MEDAN | Sebanyak 6 saksi fakta dihadirkan sekaligus tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Julita Purba dan Fauzan Irgi Hasibuan, Senin (14/7/2025) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan dalam sidang lanjutan perkara korupsi 3 terdakwa disebut tanpa hak menguasai mengusahai aset Kereta Api Indonesia (Persero) di dua lokasi berbeda.
Di menit-menit awal menjawab tim JPU, saksi pemeriksaan lanjutan Ivan Riady, staf Legal PT KAI (Persero) mengatakan, lahan dan bangunan di Jalan Sutomo Nomor 11, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan maupun di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 32 Medan merupakan aset PT Divre 1 Sumatera Utara (Sumut).
Sebagai pengendali sidang, tak lama kemudian hakim ketua Dr Sarma Siregar langsung mencecar saksi dengan pertanyaan menohok.
Konstruksi hukumnya, Risma Siahaan yang merupakan suami almarhum Maringan Sitompul, anak dari Washington Sitompul.
Washington semula menetap di rumah Jalan Sutomo Nomor 11 Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Risma yang meneruskan mendiami rumah tersebut kemudian dijadikan sebagai terdakwa bersama adiknya, Ryborn Tua Siahaan.
Demikian halnya dengan, Johan Evandy Rangkuty. Terdakwa (juga berkas terpisah) meneruskan mendiami rumah di Jalan Perintis Kemerdekaan No 32 Medan yang ditempati alamarhum ayahnya, almarhum Agus Salim (AS) Rangkuty, mantan Wali Kota Medan 2 periode tahun 1980 hingga 1990.
“Ini kan perkara korupsi. Ketiga terdakwa ini cuma meneruskan mendiami rumah orang tua dan mertuanya. Belum ada gugatan, perbuatan melawan hukum (PMH) kemudian disebut serobot tanah.
Kerugian negara disebutkan hampir Rp35 miliar. Di mana korupsinya?!” cecar Sarma Siregar.
Ivan Riady pun kembali menegaskan, kedua objek dimaksud merupakan aset PT KAI Divre 1 Sumut semula dijadikan sebagai rumah dinas pejabat di Medan. Namun setelah meninggal dunia, aset masih dikuasai ketiga terdakwa secara melawan hukum.
“PT KAI juga sudah melayangkan surat pemberitahuan dan peringatan agar tidak lagi menempati rumah tersebut, Yang Mulia,” tuturnya. Alhasil kedua objek dimaksud tidak bisa digunakan untuk kepentingan PT KAI (Persero) Divre 1 Sumut.
Saksi lainnya, Roy Asril Siregar selaku mantan Kepala Lingkungan (Kepling) menerangkan, pernah melakukan pengukuran di objek Jalan Sutomo maupun di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Medan tersebut. “Pernah juga tagih PBB dan PJB atas nama AS Rangkuty,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan saksi Sutan Partahi Parluhutan, staf Pada Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Medan. Katanya, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Jalan Sutomo Nomor 11, atas nama Washington Sitompul. Sedangkan di Jalan Durian / Jalan HM Said, atas nama AS Rangkuti.
Notaris
Dalam kesempatan tersebut, saksi notaris Mercy Rumiris Siregar diminta hakim ketua untuk melihat dokumen tertanggal 16 November 2010 mengenai Pengalihan Hak dengan Ganti Rugi.
Terdakwa Johan Evandy Rangkuty melakukan pengalihan hak dengan ganti rugi senilai Rp200 juta atas tanah sempat ditempati ayahnya, juga aset PT KAI (Persero) di Jalan Durian Nomor 17 Medan kepada almarhum Januari Siregar.
“Saya cuma kenal (alamrhum) Januari Siregar. Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Saya hanya melegalisasi. Dokumen lengkap. Bukan Akta Jual Beli (AJB). Melegalisasi Yang Mulia,” katanya.
Sementara dalam dakwaan disebutkan, akibat perbuatan terdakwa Johan Evandy Rangkuty keuangan negara dirugikan Rp13.579.970.000. Sedangjan terdakwa kakak beradik, Risma Siahaan dan Ryborn Tua Siahaan sebesar Rp21.911.000.000. (ROBERTS)


