Ahmad Sahroni Minta Polda Sumut Serius Sidik Dugaan Kriminalisasi terhadap Rahmad

Sebarkan:
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni (kanan) saat menjawab pertanyaan awak media. (MOL/ROB)
MEDAN | Maraknya pemberitaan seputar dugaan kriminalisasi oknum petugas pada Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara (Sumut) terhadap Rahmadi, warga Kota Tanjungbalai, menjadi perhatian tim Komisi III DPR RI.

Di sela Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Mapolda Sumut, Jumat sore (22/8/2025) Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan, tindakan kekerasan terhadap warga, sebagaimana dialami Rahmadi tidak bisa dibenarkan dan patut diselidiki (disidik) secara serius.

"Tindakan penganiayaan tidak bisa dilepaskan dari rangkaian proses penegakan hukum. Itu perlu dipertanyakan dan harus ada pertanggungjawaban," ujar Sahroni. 

Politisi Partai NasDem itu juga mendesak agar internal kepolisian tidak menutup mata terhadap potensi pelanggaran etik maupun pidana yang dilakukan anggotanya.

Secara terpisah, Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan mangaku tidak menampik adanya tindakan di luar prosedur dalam proses penangkapan Rahmadi. 

Ia menyebut tindakan yang dilakukan oleh Kompol Dedi Kurniawan (DK) yang memimpin penangkapan, tergolong berlebihan.

"Penangkapan yang dilakukan memang tidak menyalahi prosedur hukum. Tapi tindakan Kompol DK saat itu berlebihan," kata Ferry.

Meski demikian, soal sanksi, Ferry menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme internal. 

"Nantinya akan ditentukan oleh ankum (atasan yang berwenang menghukum) di Direktorat Reserse Narkoba. Apakah ada pelanggaran disiplin atau kode etik, itu akan dinilai di sana," ujarnya.

Semtata neberapa pekan lalu, Kompol DK membantah tuduhan dimaksud. Menurutnya, penahanan terhadap Rahmadi, telah sesuai Standar Operasional dan Prosedur (SOP).

Kekerasan Fisik

Diberitakan sebelumnya, Rahmadi ditangkap tim Kompol DK pada 3 Maret 2025 lalu dari salah satu toko pakaian di Kota Tanjungbalai. Dari rekaman kamera pengawas (CCTV) toko merekam detik-detik penangkapan yang disertai kekerasan fisik terhadap Rahmadi. 

Beberapa personel polisi tampak menganiaya Rahmadi tanpa perlawanan berarti. Namun sayangnya saat penangkapan tak ditemukan barang bukti narkotika di tempat kejadian. 

Meski demikian, Rahmadi tetap dituduh memiliki 10 gram sabu. Rahmadi maupun tim penasihat hukumnya (PH) dengan tegas membantah tuduhan tersebut, hingga perkaranya disidangkan di PN Tanjungbalai.

"Barang bukti itu tidak ditemukan di tangan atau tempat milik klien kami. Justru diduga berasal dari tersangka lain dan diletakkan di dalam mobil Rahmadi untuk menjebaknya. Bahkan saat ditangkap, mata klien kami ditutup dengan lakban oleh petugas," kata Suhandri Umar Tarigan, pengacara Rahmadi. 

Menurutnya, jika benar terbukti melakukan pelanggaran berat, Kompol DK layak dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Ini bukan semata pelanggaran etik, tapi dugaan kejahatan terhadap warga sipil.

Tim PH memprotes keras penyitaan telepon seluler milik kliennya yang dijadikan barang bukti oleh penyidik Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara.

Menurut tim kuasa hukum yang terdiri dari Ronald Siahaan, Suhandri Umar Tarigan dan Thomas Tarigan, penyitaan ponsel itu tak berdasar dan sarat kejanggalan.

"Ponselnya disita tapi jejak transaksi narkotikanya tak bisa dibuktikan. Malah uang klien kami Rp11,2 juta raib dari m-banking. 

Padahal posisi Rahmadi saat itu berada dalam tahanan,”
tegasnya seraya menambahkan, dugaan pencurian tersebut sudah dilaporkan Marlini Nasution, istri dari Rahmadi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumut. (ROBS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini