilai Rp412.918.407, Senin (27/10/2025).

James Sembiring dan dua saksi lainnya, Helmi Wijayadi selaku Manajer Pemasaran dan Syarizal Lubis, sebagai Relationship Manager (RM) pengganti terdakwa, Dimas Nugraha dihadirkan sekaligus di Cakra 5 Pengadilan Tipikor Medan.

Bedanya, Dimas Nugraha dihadirkan langsung di ruang sidang. Sedangkan Budi Suriyanto, selaku debitur dan adiknya, Rozi Wahono disidangkan secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa) karena hingga kini berstatus daftar pencarian orang (DPO) Kejari Asahan.

Saat dicecar tim JPU dimotori Chandra Syahputra dan majelis hakim diketuai Muhammad Kasim, mantan Pinca James Sembiring mengaku ‘kecolongan’. 

Menurutnya, mekanisme pengajuan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK), terdakwa hanya bertugas melakukan kunjungan lapangan (on the spot) kemudian mengusulkan hasil analisanya kepada manajer pemasaran. Disetujui atau tidak, berada pada manajer pemasaran untuk nilai pengajuan di bawah Rp500 juta.

Sepengetahuannya, permohonan fasilitas KMK dari Budi Suriyanto, sesuai ketentuan internal. Dimas Nugraha ada melakukan kunjungan lapangan atau On The Spot (OtS) ke tempat usaha Budi Suriyanto. Sedangkan kunjungan kedua yang dilakukan bersama Helmi selaku Manajer Pemasaran adalah momen pemutusannya. 

Hakim ketua Muhammad Kasim pun spontan memberikan penilaian menohok atas keterangan James Sembiring menyatakan meskipun jaminan berupa Akta Jual Beli (AJB) belum dilampirkan di berkas dokumen permohonan fasilitas KMK, dan masih proses balik nama, namun dengan adanya covernote dari notaris hal tersebut masih dapat diterima dalam prosedur kredit

Bobrok

“Ini bukan perkara korupsi pertama atau kedua yang dilimpahkan ke pengadilan tipikor ini. Sudah kesekian kalinya. Tempo hari juga, Kami yang menyidangkan. Beberapa terdakwa dari BRI menyalurkan kredit terus uangnya diambil (ditarik lagi) lagi. Negara yang menutupi kerugian negaranya.

Saya langsung intinya. Manajemen BRI itu memang bobrok, pak. Apa hanya dengan covernote dari notaris bisa permohonan kredit dicairkan? Gak ada Hak Tanggungan (masih atas nama saksi Herlina Br Hutauruk),” cecar Muhammad Kasim didampingi hakim anggota Sontian Siahaan dan Gustap Marpaung.

Hal senada juga diungkapkan
saksi Helmi Wijayadi selaku Manajer Pemasaran BRI Kanca Kisaran, sekaligus pemutus permohonan kredit.

“Laporan dari staf secara berjenjang sepengetahuan kami sudah sesuai prosedur, namun belakangan diketahui bermasalah,” katanya.

Di bagian lain saksi menerangkan, pernah bertemu langsung dengan calon debitur Budi Suriyanto di lokasi usaha panglong bahan bangunan. Fasilitas KMK akan digunakan untuk penambahan stok bahan bangunan dan tidak diberikan kepada pihak lain.

Helmi menilai usaha Budi prospektif karena lokasi strategis sehingga pengajuan kredit layak diproses. Namun saksi juga mengakui belakangan diketahui ada beberapa dokumen belum lengkap dengan risiko kredit masih tergolong rendah. 

Sementara saksi Syarizal Lubis, RM pengganti terdakwa menerangkan, kredit awalnya lancar namun pembayaran sering terlambat sebelum akhirnya macet saat pandemi Covid-19. 

Ia menyebut saat menerima berkas lanjutan, sejumlah dokumen agunan belum lengkap seperti NIB belum efektif dan hak tanggungan belum terpasang, sementara covernote hanya menyatakan proses balik nama masih berjalan.

Akal-akalan’

Tim JPU dimotori Chandra Syahputra dalam dakwaan menguraikan, proses pengajuan fasilitas KMK diduga sarat dengan ‘akal-akalan’. Pada Mei 2019, terdakwa Dimas Nugraha dihubungi oleh Rozi Wahono (teman saat SMA) melalui aplikasi Facebook Messenger terkait rencana Rozi Wahono untuk menjalankan usaha jual beli mobil lelang dengan saksi Budi Suriyanto dan ingin mengajukan kredit untuk kebutuhan modal usaha.

Namun pada saat itu Rozi Wahono tidak dapat mengajukan kredit lagi disebabkan nama Rozi Wahono sudah masuk daftar hitam di bank tersebut. Maka, pinjaman akan diajukan atas nama abangnya, Budi Suriyanto. 

Selanjutnya, Rozi Wahono menemui terdakwa di KC Kisaran dan akan melakukan survei ke lokasi usaha Budi Suriyanto yaitu ‘Panglong Budi’ di Dusun IV, Desa Air Teluk Hessa, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan. Untuk meyakinkan kesanggupan pengembalian pinjaman, abang beradik itu menerangkan bahwa panglong tersebut beromzet Rp125 juta per bulan. 

“Padahal usaha panglong tersebut merupakan milik saksi Isbanunsyah yang merupakan orang tua dari saksi Budi Suriyanto,” kata JPU. 

Karena salah satu persyaratan pengajuan kredit yang disampaikan calon debitur harus menyiapkan agunan, maka selanjutnya Rozi Wahono menjumpai saksi Herlina Br Hutauruk (guru les privat bahasa inggris sewaktu Sekolah Dasar-red) sambil meyakinkan bahwa dirinya sudah sukses, memiliki rumah makan ayam geprek serta abangnya Budi Suriyanto memiliki usaha panglong.

Alhasil saksi bersedia meminjamkan Sertifikat Hak Milik (SHM) miliknya yang akan dijadikan sebagai agunan dalam bentuk pinjam nama. Namun tanah dan bangunan dalam sertifikat sepenuhnya tetap milik Herlina Br Hutauruk. Apabila kreditnya telah dicairkan, maka asli SHM dikembalikan.

Belakangan terungkap, permohonan fasilitas KMK calon debitur, Budi Suriyanto berdasarkan hasil pemeriksaan Kantor Akuntan Publik Ribka Aretha dan Rekan, terdapat 2 bundel akta jual beli dengan Nomor 36 tahun 2019 tanggal 23 Mei 2019 yang dibuat oleh notaris Indra Perdana Tanjung SH MKn (Almarhum), tidak sah.

Karena proses pembuatan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab dari 5 tanda tangan yang tertera di dalam AJB, tiga orang mengakui tidak pernah melakukan tanda tangan tersebut dan Surat Kematian suami saksi Herlina Br Hutauruk dipalsukan.

“Sehingga SHM Nomor: 366/Sintang tanggal 24 Juli 1995 yang menjadi agunan terhadap KMK tidak dapat diikat dengan Akta Pengikatan/Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Bahwa covernote tersebut hanya dijadikan sebagai formalitas agunan, seolah-olah agunan berupa SHM milik saksi Herlina Br Hutauruk sedang dalam proses balik nama kepada Budi Suriyanto.

Padahal tidak pernah terjadi proses balik nama di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Asahan karena terdapat ketidaklengkapan dokumen berupa tidak melampirkan Surat Keterangan Kematian dari suami Saksi Herlina Br Hutauruk yaitu DL Hutabarat dan Surat Keterangan Ahli Waris,” katanya. (TIROM)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini