BB Sabunya Kontroversi, PH Segera Laporkan JPU yang Menuntut Rahmadi 9 Tahun

Sebarkan:

Terdakwa Rahmadi saat mendengarkan surat tuntutan dari JPU Kejari Tanjungbalai. (MOL/RS)
TANJUNGBALAI | Tuntutan 9 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Rahmadi, 34, terdakwa perkara narkotika jenis sabu seberat 10 gram dalam sidang lanjutan di PN Tanjungbalai, Selasa (23/9/2025) dituding tak punya nurani.


“Tuntutan saudara JPU kami nilai kehilangan nurani lantaran mengabaikan serentetan kejanggalan sebagaimana fakta-fakta terungkap di persidangan.


Sejak awal, perkara Rahmadi sarat tanda tanya. Barang bukti sabu seberat 10 gram yang menyeretnya disebut bukan miliknya, melainkan milik tersangka lain, Andre, yang ditangkap hampir bersamaan. Itu kemudian dipakai menjerat klien kami," ujar Thomas Tarigan, penasihat hukum (PH) Rahmadi usai sidang.


Ditambah fakta terungkap pada persidangan sebelumnya, perbedaan keterangan saksi polisi soal penemuan barang bukti. Bripka Toga M Parhusip dan Gunarto Sinaga, memberikan keterangan berbeda dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, 14 Agustus 2025.


Toga menyebut sabu ditemukan di bawah jok depan mobil Rahmadi. Sementara Gunarto menegaskan barang itu ada di bawah kursi pengemudi. Perbedaan yang mencolok ini sempat mendapat sorotan dari majelis hakim.


Setahu bagaimana JPU dalam surat tuntutannya menyebut para personel Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut itu menemukan 10 gram sabu dengan narasi yang membingungkan, yakni dari bawah kursi supir penumpang. 


"Sejatinya, mencari kebenaran materil itu harus ditempuh dengan pemeriksaan sidik jari di barang bukti. Klien kami bahkan meminta sidik jarinya dicocokkan, tapi sama sekali tak dilakukan," ujar Thomas.


Masalah tak berhenti di situ. Telepon seluler Rahmadi disita polisi tanpa pernah ditindaklanjuti dengan laporan digital forensik. Sejak awal tim PH Rahmadi khawatir penyitaan itu akan merugikan kliennya dan memang terjadi.


"Rp11,2 juta lenyap dari rekening M-Banking saat klien kami tak bisa mengakses ponselnya (ditahan)," kata Thomas.


Perkara terbilang kontroversial tersebut pun kian menguat dikarenakan mobil tempat sabu ditemukan, lebih dulu berada dalam penguasaan polisi dari Ditresnarkoba Polda Sumut. 


"Namun jaksa tetap menuntut 9 tahun penjara. Ini menandakan jaksa kehilangan hati nurani dengan menghukum orang atas perbuatan yang tak pernah dilakukannya," tegas Thomas.


Laporkan


Kepada awak media tim PH memastikan segera melaporkan tim JPU pada kejari Tanjungbalai tersebut ke Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan, sembari menekankan bahwa sejumlah kejanggalan juga telah masuk laporan resmi ke SPKT Polda Sumut dan Bidpropam. “Menunggu gelar perkara di Ditreskrimum Polda Sumut. 


Kami meminta agar dalam memutus perkara a quo, majelis hakim dapat bersikap objektif, adil dan bijaksana dalam menilai keterangan saksi-saksi dan bukti surat yang diajukan oleh kami selaku penasehat hukum Rahmadi," pinta Thomas.


‘Berkaca-kaca’


Sementara dari arena persidangan, terdakwa Rahmadi tak kuasa menahan emosi. "Izin Yang Mulia, saya keberatan,” ucapnya dengan kedua bola mata ‘berkaca-kaca’.


Ketua Majelis Hakim Karolina Selfia Sitepu merespons singkat. "Nanti tulis semua keberatanmu dalam pledoi pada 7 Oktober 2025," ujarnya sambil mengetuk palu.


Bagi keluarga Rahmadi, tuntutan ini adalah tamparan keras. Mereka berulang kali menyebut kasus ini penuh rekayasa. Mulai dari uang raib, barang bukti dipertukarkan, hingga dugaan penganiayaan.


"Kalau hukum bisa direkayasa begini, siapa pun bisa jadi korban," kata kakak kandung Rahmadi.


Karena itu, pihak keluarga mendesak Kapolri turun tangan mengusut dugaan rekayasa kasus Rahmadi ini. 


Sejak awal penangkapan, tanda-tanda kejanggalan sudah muncul. Rekaman CCTV dari sebuah toko pakaian pada 3 Maret 2025 memperlihatkan tubuh Rahmadi dipiting, diinjak, dan dihantam gagang pistol oleh aparat yang dipimpin Kanit 1 Ditresnarkoba Polda Sumut, Kompol Dedi Kurniawan (DK). (ROBS/RS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini