Lapangan Kota Bangun Dipagar, Mafia Tanah Diduga Terlibat

Sebarkan:


Dengan membentangkan poster protes warga Lingkungan I Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli demo di sekitar lahan sengketa yang mulai dipagar. 

MEDAN | Warga Jalan Boxit Lingkungan 1, Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli menilai mafia tanah berperan dalam perkara lapangan olah raga yang ada di wilayah mereka.

"Kami berharap aparat hukum terutama Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia turun membantu agar tanah lapangan ini tidak menjadi milik mafia," kata warga saat mereka melakukan aksi protes pemagaran lapangan tersebut, Selasa (30/8/2022).

Menurut warga, proses pengalihan kepemilikan lapangan tersebut mirip dengan cara mafia merebut tanah warga yakni menggunakan kekuatan dan putus pengadilan. "Cerita gugat menggugat ini sudah biasa dilakukan dan yang hancur masyarakat. Padahal lahan ini sudah digunakan untuk sarana olah raga sejak tahun 1951," ujar warga.

Seorang warga, Halimah, 66, menyebutkan, warga sekitar lapangan melakukan aksi protes karena diduga pengusaan langan tersebut bermasalah. 

“Kami tetap melakukan aksi protes untuk menentang pengusaan lahan ini karena merupakan tanah keahiran," ujar Halimah didampingi Wahyuni.

Terpisah, Harton Badia Simanjuntak dan Bintang MM Panjaitan selaku kuasa hukum FS, selaku pemilik tanah berharap kegiatan pengukuran dan pemagaran objek tanah seluas 12.000 M2 di Jalan Boxit Lingkungan I Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli, dapat dilaksanakan pengukuran secara benar dapat dilaksanakan.  

“Surat dari pengadilan sudah ada, jadi tinggal pemagaran saja. Rencananya hari ini, Selasa (30/8/3022) dilakukan pemagaran,” sebut Bintang Panjaitan.

Bintang Panjaitan menyebutkan, objek tanah tersebut diperoleh kliennya FS dari jual beli dengan H Syamsudin pada tahun 2005 yang dibuat dihadapan Notaris Susan Wijaya dengan nomor 112/XI/Leg/2005.

“Awalnya Objek tanah milik Syamsuddin diperoleh berdasarkan ganti rugi yang dibuat antara Nemeng dengan Syamsuddin tanggal 20 Desember 1963 dan tanda penyerahan tanah yang dibuat oleh Akub Djiban dengan Syamsuddin tanggal 21 Oktober 1973,” katanya.

Bintang Panjaitan menyebutkan, objek tanah tersebut diperoleh kliennya FS dari jual beli dengan H Syamsudin pada tahun 2005 yang dibuat dihadapan Notaris Susan Wijaya dengan nomor 112/XI/Leg/2005, dimana pada awalnya objek tanah milik Syamsuddin diperoleh berdasarkan ganti rugi yang dibuat antara Nemeng dengan Syamsuddin tanggal 20 Desember 1963 dan tanda penyerahan tanah yang dibuat oleh Akub Djiban dengan Syamsuddin tanggal 21 Oktober 1973.

Bintang Panjaitan memaparkan, sebelum tanah tersebut dibeli kliennya dari Syamsuddin, ternyata tanah itu dimanfaatkan warga sebagai sarana olahraga sepakbola. “Karena setelah tanah tersebut beralih dari Nemeng dan Akub Djiban kepada Syamsuddin, objek tersebut belum dimanfaatkan langsung oleh Syamsudin,” ungkapnya.

Dijelaskan Bintang, pada tahun 1990, Syamsuddin kemudian menyampaikan kepada masyarakat agar tanah tersebut akan dipakai, namun tidak ditanggapi masyarakat sehingga tahun 1992 Syamsuddin mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Medan dengan perkara No 18/Pdt.G/1992/PN. Dimana warga sebagai tergugat, dan perkara tersebut dimenangkan oleh Syamsuddin.

Selanjutnya, tambah Bintang, warga melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan dengan perkara No 464/PDT/1992/PT Mdn Jo kasasi dengan perkara No 1213K/Pdt/1993 Jo peninjauan kembali dengan perkara No 702PK/Pdt/1996. 

“Semua upaya hukum yang dilakukan oleh warga justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan dan tetap memenangkan Syamsuddin dam menyatakan objek tanah tersebut adalah sah milik Syamsuddin,” jelasnya.

Kemudian atas dasar itu, sambung Bintang, Syamsuddin mengajukan permohonan eksekusi berdasarkan Berita Acara Eksekusi No 13/Eks/1996/18/Pdt.G/1992/PN.Mdn pada tanggal 3 Juni 1996, dan objek tanah tersebut telah diserahkan kepada Syamsuddin selaku pemohon eksekusi.

“Selain itu, berdasarkan surat dari Pemerintah Kota Medan Nomor 593/4960 tanggal 25 April 2008 prihal pencabutan surat Walikota Medan No 593/12645 bertanggal 28 Agustus 1999. Yang pada pakoknya dalam surat tersebut adalah mencabut surat nomor 593/12645 prihal permohonan untuk tidak merubah dan menetapkan peruntukan atau penggunaan lapangan sepak bola Kota Bangun tetap sebagai sarana olahraga,” ucap dia.

Selanjutnya, kata dia, dikeluarkannya surat dari Pemerintah Kota Medan nomor 593/4960 tanggal 25 April 2008 tidak terlepas dari musyawarah pihak Syamsuddin dengan warga. “Dimana Syamsuddin bersedia menyediakan tanah seluas 3.120 M2 sebagai pengganti lapangan sepak bola yang dipermasalahkan tersebut dan warga tidak keberatan lapangan sepak bola dipindahkan pada lokasi tanah pengganti,” ucapnya.

Bukti adanya penyerahan tanah pengganti tersebut telah dibuat berita acara penyerahan atas sebidang tanah dengan cara hibah dari Syamsuddin kepada pemerintah kelurahan Kota Bangun dan masyarakat setempat pada tanggal 14 Mei 2009. Dan penyerahan itu disaksikan oleh Camat, Koramil dan Kapolsek. 

Pantauan di lapangan, sejumlah warga masih terlihat bertahan meski pemagaran lapangan dilakukan oleh pekerja dibawah pengawasan pihak personil Polres Pelabuhan Belawan dan TNI. (RE Maha/REM)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini