Proses Penyidikannya Sarat Kriminalisasi, PH Rahmadi Nilai Dakwaan JPU Tanjungbalai ‘Dipaksakan’

Sebarkan:
Sidang lanjutan terdakwa Rahmadi dengan agenda penyampaian tanggapan JPU atas pledoi PH di PN Tanjungbalai, Selasa (22/7/2025). 



TANJUNGBALAI | Thomas Tarigan, selaku Penasihat hukum (PH) terdakwa Rahmadi menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai terhadap kliennya dipaksakan dikarenakan proses penyidikan terhadap kliennya diduga kuat sarat kriminalisasi alias cacat prosedur. 

Menurutnya, dakwaan tersebut tidak memiliki dasar kuat dan tak sesuai dengan fakta-fakta yang ada dalam perkara dimaksud.

Penolakan ekspesi yang dibacakan JPU, Selasa (22/7/2025) semakin menguatkan insikasi kriminalisasi oleh penyidik tim Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut yang dipimpin Kanit 1 Kompol Dedy Kurniawan terhadap kliennya, Rahmadi.

"Jawaban subjektif JPU yang salinannya sudah kita terima tadi bahwa dalam penolakan eksepsi menurut kita secara formil ada sesuatu yang melanggar," ujar Thomas Tarigan usai mendengarkan pembacaan penolakan eksepsi oleh JPU di PN Tanjungbalai.
 
Karena itu, dia berharap majelis hakim diketuai Karolina Selfia Sitepu, juga Wakil Ketua PN Tanjungbalai mempertimbangkan eksepsi yang disampaikan pihaknya, pekan lalu. 

"Sehingga nantinya bisa memberi keadilan kepada Rahmadi dalam memutus perkara ini. Apalagi, Rahmadi ini adalah korban kriminalisasi Tim Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut yang dipimpin Kanit 1, Kompol Dedy Kurniawan," tegasnya.

Ketika ditanya awak media perihal jawaban JPU terhadap eksepsi yang menyatakan bahwa Rahmadi mangaku 10 gram sabu-sabu tersebut merupakan miliknya yang diperoleh dari seseorang, dengan lugas Thomas menegaskan, itulah salah satu bukti nyata kriminalisasi terhadap kliennya.

"Klien kami mengakui itu karena adanya tekanan dari penyidik. Sesungguhnya, 10 gram sabu-sabu itu bukan milik klien kami. Namun diadakan oleh polisi yang mengamankannya beberapa wktu lalu," tegas Thomas.

Bahkan ironisnya, Rahmadi mengakui barang bukti 10 gram sabu itu diduga kuat diadakan polisi yang menangkapnya dalam keadaan mata tertutup lakban. Oleh sebab itu tim PH menilai dakwaan tersebut tidak memiliki bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan kliennya.

"Kami yakin bahwa klien kami tidak bersalah dan akan membuktikan ketidak bersalahannya dalam proses persidangan berikutnya," kata Thomas. Sidang dilanjutkan dengan agenda putusan sela Selasa depan (29/7/2025) 
Sebelumnya, 

Sementara JPU Eko Maranata Simbolon dan Agung Nugraha dalam tanggapannya, menolak eksepsi yang diajukan PH terdakwa Rahmadi. Eksepsi yang diajukan malah dituding tidak berdasar dan tidak memiliki kekuatan hukum. 

Eksepsi

Tim PH terdakwa dalam eksepsinya antara lain menguraikan, penangkapan terhadap Rahmadi, warga Kota Tanjungbalai menjurus disiksa kemudian dijadikan tersangka dan ditahan di Mapolda Sumut atas kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu seberat 10 gram padahal tidak sesuai Standar Operasional dan Prosedur (SOP).

CCTV

Penangkapan terjadi pada tanggal 3 Maret 2025 sekitar pukul 21.30 WIB di dalam salah satu toko pakaian di Kelurahan Beting Kapias, Kecamatan Teluk Nibung, Kota Tanjungbalai.

Bahkan, rekaman kamera pengawas atau CCTV, tampak jelas adanya penganiayaan terhadap Rahmadi saat penangkapan yang dilakukan petugas dipimpin Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut viral di sejumlah platform media sosial.

Dalam video viral di sejumlah platform media sosial itu, tampak Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut memukul, menendang lalu menginjak-injak Rahmadi.

Oleh karena itu, abang kandung Rahmadi melaporkan Kompol Dedy Kurniawan ke SPKT Polda Sumut pada hari Senin, 14 April 2025 atas kasus dugaan penganiayaan.

Selain itu, tim PH Rahmadi juga melaporkan Kompol Dedy Kurniawan ke Bid Propam Polda Sumut dan hingga kini, laporan di SPKT Polda Sumut belum jelas juntrungannya. Sedangkan untuk laporan di Bidpropam Polda Sumut sudah berproses. (ROBS/Rel)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini