Kejati Sumut Hentikan Penuntutan Perkara Humanis Asal Kejari Medan, Labuhanbatu dan Gunungsitoli

Sebarkan:


MEDAN |
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dan jajaran, Senin (18/3/2024) kembali menghentikan penuntutan perkara-perkara humanis lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Ketiga perkara humanis tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan, Labuhanbatu dan Gunungsitoli.

Penghentian penuntutan terhadap para tersangka setelah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut Idianto diwakili Wakajati M Syarifuddin mengekspos perkaranya secara online dari Kantor Jalan AH Nasution Medan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung RI Dr Fadil Zumhana.

Fadil Zumhana saat itu diwakili Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh didampingi para Kasubdit pada JAM Pidum Kejagung RI kemudian menyetujui usulan penghentian penuntutan tersangka lewat pendekatan RJ.

Saat ekspos perkara, Wakajati Sumut M Syarifuddin didampingi Koordinator dan para Kasi pada Aspidum, Kasi Penkum Yos A Tarigan, Kajari Labuhanbatu Furqonsyah Lubis, Kajari Gunungsitoli Parada PT Situmorang dan para Kasi Pidum.

Sedangkan Kajari Medan Muttaqin Harahap didampingi para staf ekspos perkara lewat sambungan Zoom.

Lebih lanjut Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, mengatakan, perkara humanis asal Kejari Medan atas nama tersangka Ichwan Effendi Simbolon alias Iwan Gembung, sebelumnya dijerat Pasal 362 KUHPidana.

“Tersangka tiba-tiba membawa kabur sepeda motor tetangganya yang sedang dipanasi mesinnya di teras rumah. Subuh. Ditengoknya gak ada orang, dibawa kabur sepeda motor korban,” katanya.

Perkara asal Kejari Labuhanbatu atas nama tersangka Musa Siregar sebelumnya dijerat Pasal 378 KUHPidana (penipuan) atau Pasal 372 KUHPidana (penggelapan).

Tersangka terlanjur memesan perlengkapan pesta untuk ‘mangupa-ngupa’ (selamatan) anak sekalian meresmikan pernikahan adiknya yang pulang dari Malaysia. Namun pas di hari H, sambung Yos, acara pestanya gak jadi. Tersangka juga terlanjur meminjamkan uang Rp4 juta kepada korban, Suhendro. Uang yang sempat dipinjam tersangka sudah dikembalikan.



Dokumen foto ekspos perkara humanis. (MOL/Ist)



Sedangkan perkara asal Kejari Gunungsitoli, atas nama tersangka Medison Harefa alias Ama Andi. Perkaranya terbilang sepele. Tersangka tersinggung atas nada makian saksi korban yang kesal karena terhalang masuk pekarangan rumahnya oleh kerumunan anak sekolah, termasuk tersangka.

Tersangka buruh ternak itu pun langsung mendorong tubuh korban hingga terjatuh dan mengalami luka-luka.

Hati Nurani
 
“Dihentikannya perkara humanis dengan menerapkan Perja No 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Pendekatan Keadilan Restoratif.

Di mana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun dan yang terpenting adalah antara pelaku dan korban saling memaafkan," kata Yos A Tarigan.

Penghentian penuntutan perkara ini, lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang, lebih mengedepankan penegakan hukum humanis dan kedepankan hati nurani. Ketika antara korban dan tersangka saling memaafkan, dalam konteks ini pelaku berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Masyarakat juga merespon positif proses perdamaian ini, dan proses perdamaian antara korban dan tersangka telah membuka ruang yang sah terciptanya harmoni di tengah masyarakat, karena proses pemulihan keadaan kepada keadaan semula juga disaksikan tokoh masyarakat, penyidik dari Polres, dan keluarga dari tersangka dan korban," pungkasnya. (ROBERTS)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini