Abdul Hadi saat diperiksa sebagai saksi perkara korupsi Rp6 miliar dengan terdakwa tunggal Rini Rafika Sari (insert) di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Sedikitnya tiga fakta mencengangkan terungkap dalam sidang perdana pemeriksaan saksi-saksi perkara korupsi mencapai Rp6.070.723.167 dengan terdakwa tunggal Rini Rafika Sari, staf di Public Relation (PR) atau Kehumasan pada PT Bank Sumut, Senin petang (20/1/2025).
Tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara )Kekati Sumut) dimotori Agustini semula menghadirkan 2 saksi fakta dari Unit Corporate Social Responsibility (CSR)
PT Bank Sumut di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan agar diperiksa sekaligus, namun terdakwa keberatan.
Melalui tim penasihat hukummya, Rini Rafika Sari memohon kepada majelis hakim diketuai As’ad Rahim Lubis agar pemeriksaan saksi Abdul Hadi dan Muksin Aldrin, diperiksa secara terpisah.
Saksi Abdul Hadi yang sempat 5 hari menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Divisi Sumber Daya Manusia (Kadiv SDM) PT Bank Sumut itu pun secara bergantian dicecar hakim ketua bersama anggota majelis, Nani Sukmawati dan Gustap Marpaung.
Bagaimana bisa bank plat merah tersebut kebobolan selama 5 tahun berturut-turut oleh seorang staf Humas sejak 2019?
Fakta mencengangkan pertama terungkap, verifikasi berkas atau dokumen seperti memorandum kegiatan, bukti kwitansi, permohonan pembayaran kegiatan di internal PR / Kehumasan maupun kerja sama dengan pihak ketiga seperti penerbitan iklan layanan sosial,‘mentok’ di Pimpinan Bidang (Pinbid) PR dan Sekretaris Perusahaan (Sekper) PT Bank Sumut.
Hal itu disusul fakta kedua yang terungkap di persidangan. Verifikasi berkas / dokumen permohonan memorandum pencairan dana kegiatan internal maupun kerja sama dengan pihak ketiga, tidak sampai ke unsur Direksi PT Bank Sumut.
Sebab menurut saksi yang juga sempat menjabat Pimpinan Unit CSR itu, untuk memorandum permohonan pencairan hingga Rp500 juta, masih kewenangan dari Sekper PT Bank Sumut.
"Alurnya, memorandum permohonan pencairan diajukan terdakwa ke Pinbid PR kemudian diteruskan ke Sekper. Pencairan bisa dilakukan setelah ada disposisi dari Sekper," urainya.
Menjawab pertanyaan hakim ketua, saksi menimpali, selain Sulaiman, atasan langsung atau Pinbid PR dari terdakwa saat itu, bernama Suherman dan Doni. Sedangkan Sekper di antaranya, almarhum Syahdan Ridwan Siregar dan Agus Condro Wibowo.
Bisa Lolos
“Ada verifikasi koq bisa lolos? Cuma dengan ada kwitansi, foto kegiatan. Bisa jadi ada orang-orang yang sengaja meloloskannya supaya dibayar bendahara. Sampai 5 tahun. Jangan-jangan ada yang bantu? Uangnya (kerugian negara) banyak itu. (Terjadi) sampai bertahun-tahun,” cecar Nani Sukmawati.
Saksi pun menimpali, tidak secara rinci melakukan verifikasi dokumen berkas pengajuan pembayaran. “Tidak sampai mendetail. Tidak perhatikan. (Terdakwa Rini Rafika Sari) bukan tim Saya. Tahunya kasus ini setelah ada audit," tambahnya.
Buruknya sistem pengawasan sehingga PT Bank Sumut kembali ‘kebobolan’ mengakibatkan kerugian keuangan negara tidak sedikit tersebut juga dicecar hakim ketua As’ad Rahim Lubis. Verifikasi berkas atau dokumen ‘tajam’ ke calon debitur.
“Kalau nasabah mau pinjam untuk buka usaha nasi goreng misalnya, dokumen harus lengkap. Kalau si istri calon debitur gak datang, gak bisa dicairkan pinjaman. Tapi kalau untuk pencairan dana di internal Bank Sumut gak hati-hati kalian. Bolak balik kecolongan. Perbaiki kalian sistem di Bank Sumut itu,” tegasnya.
Stempel Basah
Fakta ketiga, terungkap setelah saksi diperiksa tim dari Kejati Sumut. Untuk pengajuan pencairan, Rafika Sari pernah menscanning tanda tangan Sekper saat itu dijabat Agus Condro Wibowo.
“Artinya dalam memorandum permohonan pencairan, tidak ada tanda tangan dari terdakwa ini. Tetapi tanda tangan Sekper Bank Sumut? Pencairan hingga Rp500 juta kewenangan Sekper dan harus ada stempel basah baru bisa dicairkan?” cecar hakim anggota Gustap Marpaung dan dibenarkan saksi Abdul Hadi. (ROBERTS)