BLT Minyak Goreng, Bukan Solusi

Sebarkan:


DELISERDANG
| Lonjakan harga minyak goreng dan bahan kebutuhan lainnya, mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat, apa lagi dimasa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. 

Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi minyak goreng yang akan diberikan pemerintahan kepada sejumlah masyarakat tertentu sebesar Rp 300.000 dengan pembagian Rp 100.000 perbulan bukan solusi yang diharapkan.

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat  Kabupaten Deliserdang Indra Prasetyosaat mengatakan, gejolak harga kebutuhan seperti minyak goreng, gula dan lainnya termasuk BBM pertamax juga kelangkaan BBM solar sangat membebani masyarakat. 

"Subsidi BLT yang diberikan kepada masyarakat bukan solusi tapi ini seperti menutupi kejahatan ekonomi oleh pengusaha minyak goreng. Masyarakat itu sudah tahu dari awal setiap ada kebijakan pemerintah yang baru tentang kenaikan BBM, listrik, pajak, pangan dan lainnya selalu coba meredam masyarakat dengan BLT tapi sebagian masyarakat sudah mengerti dengan politik gaya lama ini," ungkapnya.

Indra menambahkan, kalau saat ini masyarakat hanya berharap agar gejolak harga kebutuhan pangan dan kebutuhan hidup masyarakat dapat segera dipulihkan kembali. Naiknya harga BBM pertamax pasti akan berdampak pada hal lainnya. Sebagai contoh, Pemerintah tidak akan mampu mengawasi kalau sebagian besar masyarakat pengkonsumsi BBM pertamax akan beralih ke pertalite, tentunya daya beli masyarakat untuk pertalite akan meningkat dan kelangkaan terjadi.

Bila kelangkaan BBM terjadi maka harga eceran tentu mahal dan ini akan memicu kenaikan harga hal lainnya dan gejolak inflasi akan dialami masyarakat. 

"Untuk harga minyak goreng saja saat ini sudah sangat menyusahkan masyarakat, satu liter untuk minyak goreng kemasan itu sekitar  rata rata Rp 24.000 dan minyak goreng curah Rp 16.500 , ini sudah luar biasa naiknya dari harga 14.000 perliter untuk minyak goreng kemasan dan 11.500 untuk minyak goreng curah, warga di kasi BLT  selama 3 bulan  Rp 300.000 setelah itu merasakan kesusahan seterusnya. Pemerintah tidak memikirkan bagaimana UKM kecil masyarakat mati dan masyarakat berpenghasilan rendah menerima dampak pahit ini," jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan Aktivis Buruh Sumut Willy Agus. Ia merasa prihatin melihat pemerintah yang tidak hentinya memberikan kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Tidak mampu mengendalikan harga minyak goreng menjadi bukti kalau pemerintah itu takut dengan pengusaha. Kenaikan harga BBM pertamax pasti akan berdampak pada yang lain dan imbasnya adalah masyarakat kecil juga. 

"Kami sebagai buruh adalah bagian dari masyarakat kecil yang terdampak, dimana saat ini gejolak harga pangan itu tidak stabil, rentan sekali, pengusaha bisa menaikan dan menurunkan harga semaunya dan pemerintah itu tutup mata, disana sini rakyat menjerit tentang mahalnya minyak goreng, pemerintah tampak melindungi pengusaha dari pada rakyat. Kini untuk meredam gejolak masyarakat diberikan BLT untuk tiga bulan dengan nilai Rp.300.000," ungkapnya.

Diatas HET

Meski pemerintah menetapkan harga eceran Rp 15.000 untuk minyak goreng curah, namun di sejumlah kecamatan di Kabupaten Deliserdang harga minyak curah tetap diatas HET di kisaran harga 16-17 ribuan perkilogram.

"Kita ambil di grosir saja harga 16 500, kalau kita pedagang warung jual harga 17.500-18.000 perkilo, untuk harga kemasan kita jual harga 24.000 perkilo itu merek biasa yang adapun kemasan 2 kilogram, jarang kemasan 1 kilogram," ujar Jubaidah pedagang kios.

Dari pantauan di sejumlah mini market modren harga minyak goreng kemasan ukuran 2 kilogram dibadrol dengan harga Rp. 46- 48 ribu perliter.(Wan/REM)

   
 
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini