MEDAN | Perkara korupsi senilai Rp1,9 miliar lebih dengan 2 terdakwa masing-masing mantan Kepala Bidang (Kabid) pada Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) serta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Deli Serdang, dipastikan lanjut ke pemeriksaan pokok perkara.
Majelis hakim diketuai Dr Dahlan Tarigan dalam putusan sela, Senin (19/6/2023) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan menyatakan, menolak keseluruhan nota keberatan atau eksepsi penasihat hukum (PH) kedua terdakwa.
Yakni atas nama Victor Maruli selaku Kabid Kepemudaan pada Disporabudpar dan Drs H Edy Zakwan selaku Kabid Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada Bapenda Kabupaten Deliserdang.
Sebaliknya, imbuh Dahlan didampingi hakim anggota Immanuel Tarigan dan Husni Tamrin, dakwaan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Deliserdang dimotori Novi Simatupang dinilai telah memenuhi unsur formil maupun materil, sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana (KUHAPid).
"Ada tidaknya unsur tindak pidana korupsi dalam perkara a quo, harus diuji dengan pemeriksaan alat bukti dan barang bukti tentang ditemukannya perbuatan merubah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang terutang jauh lebih rendah.
Atau kerugian keuangan negara terbukti atau tidak, akan diuji agar perkaranya terang benderang," urai hakim anggota Husni Tamrin membacakan pertimbangan hukumnya.
Penuntut umum dalam surat dakwaan telah jelas dan cermat menerangkan waktu dan tempat perkara tindak pidana korupsinya serta pasal-pasal yang didakwakan. Demikian kuha dengan peran masing-masing terdakwa.
"Keberatan PH para terdakwa mengenai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai instansi yang berwenang menentukan kerugian keuangan negara, dinyatakan ditolak.
Instansi lainnya seperti Kantor Akuntan Publik juga memiliki kewenangan atau mendeklair kerugian keuangan negara. Bahkan mengacu Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI, atas keyakinannya majelis hakim juga bisa menentukan kerugian keuangan negara, tanpa pertimbangkan pendapat ahli," pungkasnya.
In Absentia
Di penghujung sidang, JPU Novi Simatupang didampingi Arfiansyah Nasution diperintahkan majelis hakim menghadirkan saksi-saksi.
Sedangkan berkas terpisah atas nama terdakwa lainnya, Ngarijan Salim selaku pemilik PT Al Ichwan Garment Factory (AIGF) yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), masih menunggu penetapan majelis hakim agar perkaranya disidangkan secara in absentia alias tanpa kehadiran terdakwanya.
Pajak Terutang
Sementara dalam dakwaan Novi Simatupang menguraikan, bermula dari 3 Februari 2020 Bapenda Kabupaten Deliserdang mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) Masa Pajak Tahun 2020 untuk objek pajak PT AlGF Ichwan Garment Factory di Jalan Pasar Besar Dusun VIII, Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang
Dengan rincian, luas Bumi 14.880 M2 Kelas 071 dengan NJOP per meternya Rp464.000 seharusnya NJOP Bumi sebesar Rp6.904.320.000. Luas Bangunan 10.970 M2 kelas 017 dengan NJOP per meternya Rp2.625.000 (NJOP Bangunan sebesar Rp28.796.250.000).
Sehingga NJOP sebagai dasar Pengenaan PBB adalah sebesar Rp35.700.570.000, setelah dikurangi dengan NJOP tidak kena pajak sebesar Rp20 juta. Sehingga PBB terutang dari PT sebesar Rp71.361.140 yaitu 0,02 % x Rp35.680.570.000.
Terdakwa Ngarijan Salim selaku pemilik PT AlGF berencana akan menjual aset tersebut kepada Phoenix seharga Rp10.300.000.000. Karena ketidakmampuan calon pembeli, terdakwa DPO Ngarijan Salim berupaya mengurangi nilai luas bangunan PT AlGF, kebetulan kenal dengan terdakwa Victor Maruli.
Setelah menerima uang Rp10 juta dari Ngarijan, pada Nopember 2020 terdakwa Victor Maruli memasukkan surat Permohonan Keberatan Luas dan NJOP Bangunan PT AIGF. Dengan inisiatif sendiri tanpa ada Surat Perintah Tugas dari Bapenda Kabupaten Deliserdang bersama Yan Rizal melakukan pengukuran luas bangunan perusahaan dimaksud yakni sekitar 2.600 M2 (data semula 14.880 M2).
Akhirnya terdakwa memerintahkan agar Agus Mulyono (almarhum) menindaklanjuti surat keberatan tersebut. Almarhum kemudian memerintahkan terdakwa lainnya, Drs H Edy Zakwan untuk mengambil berkas keberatan tersebut dari loket pelayanan, untuk selanjutnya diproses dan merubah luas bangunan PT AIGF menjadi 2.790 M2 dan harga NJOP bangunan diubah menjadi Rp1.200.000.
Akibat perbuatan para terdakwa keuangan negara dirugikan sebesar Rp1.955.939.250. Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)