Ada Apa di Balik Putusan Gugatan Partai Prima?

Sebarkan:



Opini Oleh: Ferdinan Siagian, SE., SH., MH

Tahap-tahap pemilu telah berjalan, dimana aroma pesta rakyat (pemilu) sudah mulai terdengar, dimana masing-masing partai politik telah mempersiapkan strategi dan pola dalam meraih serta mengambil hati masyarakat agar dapat memperoleh suara yang banyak baik untuk kursi legislatif maupun presiden. Tujuan utama menjadi pemenangan pemilu 2024

Akan tetapi gugatan Partai Prima di PN Jakarta Pusat membuat publik menjadi gerah dan resah. Dimana Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengumumkan gugatan Partai Prima di menangkan, dengan amar putusan dimana PN Jakpus Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024, perintah tersebut tertuang dalam Putusan Perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum, pada Kamis (2/3/2023).

Sesuai dengan Amar Putusan PN Jakarta Pusat dalam Poin ke 5,  yaitu "Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari adalah dapat diartikan sebagai penundaan Pemilu 2024", ini merupakan pelanggaran besar terhadap amanat konstitusi dan dapat menjadi pemicu dan atau membuat kondisi perpolitikan di tanah air menjadi kurang kondusif.

Kejadian ini membuat saya Ferdinan Siagian, SE., SH., MH. yang merupakan salah satu calon peserta pemilu dari PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA (PSI) merasa terganggu dan sangat menyesalkan hal ini bisa terjadi, dimana kita mengetahui bahwa gugatan Partai Prima tersebut saya pandang merupakan gugatan yang salah kamar. Yang mana menurut saya Ferdinan Siagian, SE.,SH.,MH bahwa Partai Prima seharusnya menyampaikan keberatan atau pun gugatan karena tidak ikut menjadi peserta pemilu kepada Bawaslu ataupun ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena hal itu merupakan sengketa administrasi. Ferdinan Siagian, SE.,SH.,MH yang juga merupakan seorang PENGACARA/ LAWYER dan sekaligus sebagai ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) FERARI Kota Medan menilai bahwa Keputusan PN Jakarta Pusat telah melampaui batas kewenangan dimana Putusannya memerintahkan KPU untuk menghentikan tahapan pemilu dan mengulang tahapan proses pemilu. Hal ini boleh diartikan bahwa penundaan pemilu dan jelas itu merupakan pelanggaran hukum karena telah bertentangan dengan amanat konstitusi negara. Bahkan keputusannya merupakan turbolensi yustisial yaitu secara tidak langsung mereka telah mencabik-cabik dan mencoreng eksistensi peradilan. Perlu diingat bahwa Pengadilan Negeri tidak memiliki yuridiksi dan kewenangan untuk memutuskan penundaan pemilu.

Menurut pendapat Ferdinan Siagian yang merupakan Lawyer dari FERARI bahwa Pemilu tidak bisa ditunda sebelum terpenuhi syarat-syarat dimana Pemilu tersebut boleh ditunda sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu, dalam UU tersebut ada dua jenis penundaan : Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan. Bedanya, Pemilu Lanjutan digelar apabila terjadi gangguan pada sebagian tahapan Pemilu, sedangkan Pemilu Susulan terpaksa dilakukan karena seluruh tahapan Pemilu terganggu. Intinya bahwa keduanya bisa dilakukan jika terjadi kondisi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang menghambat jalannya Pemilu.

Ferdinan Siagian, SE., SH., MH berpendapat bahwa putusan PN Jakpus ini merupakan Pemantik huru-hara dan telah menimbulkan kegaduhan yang sangat luar biasa, mengundang perhatian masyarakat umum sejagat nusantara hingga dapat mengakibatkan tsunami politik, yaitu revolusi sosial. Tidaklah salah beberapa tokoh politik mengeluarkan statement dan analisa; Ada apa dibalik putusan itu? Siapa dalang dari putusan itu? dan lain sebagainya.

Saya juga menduga bahwa dibalik Putusan PN ini ada skenario besar, ada agenda besar dari kelompok tertentu yang memiliki kekuatan besar menghendaki chaos, mereka sudah bergerak lama, terorganisir sistematis dan masif. Kelompok-kelompok ini sebetulnya telah membawa isu serupa sebelumnya seperti jabatan presiden tiga periode, kemudian sekarang menggunakan celah hukum yaitu lewat pengadilan, semua sama tujuannya yaitu penundaan pemilu.

Kondisi ini dapat menimbulkan pendapat masyarakat terbelah dua, antar yang pro dan kontra terhadap keputusan PN Jakpus. Hal seperti ini yang dikhawatirkan penulis, dimana akan bermunculan gelombang demo berskala besar-besaran dan terbuka dari kelompok yang menolak keputusan ini, sebagai balasan akhirnya kelompok yang mendukung keputusan inipun ikut keluar dari persembunyiannya serta melakukan demo tandingan. Demo dilawan demo, terus dan terus bergulir. Kondisi seperti ini akan berujung pada tsunami politik yaitu revolusi sosial.

Saya juga membayangkan apabila terjadi penundaan pemilu akan berdampak, antara lain; pertama, akan muncul ketidak pastian hukum dan politik karena demokrasi tersumbat dan mandek; kedua, akan muncul instabilitas nasional dan delegitimasi pemerintah, masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah; ketiga, akan muncul arogansi kekuasaan yang akan menimbulkan disintegrasi bangsa; dan lain sebagainya.

Dengan ini saya Ferdinan Siagian, SE., S.H., MH berpendapat perihal kejadian ini, antara lain;

1. Mendukung KPU Melakukan banding atas putusan Ketiga hakim PN Jakpus dan bersedia sebagai Lawyer/ Pengacara atas banding tersebut tanpa di bayar (free).

2. Meminta kepada Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) memanggil Ketiga hakim PN Jakpus untuk diperiksa dan dilakukan pendalaman atas motif kekeliruan dalam memutus perkara kasus tersebut, karena telah melakukan sesuatu diluar kewenangannya dan melampaui batas, sehingga layak ketiga hakim tersebut dipecat.

3. Meminta kepada KPU agar terus melakukan dan menjalankan semua tahapan-tahapan pemilu sesuai dengan agenda Pemilu 2024.

Penulis adalah FERDINAN SIAGIAN, S.E., S.H., M.H, PESERTA PEMILU dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ketua DPC FERARI KOTA MEDAN, Ketua DPD SUMUT Lembaga Garuda Sakti (LGS), Ketua DPD SUMUT Ganjar Sakti Mania.(*)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini