![]() |
| Giliran Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, saksi berkas terpisah (splitsing) perkara narkotika Rahmadi dihadirkan di PN Tanjungbalai. (MOL/RS) |
Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, saksi berkas terpisah (splitsing) yang dihadirkan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai, Rabu (3/9/2025) justru membantah isi berita acara pemeriksaan (BAP) untuk menjerat Rahmadi.
"Kami dipaksa menandatanganinya (BAP)," ujar Andre dan Lombek hampir bersamaan di hadapan majelis hakim diketuai Karolina Selfia Sitepu.
Andre dalam keterangannya mengaku diperintah seseorang bernama Ismail untuk menjemput 70 Gram sabu dengan janji mendapat upah.
Namun, ia lebih dulu ditangkap polisi yang berboncengan dengan Ismail. Ia juga menuding sabu seberat 10 Gram yang ditemukan di mobil Rahmadi merupakan miliknya. "Itu yang dipakai untuk menjerat Rahmadi," tegas Andre.
Lombek menguatkan pernyataan tersebut. Ia menegaskan tidak mengenal Rahmadi serta membantah keterangan jaksa mengenai hubungannya dengan Amri alias Nunung.
Keduanya juga menyebut pernah mengalami perlakuan kasar saat pemeriksaan.
Bahkan, ia, Andre dan Rahmadi sebelum sampai di Polda Sumut, mereka dibawa ke salah satu rumah dalam keadaan mata dilakban.
Usai persidangan, Thomas Tarigan selaku tim penasihat hukum (PH) Rahmadi menduga adanya pelanggaran lain, yakni hilangnya uang Rp11,2 juta dari rekening m-banking kliennya setelah telepon genggamnya disita penyidik Subdit III, Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara (Sumut).
"Selain itu, dokumen penyitaan ponsel dan laporan digital forensik juga tidak pernah diperlihatkan di persidangan klien kami," ujar Thomas.
Thomas bersama dua rekannya, Suhandri Umar Tarigan dan Ronald Siahaan menegaskan, kesaksian tersebut krusial untuk menguji kejanggalan dalam proses penangkapan yang dilakukan Kompol Dedi Kurniawan (DK) dan timnya.
Sementara dalam perkara Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek beberapa pekan lalu, keduanya spontan membantah surat dakwaan JPU. Sebab barang bukti sabu yang disita penyidik dari mereka seberat 70 Gram. Bukan 60 Gram.
Demikian halnya fakta mencengangkan terungkap pada persidangan Rahmadi sebelumnya, dua anggota Ditresnarkoba Polda Sumut juga memberikan keterangan yang berbeda mengenai lokasi penemuan barang bukti.
Bripka Toga M Parhusip menyebut sabu ditemukan di bawah jok depan mobil Rahmadi, sementara rekannya, Gunarto Sinaga, menyatakan barang tersebut berada di bawah kursi pengemudi.
Kemudian rekaman CCTV toko yang sempat beredar di media sosial memperlihatkan Rahmadi ditarik paksa oleh sejumlah pria berpakaian preman.
Ia tampak tidak melawan, tetapi diduga mengalami kekerasan fisik. Menurut Thomas, salah satu saksi akan menerangkan bahwa mobil Rahmadi baru bergerak sekitar satu jam setelah penangkapan berlangsung.
Sementara Kompol DK melalui kuasa hukumnya, Hans Silalahi, beberapa pekan lalu membantah tuduhan pelanggaran prosedur.
Ia menegaskan penangkapan telah dilakukan sesuai standar operasional prosedur. Namun, pernyataan berbeda muncul dari Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Ferry Walintukan.
Kepada wartawan, Ferry menyebut tindakan Kompol Dedi 'berlebihan', meski tidak menyebut adanya pelanggaran hukum.
"Penangkapan itu sah secara hukum, namun ada ekses di lapangan yang tidak bisa kami pungkiri," katanya.
Tim PH Rahmadi berharap kehadiran dua saksi kunci dalam sidang berikutnya dapat membuka tabir kasus yang mereka nilai sarat dengan kejanggalan hukum serta etika penegakan hukum. (ROBS)

