Sempat 2 Kali Penundaan, Oknum Kades Sei Musam Akhirnya Divonis 4 Tahun

Sebarkan:

 



Majelis hakim diketiai Erika Sari Ginting saat membacakan amar putusan terdakwa Natang Juhar. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Sempat 2 kali mengalami penundaan, oknum Kepala Desa (Kades) Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat tahun 2020, Natang Juhar (44), Kamis 16/6/2022) akhirnya divonis 4 tahun penjara dan dipidana denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan) 3 bulan.


Majelis hakim diketuai Erika Sari Ginting di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan dalam amar putusannya menyatakan, sependapat dengan JPU dari Kejari Langkat.


Dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, terdakwa Natang Juhar diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dakwaan primair.


Yakni secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.


Mantan orang pertama di Sei Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat tidak mampu mempertanggungjawabkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun 2020.


UP


Oleh karenanya terdakwa Natang Juhar juga dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp847.181.475. 


Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka JPU menyita dan melelang harta benda terpidana. Bila juga nantinya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana 1 tahun penjara


Hal memberatkan, imbuh Erika, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Keadaan meringankan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, masih memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.


Dengan demikian vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan 2,5 tahun dari tuntutan JPU. Pada persidangan beberapa pekan lalu, Aron Siahaan menuntut terdakwa agar dipidana 6,5 tahun penjara dan didenda Rp250 juta subsidair 3 bulan kurungan.


Walau hukuman tambahan bayar UP kerugian keuangan negaranya sama dengan tuntutan JPU namun subsidairnya juga lebih ringan 2,5 tahun penjara.


Baik JPU, terdakwa maupun penasihat hukumnya (PH) sama-sama memiliki hak yang sama selama 7 hari untuk menentukan sikap apakah  terima atau banding atas vonis yang baru dibacakan.


"Besar kemungkinan kami akan melakukan kontra memori banding bila terdakwa melalui PH-nya melakukan upaya hukum banding," kata Aron usai persidangan.


DD dan ADD


JPU Aron Siahaan dalam dakwaannya menguraikan, desa yang dipimpin terdakwa mendapatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2020 dana sebesar Rp1.831.377.200 bersumber dari Dana Desa (DD) dan anggaran Dana Desa (ADD) terdiri atas beberapa kelompok masyarakat.


Laporah Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara diperkirakan mencapai Rp847.181.475. Dana dicairkan terdakwa namun tidak disalurkan sebagaimana telah ditetapkan dalam APBDes. (ROBERTS)







Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini