Conform Beda UP, Katim Dana BOS Madina Diganjar 7,5 Tahun dan Rahmad Budi Mulia 6,5 Tahun

Sebarkan:

 



Majelis hakim diketuai Lucas Sahabat Duha saat membacakan amar putusan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Andriansyah Siregar selaku Ketua Tim (Katim) Manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) TA 2019 yang digunakan pada 2020 dan Rahmad Budi Mulia Hasibuan sebagai Pelaksana CV Mambo Perkasa (berkas terpisah), Rabu (4/1/2023) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan divonis bervariasi.


Lewat persidangan video teleconference (vicon), Andriansyah Siregar divonis 7,5 tahun penjara  dan denda Rp250 juta subsidair (bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan) selama 6 bulan.


Sedangkan Rahmad Budi Mulia Hasibuan diganjar 6,5 tahun penjara dengan denda serta subsidair yang sama.


Majelis hakim diketuai Lucas Sahabat Duha dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan JPU pada Kejari dari Madina Leo Karnando.


Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, kedua terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.


Yakni melakukan, menyuruh atau turut serta secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.


Andriansyah Siregar selaku Katim bersama terdakwa Rahmad Budi Mulia Hasibuan ada melakukan sosialisasi kepada sejumlah kepala sekolah (kepsek) mengenai bantuan dana BOS Afirmasi dan Kinerja pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Madina 2020 lalu.


"Terdakwa Andriansyah Siregar Juli 2020 ada mengarahkan para kepsek untuk menyetorkan uang muka atau down payment (DP) untuk pembelian barang elektronik namun barang yang dipesan tidak juga diterima para kepsek," urai Lucas didampingi anggota majelis hakim Nelson Panjaitan dan Husni Tamrin.


Keadaan memberatkan, perbuatan terdakwa merugikan keuangan atau perekonomian negara dan bertentangan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.


"Keadaan meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya serta masih menjadi tulang punggung keluarga," urainya.


Dengan demikian, vonis yang dijatuhkan majelis hakim sama dengan tuntutan JPU alias conform. Leo Karnando pada persidangan lalu juga menuntut pidana serupa.


UP


Hanya saja majelis hakim tidak sependapat dengan JPU mengenai nilai kerugian keuangan negara yang ditimbulkan kedua terdakwa. Versi JPU kerugian keuangan negara yang ditimbulkan Rp535.633.187.


Sedangkan keyakinan majelis hakim kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sebesar Rp650 juta, dikurangi dengan sisa anggaran yang ada di rekening sekolah dan pengembalian terdakwa yang dititipkan kejaksaan.


Oleh karenanya terdakwa Andriansyah Siregar dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp460 juta lebih.


Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.


Sedangkan terdakwa Rahmad Budi Mulia Hasibuan dikenakan UP sebesar Rp198 juta lebih juga dengan subsidair 3 tahun penjara.


"Saudara JPU, terdakwa melalui penasihat hukumnya (PH) sama-sama memiliki hak selam 7 hari untuk menentukan sikap apakah menerima atau banding," pungkas Lucas.


'Redam'


Fakta menarik sempat terungkap pada persidangan beberapa pekan lalu. Setelah dicecar hakim ketua Lucas Sahabat Duha, saksi Abdi Putra Negara senagai Kasi Sarana dan Prasarana (Sarpras) pada Disdik dengan bahasa tubuh semula ragu-ragu akhirnya membuka 'akar masalah' perkara yang sedang disidangkan.


Menurutnya, terdakwa Andriansyah Siregar merupakan atasannya langsung pernah cerita lagi butuh uang untuk penyelesaian kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) terkait pembangunan gedung SMP Negeri 2 Kabupaten Madina yang sedang diusut penyidik dari Polda Sumut.


"Butuh dana Rp300 juta supaya kasusnya diredam, tidak lagi diusut polisi. Dari Polda Sumut Yang Mulia. Katanya (terdakwa Adriansyah) pinjam Yang Mulia. Waktu itu dia sebagai Pejabat Pembuat Komitmennya (PPK) pembangunan SMP itu," urai saksi.


Sebelumnya tim dari Polda juga pernah datang ke lokasi sekolah mengecek kondisi di lapangan. Uang Rp300 juta tersebut, lanjutnya, diserahkan kepada pria berinisial L, mengaku dari Polda Sumut di salah satu rumah makan di Kota Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.


"Waduh! Bahaya negara kita kalau kek gini. Dana  BOS jadinya 'diobokk-obok' untuk menutupi kasus DAK. Tidak logis ini. Hampir semua kepala sekolah menderita," timpal Lucas. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini