Diduga Lamban Tangani Kasus Korupsi Anggota Dewan, FAMBI Gruduk Kantor Kejari Binjai

Sebarkan:


BINJAI | Puluhan mahasiswa yang tergabung ke dalam Forum Aliansi Mahasiswa Kota Binjai (FAMBI) melakukan aksi unjukrasa di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, Kamis (20/1/22).

Aksi ini dilakukan karena FAMBI menilai lambannya pihak Kejati menangani kasus dugaan korupsi yang dilakukan anggota DPRD Kota Binjai pada tahun 2004-2009.

Koordinator lapangan, Dodi setiawan mengatakan, berdasarkan nomor surat  44/ Istimewa/ I/ 2022 yaitu atas temuan BPK RI dari tahun 2004-2009 tentang kelebihan bayar tunjangan komunikasi intensif (TKI) dengan nilai yang mencapai miliaran rupiah dan tak kunjung usai, terlihat jelas telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dan penegak hukum.

Dikatakan Dodi, ada beberapa anggota DPRD priode 2004-2009 yang telah membuat SKTJM pada tahun 2015, akan tetapi adanya dugaan nilai TP-TGR lebih tinggi dari barang berharga yang menjadi agunan.

"Dalam hal ini kami mengambil contoh mantan anggota DPRD 2004-2009 dan pernah menjabat sebagai Ketua DPRD hampir 2 priode, dalam hal ini kami menduga kasus tersebut tak kunjung usai dikarenakan beliau memiliki kekuatan politik yang cukup kuat di Kota Binjai," katanya.

FAMBI juga menduga, agunan inisial ZP lebih kecil daripada kerugiannya dengan nilai saldo kerugian sekitar Rp. 360.769.900 dengan agunan surat pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi nomor 55 tanggal 22 Februari 2007 seluas 5000 m2 terletak di desa pasar VIII Namotrasi, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat (dalam hal ini Surat pelepasan tanah tersebut tidak jelas siapa pemiliknya).

Menurut PP No 38 Tahun 2016, lanjut Dodi, tentang tata cara tuntutan ganti kerugian negara/ daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain pada pasal 49 bahwa adanya waktu kadaluwarsa yakni 5 tahun atau 8 tahun.

"Sementar menurut PP nomor 36 Tahun 2016 pasal 52 yang berbunyi 'Pihak yang merugikan yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian Negara/daerah dapat dikenai sanksi adminitratif dan/atau sanksi pidana.” dalam hal ini juga patut kami curigai tentang kelebihan bayar TKI pada tahun anggaran 2008 dan tahun anggaran 2009 yang mana pada saat PP No 21 Tahun 2007 diterbitkan pada tanggal 16 Maret 2007 dan peraturan menteri dalam negeri nomor 21 Tahun 2007 diterbitkan pada tanggal 30 April 2007," terangnya.

Menurut kedua konstitusi tersebut, lanjut Dodi, Kota Binjai dikategorikan dalam kemampuan keuangan daerah rendah, akan tetapi pada TA 2008 dan TA 2009 Kota Binjai dipaksakan menjadi kemampuan keuangan daerah sedang dalam penyusunan RAPBD dan PAPBD diparipurnakan bersama DPRD Kota Binjai.

"Kami menduga dalam penentuan TKI dan BPO untuk DPRD bukan sekedar khilaf akan tetapi diduga adanya niat dan tujuan untuk memperkaya diri," paparnya.

Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, dugaan Tipikor tersebut telah terpenuhi dan dapat diproses hukum.

"Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 555/3032/SJ tertanggal 18 Agustus 2009 menurut pengamatan kami surat edaran tersebut dibuat berdasarkan adanya uji materiil terhadap PP No 21 Tahun 2007. Akan tetapi kami menemukan sebelum SE tersebut di tulis, ada uji materil terhadap PP No 21 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2007 telah ditolak permohoan uji materiilnya yang tertuang dalam putusan No 27P/HUM/2008," ungkapnya.

"Berdasarkan hal tersebut SE nomor 555/3032/SJ dinyatakan batal demi hukum. Jika benar adanya uji materil kedua dengan register No. 17P/HUM/2009 tanggal 11 Juni 2009 yang sampai saat ini kami tidak tahu akan kebenaran dari uji materiil yang kedua. Jika pun uji materil tersebut diterima oleh Makamah Konstitusi seharusnya PP No 21 Tahun 2007 sudah tidak berlaku lagi saat ini," tambahnya.

Masih kata Dodi, dimata Hukum SE No 555/3032/SJ tidak lebih tinggi kedudukan dari pada Peraturan Mentri Dalam Negeri No 21 Tahun 2007, PP No 21 Tahun 2007, PP No 36 Tahun 2006, dan UU No 31 TAhun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001.

"Berdasarkan hal tersebut di atas kami meminta kepada Kejaksaan Negeri Kota Binjai untuk memanggil dan memeriksa ZP  terkait kelebihan bayar tunjangan komunikasi intensif," pintanya.

Selain itu, FAMBI juga meminta agar Kejaksaan Negeri Kota Binjai memproses hukum terkait kelebihan bayar tunjangan komunikasi intensif tersebut terhadap oknum-oknum yang terlibat didalamnya.

Sementara itu, Lidya Panjaitan selaku Jaksa Fungsional meminta waktu kepada FAMBI untuk mempelajari masalah tersebut, dikarenakan aksi sebelumnya pada 14 Januari 2022 sampai sekarang juga masih dalam proses.

"Laporan sebelumnya sudah ditangani oleh pihak kami dan kami meminta waktu untuk mempelajarinya terlalu dalam juga dikarenakan tidak segampang itu mengungkap kasus ini," terangnya.

Kasubsi Intel, Roy mengatakan kalau pihaknya sudah mendapatkan intruksi dari pimpinan untuk melakukan proses laporan dari mahasiswa atau aktivis Kota Binjai.

"Kita semenjak adik-adik mahasiswa datang di hari Jum'at itu sudah dapat instruksi dari pimpinan untuk melakukan proses laporan, kita sudah memanggil beberapa pihak. Tetapi kita juga mempunyai SOP yang harus kita penuhi. Kita tidak bisa mengambil sikap terlalu keras dan memanggil pihak yang terkait khususnya inisial ZP. Tapi bukan inisial ZP saja, tetapi seluruh anggota dewan yang terlibat yang masih hidup. Kasih kami waktu dalam beberapa bulan, bila kawan-kawan kembali lagi pasti kami bakal kasih jawaban," paparnya.

Dijelaskannya, sebelumnya laporan yang sama juga telah diterima pada 2020 lalu. Laporan ini juga telah ditindaklanjuti.

"Jadi bukan inisial ZP saja yang kami panggil, tetapi kami akan memanggil siapa saja yg terlibat didalamnya, bukan dari pihak anggota dewan saja, juga dari tim TPTGR," cetusnya.

"Jadi kami mewakili dari Kejaksaan, kami meminta, beri kami waktu. Kami senang kalau kawan-kawan datang ke Kejaksaan Negeri Binjai, kami terbuka untuk menampung aspirasi. Tapi beri kami kesempatan, 3 hari kerja ini memang kami sudah memanggil mengenai tujuan komunikasi intensif ini," tutupnya.

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini