Dokumen foto terdakwa Ferdinand Hamzah Siregar dan dr Aris Yudhariansyah menjalani sidang perdana. (MOL/Ist)
MEDAN | Giliran dua staf pada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Provsu), Jumat (1/11/2024) diadili di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan. Yakni atas nama Ferdinand Hamzah Siregar dan dr Aris Yudhariansyah.
Keduanya didakwa turut serta melakukan tindak pidana korupsi terkait Program Penyediaan Bahan dan Peralatan Penanganan Pasien Covid-19 Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Deteksi Dini dan Penanganan Spesimen Covid-19 serta Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi Petugas Medis.
Kapasitas Ferdinand Hamzah Siregar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan dr Aris Yudhariansyah, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Erik Sarumaha
dalam dakwaan menguraikan, sebelum lelang, persisnya Maret 2020 terdakwa Aris Yudhariansyah, juga sebagai Sekretaris Dinkes Provsu bertemu dengan salah seorang dokter di rumah sakit swasta di Café Wak Noer Jalan Uskup Agung Madras Hulu Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan. Menjelaskan mengenai Kegiatan Pengadaan Rapid Test dan Alat Pelindung Diri (APD) TA 2020.
Keduanya bertemu dengan Robby Messa Nura (lebih dulu disidangkan dan divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Medan) di kafe yang sama, juga membicarakan kegiatan pengadaan.
Beberapa hari kemudian, terdakwa Aris Yudhariansyah dokter swasta tersebut bertemu dengan dr Alwi Mujahit (idem, berkas terpisah), selaku Kadis
Kesehatan Provsu juga sebagai Pengguna Anggaran (PA) bertemu di Hotel Polonia Jalan Jenderal Sudirman Medan.
Terdakwa Aris Yudhariansyah menyampaikan kepada saksi Alwi Mujahit bahwa yang akan melaksanakan Kegiatan Pengadaan Rapid Test dan APD adalah Robby Messa Nura yang merupakan teman saksi dokter swasta dan disetujui Alwi Mujahit.
Pada 16 Mei 2020 Alwi Mujahit menandatangani dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rp140.289.084.409. Sebesar Rp50.356.035.000 di antaranya untuk penyediaan APD bagi petugas medis di rumah sakit rujukan, darurat, puskesmas serta buffer stock Dinkes Provsu dengan menggunakan dana Belanja Tak Terduga (BTT).
Belakangan diketahui, jenis APD yang ditetapkan oleh Alwi Mujahit, berbeda dengan jenis tercantum dalam Standar APD dalam Manajemen Penanganan Covid-19 yang diterbitkan Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta dokumen Petunjuk Teknis (Juknis) APD Menghadapi Wabah Covid-19.
“Harga tercantum dalam RAB juga tanpa kajian yang memuat komponen penyusun harga satuan. Walaupun mengetahui bahwa penyusunan RAB yang dilakukan oleh Fakhrial Mirwan tidak memadai, akan tetapi Alwi Mujahit tetap menyetujui dokumen tersebut dan meneruskannya kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 untuk diverifikasi dan mendapatkan persetujuan,” kata Erik.
Sementara rekanan ‘pengendali’ pekerjaan Robby Messa Nura menunjuk Muhammad Suprianto sebagai Kuasa Direksi PT Sadado Sejahtera Medika (SSM). Muhammad Suprianto hanua disuruh menandatangani dokumen. Uang pencairan pekerjaan kemudian diserahkan kepada Robby Messa Nura.
Walau sejumlah item pengadaan barang tidak ada diterima, namun terdakwa Ferdinand Hamzah Siregar selaku PPK dan dr Aris Yudhariansyah selaku PPTK menandatangani dokumen agar barangnya bisa dibayarkan ke PT SSM. Atas dokumen tersebut, dr Alwi Mujahit kemudian mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) pekerjaan kepada PT SSM.
Menurut tim JPU, berdasarkan hasil audit dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako, keuangan negara dirugikan sebesar Rp24.007.295.676,80.
Keduanya dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidair, Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hakim ketua Dr Sarma Siregar didampingi anggota majelis Andriansyah dan Bernard Panjaitan melanjutkan persidangan dua pekan mendatang untuk pemeriksaan saksi-saksi, menyusul tim penasihat hukum kedua tidak terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (pledoi).
Mantan Kadis
Perkara korupsi yang menjerat kedua terdakwa merupakan ‘Jilid II’. Diberitakan sebelumnya, mantan Kadis Kesehatan Provsu dr Alwi Mujahit Hasibuan MKes dan Robby Messa Nura, rekanan ‘pengendali’ pengadaan, Jumat petang (16/8/2024) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan masing-masing divonis 10 tahun penjara dan dipidana denda Rp400 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
Dokumen foto mantan Kadis Kesehatan Provsu dr Alwi Mujahit Hasibuan MKes saat diadili di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)
Selain itu, mantan Kadis Alwi Mujahit Hasibuan selaku PA dikenakan pidana tambahan membayar Uang Pengganti (UP) kerugian keuangan sebesar Rp1,4 miliar.
Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang JPU. Bila juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 4 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa rekanan ‘pengendali’, Robby Messa Nura dikenakan UP jauh lebih besar yaitu Rp15,82 miliar dengan ketentuan yang sama, maka diganti dengan pidana 5 tahun penjara.
Majelis hakim diketuai Muhammad Nazir dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut). Selain tidak sesuai dengan spesifikasi, sejumlah barang tidak ada namun disetujui dilakukan pembayaran.
Namun majelis hakim tidak sependapat dengan lamanya pemidanaan yang dijatuhkan kepada kedua terdakwa yang sebelumnya dituntut agar masing-masing dipidana 20 tahun penjara.
Peran Alwi Mujahit Hasibuan selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Robby Messa Nura selaku pengendali kegiatan Pengadaan Rapid Test dan APD Covid-19 Tahun Anggaran (TA) 2020 untuk rumah sakit serta puskesmas di lingkungan Dinkes Provsu.
“Terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan selaku PA menyetujui pembayaran belanja peralatan kepada Robby Messa Nura selaku Kuasa Direksi pada PT SSM. (ROBERTS)