BREAKING NEWS!! Pimpinan Bank Sumut KCP Melati jadi ‘Pesakitan’ di Pengadilan Tipikor Medan

Sebarkan:
Pelaksana Pimpinan PT Bank Sumut KCP Melati Medan Johanes Catur Surbakti (JCS) selaku kreditur jadi 'pesakitan' di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Pelaksana Pimpinan PT Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu (KCP) Melati Medan Johanes Catur Surbakti (JCS) selaku kreditur, Senin (22/9/2025) jadi ‘pesakitan’ di Ruang Kartika Pengadilan Tipikor Medan.

Warga Jalan Pasundan, Kelurahan Sei Putih Timur II, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan itu didakwa melakukan korupsi beraroma kredit macet bersama debitur, Heri Ariandi (berkas penuntutan terpisah) mencapai Rp1.234.518.489.

Tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menguraikan, Jum’at (11/1/2013) Heri Ariandi menemui JCS membicarakan pengajuan permohonan fasilitas Kredit Perumahan Rakyat (KPR) sebesar Rp2 miliar. Namun yang terealisasi sebesar Rp1,8 miliar.

“Untuk pembiayaan pembelian satu unit Rumah Kos di Jalan SM Raja XII Gang Keluarga, Kelurahan Kota Matsum III, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan dengan SHM Nomor 1329. Padahal kesepakatan sebelumnya antara Heri Ariandi dengan saksi Silvina dan Adriyus, selaku pemilik bahwa nilai jual beli rumah dimaksud hanyalah sebesar Rp900 juta,” kata Tony didampingi Agustini.

Keesokan harinya, terdakwa JCS bersama saksi Zulfan D Nasution, selaku Pelaksana Kasi Kredit serta Heri Ariandi melaksanakan taksasi penilaian rumah kos di Jalan SM Raja XII tersebut.

Padahal ketika itu terdakwa debitur sama sekali belum mengajukan surat permohon- an fasilitas kredit secara tertulis kepada PT Bank Sumut KCP Melati Medan. 

Hasil pelaksanaan taksasi lapangan, nilai rumah kos tersebut hanya berkisar antara Rp800 juta hingga
Rp1,2 miliar. Namun ‘di balik layar’, kedua terdakwa sepakat plafon fasilitas KPR sebesar Rp1,8 miliar.

Padahal saksi Zulfan D Nasution telah melaporkan bahwa kemampuan bayar saksi Heri Ariandi, selaku calon debitur tidak diketahui serta tidak dapat diverifikasi dan divalidasi tentang kebenaran sumber penghasilan usaha maupun sumber penghasilannya per bulan.

Namun JCS mendesak dan memerintahkan agar saksi Zulfan D Nasution segera membuat Laporan Taksasi Agunan dan Analisa Permohonan Kredit yang sesuai dengan plafon KPR sebesar Rp1,8 miliar.

Zulfan D Nasution pun membuat Daftar Laporan Penilaian Taksasi Agunan tertanggal 18 Januari 2013 dan Analisa Permohonan Kredit KPR Bank Sumut No.011/KC26-KCPO65/KPR2013 tanggal 23 Januari 2013, hanya berdasarkan berkas permohonan kredit KPR yang disampaikan Heri Ariandi.


Terdakwa Heri Ariandi, selaku debitur berujung kredit macet. (MOL/ROBERTS)

“Seolah telah sesuai dengan apa yang ditentukan pada Surat Keputusan Direktur PT Bank Sumut Nomor 251 tanggal 5 September 2011 tentang KPR Sumut Sejahtera,” kata JPU.

Di antaranya menerangkan bahwa nilai objek agunan seolah-olah adalah sebesar Rp2,6 miliar, padahal tidak sesuai dengan data awal dan fakta yang sebenarnya, profil diri Heri Ariandi selaku pemohon KPR adalah lengkap dan tidak diragukan serta dapat diberikan plafon kredit KPR sebesar Rp1,8 miliar.

Saksi kemudian menyerahkan Daftar Laporan Penilaian Taksasi Agunan dan Analisa Permohonan Kredit dimaksud kepada terdakwa JCS, tanpa menandatanganinya.

Temuan

Kekhawatiran saksi selaku Pelaksana Kasi Kredit belakangan terjawab. Permohonan kreditnya ‘diakal-akali’. Bukan hanya aset yang diagunkan terdakwa debitur berbau markup, Heri Ariandi juga tak mampu memenuhi kewajibannya berujung pada kredit macet.

Dari 120 bulan jangka waktu kredit sebagaimana ditetapkan pada Surat Perjanjian KPR tertanggal 25 Januari 2013, Heri Ariandi hanya 5 kali melakukan pembayaran cicilan kreditnya serta tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikannya, hingga per 31 Desember 2015.

Dengan rincian, sisa tunggakan pokok kredit sebesar Rp1.620.021.746 plus tunggakan bunga sebesar Rp399.056.743. Akibat perbuatan kedua terdakwa, berdasarkan Laporan Akuntan Independen dari Kantor Akuntan Publik Ribka Aretha dan Rekan, keuangan negara dirugikan mencapai Rp1.234.518.489.

Keduanya dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b dengan UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 

Hakim ketua As’ad Rahim Lubis didampingi hakim anggota Elyurita dan Rurita Ningrum pun melanjutkan persidangan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi karena terdakwa melalui tim penasihat hukumnya tidak mengajukan nota keberatan atas dakwaan JPU (eksepsi). (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini