![]() |
| Papan tulis interaktif di salah satu sekolah SMP Negeri Tebingtinggi. (Moi/Sdy) |
TEBINGTINGGI | Pengadaan Papan Tulis Interaktif (PTI) pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tebingtinggi menjadi sorotan dan dipertanyakan sejumlah pihak dan pegiat anti korupsi di Kota Tebingtinggi.
Pasalnya, kegiatan yang dilaksanakan pada akhir Tahun Anggaran (TA) 2024 ini dibayarkan pada bulan Januari 2025 melalui APBD TA 2025. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan dana Biaya Tak Terduga (BTT) 2025.
Dalam kegiatan ini, terdapat adanya Laporan Hasil Reviu APIP Nomor 700.04/2/R/ITKO/2025 tanggal 10 Januari 2025 atas belanja yang melampaui TA 2024 di Pemko Tebingtinggi.
Pejabat Inspektorat Pemko Tebingtinggi selaku APIP, Riza, membenarkan adanya surat tersebut.
"Iya benar bang, surat laporan reviu APIP tanggal 10 Januari 2025 itu diberikan oleh Inspektorat atas permintaan Pj Wali Kota (Moettaqien)," ujar Riza, Senin (4/8/2025).
Riza mengaku pihaknya mengetahui kegiatan pengadaan itu telah dilaksanakan pada November 2024 dan pembayaran kepada pihak ketiga (rekanan) dilakukan pada Januari 2025.
"Dalam surat tersebut, APIP tidak mengetahui dari mana sumber dana untuk pembayaran kepada pihak ketiga, seperti pergeseran Belanja Tidak Terduga (BTT) atau sumber dana lainnya," katanya.
Dalam surat tanggal 31 Januari 2025 perihal Pemberitahuan Perubahan Atas Perwa Nomor 36 Tahun 2024 Tentang Penjabaran APBD TA 2025 yang ditujukan kepada Ketua DPRD Tebingtinggi dan ditandatangani Pj Wali Kota Moettaqien Hasrimi, menyebutkan, Pemko Tebingtinggi telah melakukan pergeseran BTT untuk pembayaran kewajiban oleh Pemko Tebingtinggi dalam hal Dinas Pendidikan terhadap hasil pekerjaan pihak ketiga (rekanan) pada tahun 2024 sebesar Rp 14.275.500.000 berupa pembayaran pengadaan PTI untuk SMP Negeri.
Berkenaan dengan hal tersebut, Pemko Tebingtinggi memandang perlu untuk melakukan perubahan atas Perwa Nomor 36 Tahun 2024 tentang Penjabaran APBD Kota Tebingtinggi TA 2025 dan telah ditetapkan dengan Perwakilan Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan Perwa Nomor 36 Tahun 2024 tentang Penjabaran APBD Kota Tebingtinggi TA 2025 tanggal 13 Januari 2025.
Untuk selanjutnya akan dicantumkan pada Perubahan APBD TA 2025 dan/atau pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) jika tidak melakukan perubahan APBD.
Rangkaian perubahan tersebut menimbulkan dugaan manipulasi anggaran dalam skema pengadaan PTI di Kota Tebingtinggi.
Dalam pandangan akhir fraksi yang dibacakan resmi pada Rapat Paripurna DPRD Kota Tebingtinggi dalam rangka pengambilan keputusan terkait Ranperda Perubahan APBD 2025, pada Selasa (22/7/2025) lalu, Fraksi PDIP DPRD Kota Tebingtinggi menyatakan menolak pengesahan anggaran PTI dalam Perubahan APBD (P-APBD) Tahun 2025.
"Dalam pemahaman kami, pengadaan Papan Tulis Interaktif bukan merupakan kebutuhan darurat dan mendesak. Maka dari itu kami menolak untuk dicantumkan dalam anggaran Perubahan APBD 2025," ujar Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD Tebingtinggi, Hiras Gumanti.
Aroma pengadaan PTI senilai Rp 14,2 miliar untuk 10 SMP Negeri di Kota Tebingtinggi diduga kuat bermasalah secara prosedural terlihat dari sejumlah indikasi manipulasi administrasi demi melegalkan pencairan dana.
Barang dalam proyek telah disalurkan ke sekolah-sekolah sejak November 2024, padahal proyek tidak tercantum dalam dokumen APBD TA 2024, baik induk maupun perubahan.
Sementara pembayaran kepada rekanan baru dilakukan awal 2025 dengan menggunakan dana Belanja Tak Terduga (BTT), Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA), dan sejumlah pos lain yang digabungkan dalam satu paket.
Sebelumnya, DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Tebingtinggi menyoroti penggunaan anggaran BTT pada P-APBD Tahun 2024 yang realisasinya dilakukan pada tahun 2025 untuk pengadaan PTI.
Ketua DPC GMNI Kota Tebingtinggi, Rio Samuel, menyampaikan bahwa penggunaan dana BTT harus dilakukan secara etis, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terutama karena BTT dirancang untuk keadaan darurat dan luar biasa, bukan untuk kebutuhan yang dapat direncanakan dalam siklus anggaran biasa.
"Kami melihat adanya kejanggalan dalam penggunaan anggaran BTT untuk pengadaan PTI. Apakah ini benar-benar masuk dalam kategori darurat atau hanya akal-akalan untuk menghindari proses perencanaan yang wajar dan terbuka?" ujar Rio.
Senada, Ketua Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) Tebingtinggi, J. Medianda menyampaikan bahwa penggunaan dana BTT seharusnya mengacu pada asas kedaruratan dan kepentingan yang bersifat mendesak, bukan kebutuhan rutin atau pengadaan sarana pendidikan yang bisa direncanakan dalam anggaran reguler.
"BTT itu diperuntukkan bagi keadaan darurat, bukan untuk pengadaan fasilitas seperti papan tulis interaktif. Kami khawatir terjadi penyalahgunaan alokasi yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip tata kelola anggaran yang baik," ujar Julmed, panggilan akrab Ketua HIMMAH Tebingtinggi dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Sementara, Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Abdul Aziz juga menekankan bahwa etika penggunaan BTT harus dipahami dengan benar oleh seluruh pemangku kebijakan.
Dia menjelaskan, dalam kasus bencana alam seperti banjir, BTT semestinya digunakan untuk keperluan evakuasi, distribusi bantuan logistik, hingga perbaikan infrastruktur darurat.
Dalam kejadian luar biasa, seperti wabah penyakit, BTT dapat dialokasikan untuk penyediaan alat kesehatan, vaksin, dan kebutuhan medis lainnya.
"Kalau bukan dalam konteks kedaruratan, maka patut dipertanyakan motif penggunaannya. Jangan sampai BTT dijadikan jalur belakang untuk menghindari mekanisme perencanaan yang transparan," ujar Abdul Aziz.
Atas dasar itu, HIMMAH dan IMM Tebingtinggi mendesak DPRD Kota Tebingtinggi dan Inspektorat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penganggaran dan pembelanjaan BTT tersebut. (Sdy/Sdy)

