![]() |
| Kelima saksi dihadirkan sekaligus JPU Kejari Dairi di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS) |
Dua jam lebih kelima saksi dicecar pertanyaan oleh majelis hakim, JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Dairi, tim penasihat hukum terdakwa Lilis Dian Prihatini selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tahun Anggaran (TA) 2020 maupun terdakwa rekanan, Chandler Hikman.
Para saksi yakni Leonardus Sihotang selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Dairi 2020-2021, Budianta Pinem selaku Inspektur juga Sekda (2022), Jhon Alexander Kasubag Keuangan serta dua lainnya dari Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Seven dan Basar.
Fakta menarik pertama, permohonan pembayaran pekerjaan kepada PT Chamar Medica Abadi (CMA) di mana terdakwa Chandler Hikman sebagai Direktur, tanggal mundur.
Bukti surat permohonan pembayaran pekerjaan yang diperlihatkan saksi Jhon Alexander di hadapan majelis hakim diketuai As’ad Rahim Lubis didampingi hakim anggota Dr Sarma Siregar dan Ibnu Kholik kemudian dikonfrontir kepada terdakwa Lilis Dian Prihatini, selaku PPK.
“Betul itu tanda tangan Saya Yang Mulia. Itu di tanggal 11 Desember 2020. Sedangkan Surat Permintaan Membayar (SPM) yang Saya tanda tangani, malam tanggal 31 Desember 2020.
Waktu itu ada yang datang ke rumah. Saya dijemput. Katanya, ini mendesak untuk ditandatangani,” kata Lilis Dian Prihatini.
Kedua, walau sudah menerima laporan banyak yang komplain karena 40 dari 70 unit bilik beberapa hari setelah menerima barang tersebut, persisnya di Oktober 2020 sudah pada rusak.
Namun saksi Leonardus Sihotang selaku Sekda dan Budianta Pinem selaku Inspektur tidak berani memerintahkan Kadis Kesehatan ketika itu, Ruspal
selaku Pengguna Anggaran (PA) menolak melakukan pembayaran pekerjaan kepada rekanan.
“Faktanya bilik banyak yang rusak. Gak sesuai spek di kontrak. Biar aja mereka (perusahaan rekanan) menggugat ke pengadilan. Ngapain takut kalian?” tegas hakim ketua As’ad Rahim Lubis.
![]() |
| Bukti surat pemohonan pembayaran pekerjaan belakangan terungkap tanggal mundur. (MOL/ROBERTS) |
Fakta menarik ketiga, kedua saksi menerangkan ada dilakukan audit reguler dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut atas proyek dimaksud, namun tidak didukung data autentik.
“Tidak ada dalam berkas Yang Mulia,” timpal JPU Ahmad Husein sembari menggelengkan kepala.
Terakhir, bukti surat di mana Bupati Dairi (Eddy Keleng Ate Berutu-red) menunjuk unsur staf sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yaitu Edison Antoni Damanik, dinilai cacat hukum.
“Itu menabrak aturan, pak. Seharusnya yang mengangkat KPA adalah kadisnya selaku PA,” cecar hakim anggota Ibnu Kholik, merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 telah diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Fakta-fakta persidangan katakanlah biliknya banyak yang rusak, tidak sesuai spek sebagaimana dituangkan dalam kontrak.
“Menjadi pertanyaan kemudian, pihak-pihak yang patut dimintai pertanggung- jawaban hukum dalam perkara ini. Apa cuma kedua terdakwa ini?” pungkasnya.
Dibayarkan
Dalam dakwaan Ahmad Husein menyebutkan, Dinkes Kabupaten Dairi TA 2020 mendapat alokasi dana Pengadaan Bilik Sterilisasi Covid-19 atau PDS yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Refocusing Tanggap Darurat Covid-19 dengan nilai kontrak sebesar Rp1.469.999.300.
Walau pekerjaan tidak sesuai spesifikasi sebagaimana dituangkan dalam kontrak, namun tetap dilakukan pembayaran seratus persen yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp592.050.000.
Keduanya dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)


