Wangi Semerbak Uang Negara di Bank Sumut (1)

Sebarkan:
Dokumen foto Kantor Pusat PT Bank Sumut Jalan Imam Bonjol Medan dan penahanan JCS, Pimpinan KCP Melati Medan (insert). (Dok.MOL/ROBERTS)
Catatan: Robert Siregar,
Redaktur Metro-Online

|| “Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara yang timbul akibat pelaksanaan hak dan kewajiban”. ** (UU Pemberantasan Tipikor)

Pusaran dugaan korupsi baru-baru ini menjerat JCS, Pimpinan PT Bank Sumatera Utara (Sumut) Kantor Cabang Pembantu (KCP) Melati Medan, kian menambah panjangnya catatan kelam di badan usaha kebanggan provinsi dikenal dengan keheterogenannya ini.

Suka atau tidak, prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya, terutama dalam penghimpunan dan penyaluran dana dikhawatirkan masih sebatas jargon. 

Bank bukan hanya berkutat pada barang yang dijadikan agunan baik itu properti (rumah, tanah), kendaraan (mobil, motor), surat berharga (deposito, obligasi), emas maupun kekayaan intelektual untuk mengantisipasi debitur gagal menunaikan kewajibannya. 

Tapi juga mampu menganalisis, apakah si calon debitur mampu melunasi utang pokok, bunga cicilan dan lainnya.

Namun faktanya, Prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition) yang menjadi format penilaian kolektibilitas dalam mementukan kelayakan pemberian kredit kepada debitur, diutak-atik sedemikian rupa. 

|| “Keuangan negara termasuk kekayaan negara / daerah yang dikelola sendiri ataupun oleh pihak lain. Keuangan negara juga melingkupi kekayaan pihak lain dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah”. ** (UU Nomor 17 Tahun 2003)

‘Kong kali kong’ antara kreditur dan debitur berujung kredit macet mengakibatkan kerugian keuangan negara tak sedikit.

Pejabat aktif, mantan maupun staf dan pegawai di Kantor Pusat PT Bank Sumut hingga Kantor Cabang/Pembantu silih berganti menjadi ‘pesakitan’ di Pengadilan Tipikor Medan. Lagi dan lagi keuangan negara dikeruk.

Sedemikian rapuhnyakah benteng pengawasan di Bank Sumut? Padahal di situ ada Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang bertugas melakukan verifikasi transaksi harian, review dokumen dan seterusnya. 

Dari catatan penulis, sejak tahun 2013 hingga Agustus 2025, sebanyak 14 mantan pejabat dan staf maupun pegawai di Bank Sumut ‘disekolahkan’ di Rumah Tahanan Negara (Rutan) maupun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Medan maupun Lapas Perempuan karena terjerat perkara korupsi. Sulit diterima akal sehat bila penyebabnya adalah kelalaian.

Praktik ‘kong kali kong’ antara pejabat, staf PT Bank Sumut selaku kreditur dengan debitur sebagaimana terungkap di persidangan, merupakan pintu masuk menuju bilik remang-remang. 

Bilik yang mengeluarkan aroma wangi semerbak, siap memanjakan indera penciuman mereka yang bermental korup. Bagaimana caranya agar keuangan negara di Bank Sumut bisa dinikmati. Ingin cepat kaya. Menghalalkan segala cara. Nilai agunan dimarkup dan seterusnya. Miris.

|| “Selama masih ada niat jahat, praktik-praktik korupsi sangat rawan di dunia perbankan.” **(Gunawan Benjamin MM, Ekonom UISU) 

Beda di pemilihan kata. Sebagai akademisi, Gunawan Benjamin MM dengan bahasa lebih soft dalam suatu kesempatan Juni 2024 lalu berpendapat, selama masih ada niat jahat, praktik-praktik korupsi sangat rawan di dunia perbankan. 

Artinya, niat jahat (mens rea) tak jauh dari mental pejabat, staf maupun pegawai yang korup. Mental korup merujuk pada kondisi pikiran, motif dan kehendak seseorang yang condong pada tindakan mengambil keuntungan secara tidak sah atau merugikan pihak lain, dalam hal ini keuangan negara.

Ekonom asal Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu pun hanya bisa memberikan emoticon ketawa atas pertanyaanku sedikit liar dan binal. 

Jangan-jangan tertanam image, mendingan korupsi miliaran rupiah sekalipun harus mendekam di balik jeruji besi selama 1,5 tahun, 5 atau 6,5 tahun? 

Kerja keras selama 30 tahun misalnya, belum tentu bisa mengumpulkan pundi-pundi kekayaan hingga miliaran rupiah. Toh di dalam penjara juga bisa makan, minum dan tidur.

Kontroversi

Tak amannya keuangan negara juga terjadi di internal PT Bank Sumut. Rini Rafika Sari nota bene hanya seorang staf Publick Relation (PR) atau Kehumasan dijadikan terdakwa tunggal korupsi mencapai Rp6 miliar lebih.

Perkara korupsi terbilang kontroversi. Bagaimana bisa bank plat merah tersebut kebobolan selama 5 tahun berturut-turut sejak 2019 oleh seorang staf? 
(*/Bersambung)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini