Dokumen foto Hendrik Kosumo saat dan kawan-kawan (dkk) saat menjalani persidangan di PN Medan. (MOL/ROBS)
MEDAN | Hendrik Kosumo, pemilik home industry (industri rumahan) yang memproduksi berbagai jenis pil ekstasi di bilangan Jalan Kapten Jumhana, RT 000 / RW 000, Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Selasa (4/3/2025) di PN Medan dituntut dengan pidana mati.
Selain itu, JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Muhammad Rizqi Darmawan juga menuntut pidana maksimal serupa terhadap terdakwa Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (berkas terpisah) anggota Hendrik Kosumo.
Dari falra-fakta terungkap di persidangan, keduanya dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sebagaimana dakwaan alternatif kesatu JPU.
Yakni secara tanpa hak mengedarkan dan memproduksi psikotropika Golongan I jenis pil ekstasi.
“Hal memberatkan perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba). Hal meringankan, tidak ditemukan,” jelas Rizqi.
Sedangkan ketiga terdakwa lainnya (berkas terpisah) yakni Debby Kent, 36, juga istri terdakwa Hendrik Kosumo, Arpen Tua Purba, 29, serta Hilda Dame Ulina Pangaribuan, 36, masing-masing ditunut penjara seumur hidup. Mereka dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana serupa.
Majelis hakim diketua Nani Sukmawati menunda persidangan, Rabu besok (5/3/2025) dengan agenda mendengarkan nota pembelaan (pledoi) dari para terdakwa maupun penasihar hukumnya.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (5/3/2025) besok, dikarenakan masa tahanan sudah mau habis,” ujar Nani Sukmawati.
Pabrik Rumahan
Penangkapan bermula ketika Binsar Siregar dan Rizki Ramadan menyuruh terdakwa Hilda membeli 100 butir ekstasi dan 50 butir pil H5 kepada Hendrik Kosumo (berkas terpisah) selaku pemilik pabrik ekstasi rumahan alias home industry di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan.
Pembayaran ekstasi dan H5 itu dilakukan terdakwa Hilda melalui transfer bank ke rekening istri Hendrik, yakni terdakwa Debby Kent (berkas terpisah) dan kemudian disusul dengan pengiriman barang melalui jasa travel PT Pelita Paradep oleh terdakwa Arpen Tua Purba (berkas terpisah) yang bertugas untuk mengambil paket tersebut.
Pada tanggal 11 Juni 2024, saat Hendrik Kosumo hendak mengantarkan paket, polisi berhasil menggagalkan pengiriman tersebut dan menangkap Hendrik serta Debby di Medan.
Dari penggerebekan tersebut, ditemukan barang bukti narkotika yang dipesan Hilda, berupa 100 butir ekstasi dan 50 butir pil erimin.
Pada tanggal 12 Juni 2024, saat barang bukti tiba di loket travel di Pematangsiantar, polisi menangkap terdakwa Arpen Tua Purba yang ditugaskan untuk mengambil paket tersebut.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, terdakwa Arpen mengakui bahwa dirinya diutus oleh Rizki Ramadan untuk mengambil barang yang dipesan terdakwa Hilda.
Kemudian polisi melakukan pengembangan dan menangkap terdakwa Hilda di Koin Bar, Pematangsiantar sekitar pukul 03.00 WIB. Saat diinterogasi, terdakwa Hilda mengakui bahwa dirinya terlibat dalam pemesanan narkotika tersebut.
Barang bukti yang disita meliputi 100 butir ekstasi, 50 butir Erimin H5, serta beberapa jenis pil lainnya yang tercatat sebagai narkotika dan psikotropika. (ROBS)