Istri Rahmadi Beberkan Jejak Rp11,2 Juta Berpindah ke Rekening Wanitia Berinisial RP

Sebarkan:
Marlini Nasution didampingi kuasa hukumnya, Thomas Tarigan seusai memberikan kèterangan di hadapan penyidik Ditreskrimum Polda Sumut. (MOL/RS)
MEDAN | Marlini Nasution, warga Kota Tanjungbalai membeberkan kronologi raibnya Rp11,2 juta dari rekening suaminya, Rahmadi kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara (Sumut), Kamis (4/9/2025).

Pantauan awak media, pelapor memenuhi undangan penyidik didampingi tim kuasa hukumnya, Ronald Siahaan, Suhandri Umar Tarigan dan Thomas Tarigan.

Ia dimintai keterangan terkait laporan dugaan pencurian uang oleh oknum Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumut yang dilayangkan ke SPKT pada 22 Agustus lalu.

"Klien kami dimintai sekitar 25 pertanyaan seputar hilangnya Rp11,2 juta dari rekening BRI Rahmadi," kata Thomas Tarigan.

Persoalan bermula ketika Rahmadi ditangkap personel Ditresnarkoba pada 3 Maret 2025. Saat itu, penyidik menyita telepon genggam Rahmadi tanpa surat penyitaan maupun bukti digital forensik. 

Seminggu kemudian, pada 10 Maret, Rahmadi dipaksa membuka akses M-Banking di ponsel itu.

"Karena di bawah tekanan dan sempat dianiaya, klien kami terpaksa menyerahkan PIN M-Banking kepada salah satu personel berinisial IVTG," ujar Thomas.

Dari balik Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjungbalai, Rahmadi lalu meminta istrinya mengecek rekening. 

Hasil cetakan rekening koran BRI menunjukkan dana Rp11,2 juta berpindah ke rekening BCA seorang wanita berinisial RP. 

"Itulah yang menjadi dasar laporan ke SPKT Polda Sumut," kata Thomas.

Kuasa hukum menilai penyitaan telepon tanpa prosedur membuka ruang adanya penyalahgunaan kewenangan oknum di Ditresnarkoba Polda Sumut. Uang Rp11,2 juta raib setelah ponsel tidak lagi berada di tangan klien mereka, Rahmadi.

"Uang Rp11,2 juta itu bukan disita. Itu ditransfer secara ilegal setelah klien kami dipaksa membuka akses M-Banking. Murni pencurian berkedok kewenangan," ujar Umar Tarigan. 

Ia menegaskan tak ada berita acara penyitaan maupun surat perintah yang sah. 

Tim kuasa hukum pelapor kini menyiapkan laporan tambahan ke Divisi Propam Polri dan Kompolnas. 

"Kami mendesak Polda Sumut tidak melindungi anggotanya yang menyalahgunakan jabatan.

Ini bukan sekadar soal uang yang hilang. Ini soal bagaimana hukum dipakai untuk menekan warga biasa," pungkasnya.

Kejanggalan

Thomas Tarigan dan kawan-kawan (dkk) sejak awal yakni di tahap penyidikan hingga perkara narkotika yang menjerat klien mereka, Rahmadi berproses di PN Tanjungbalai menduga kuat sarat dengan kejanggalan dan tindakan kriminalisasi. 

Suhandri Umar Tarigan sempat memutar rekaman CCTV yang memperlihatkan Rahmadi dianiaya oleh Victor Topan Ginting bersama atasannya saat itu, Kompol Dedi Kurniawan (DK). 

Victor membantah, dengan alasan Rahmadi melakukan perlawanan. Ia juga menyangkal pernah meminta PIN M-Banking.


Dokumen foto Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, saksi berkas terpisah dalam perkara narkotika Rahmadi di PN Tanjungbalai. (MOL/RS)

Perkara Rahmadi sejak awal penuh tanda tanya. Mulai dari dugaan rekayasa barang bukti sabu 10 Gram hingga praktik kekerasan aparat. 

Pada sidang lanjutan, Rabu (3/9/2025) Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, saksi berkas terpisah (splitsing) yang dihadirkan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai, justru membantah isi berita acara pemeriksaan (BAP) untuk menjerat Rahmadi.

"Kami dipaksa menandatanganinya (BAP)," ujar Andre dan Lombek hampir bersamaan di hadapan majelis hakim diketuai Karolina Selfia Sitepu.

Andre dalam keterangannya mengaku diperintah seseorang bernama Ismail untuk menjemput 70 Gram sabu dengan janji mendapat upah. 

Namun, ia lebih dulu ditangkap polisi yang berboncengan dengan Ismail. Ia juga menuding sabu seberat 10 Gram yang ditemukan di mobil Rahmadi merupakan miliknya. "Itu yang dipakai untuk menjerat Rahmadi," tegas Andre. (ROBS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini