Sidang Dirut PT Putra Cimandare Laporkan Pajak Bukan Transaksi Sebenarnya Rugikan Negara Rp1,2 M Berjalan Alot

Sebarkan:

 


Para saksi dari KPP Pratama Medan Kota saat didengarkan keterangannya sebagai saksi di Pengadilan Pajak Medan. (MOL/ROBS) 


MEDAN | Sidang lanjutan perkara tindak pidana perpajakan yang merugikan pendapatan negara sebesar Rp1,2 miliar lebih dengan terdakwa Sriwiyadi alias Riwi (52) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Putra Cimandare (PC) berjalan alot di Pengadilan Pajak Medan.


Majelis hakim meminta keempat saksi dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota yang dihadirkan tim JPU dari Kejati Sumut, Rabu (6/10/2021) di Cakra 5 memberikan keterangan dalam bahasa awam.


"Iya, coba saudara terangkan ke dalam bahasa awam sehingga kami mengetahui pokok perkaranya kenapa dia (terdakwa Sriwiyadi alias Riwi) dijadikan jaksa sebagai terdakwa?" cecar hakim ketua Philip M Soentpiet kepada saksi Lambok Freddy Siagian.


Dengan nada hati-hati saksi pun memberikan gambaran misalnya dia membeli barang kepada pihak lain atau perusahaan senilai Rp100, maka dia akan dikenakan Pajak Penghasilan Negara (PPN) sebesar 10 persen. Artinya total uang yang dikeluarkannya sebesar Rp110. 


Bila barang tersebut kemudian dijualnya Rp120, maka si pembeli dikenakan potongan PPN 10 persen. Sehingga yang diterimanya Rp132. Artinya, saksi akan menyetorkan Rp12 tersebut ke Kantor Pajak. 


Demikian juga pihak penjual barang tersebut kepadanya sebagai wajib pajak (WP) akan  menyetorkan PPN Rp10 ke Kantor Pajak sebagai pemasukan pendapatan untuk negara.


"Pertanyaannya kemudian, terdakwa ada melaporkan dan membayar pajak atas aktivitas perusahaannya, kenapa bisa dijadikan terdakwa?" cecar hakim ketua kembali.


Saksi kemudian menerangkan bahwa tahun 2015 dirinya ditugaskan pimpinannya untuk menindaklanjuti petunjuk dari Kantor Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar dilakukan klarifikasi atas laporan pajak dari atas nama WP, Sriwiyadi alias Riwi. 


Ada indikasi transaksi PT CP yqng bergerak di bidang angkutan tersebut tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.


"Izin Majelis. Saat saksi ini melakukan klarifikasi, terdakwa menerangkan bahwa perusahaan yang dipimpinnya bergerak dalam pengangkutan solar dan minyak curah sawit atau CPO," timpal ketua tim JPU Ingan Malem Purba.


Philip M Soentpiet pun melanjutkan persidangan pekan depan dan memerintahkan JPU agar kembali menghadirkan terdakwa di persidangan secara video teleconference (VC).


Tidak Sebenarnya


Sementara JPU dalam dakwaannya menguraikan, terdakwa selaku  Dirut PT PC seolah telah menjual solar industri ke beberapa perusahaan dengan menerbitkan Faktur Pajak kepada beberapa perusahaan dalam kurun waktu Januari 2013 sampai dengan Desember 2014 dengan total penjualan sebesar Rp1.726.091.885 dan solar industri tersebut diperoleh dari seseorang bernama Dani berdomisili di Belawan.


Dalam laporan Surat Pemberitahuan (SPt) Masa PPN sejak bulan Januari tahun 2013 sampai dengan bulan Desember tahun 2014 dalam daftar Pajak Masukan yang disampaikan  ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam hal ini KPP Pratama Medan Kota 


Terdakwa selaku Direktur Utama PT Putra Cimandare telah melaporkan seolah-olah telah terjadi pembelian Bahan Bakar Minyak solar industri dari CV Bensia Berkat Ceria (BBC)  dan PT Agung Sejahtera Sejati  (ASS) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp12.707.938.270. 


Sehingga PPN seharusnya masuk ke negara sebesar sebesar Rp1.270.793.827 dan jumlah tersebut merupakan Pajak Masukan/Kredit Pajak atau dalam bahsa awam Piutang Pajak/Pengurang Kewajiban.


Pasal 13 ayat (9) UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai) diatur bahwa Faktur Pajak harus memenuhi syarat formal dan materiil, syarat materiil penerbitan faktur pajak. Apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak. 


Terdakwa dijerat pidana Pasal 39 A huruf a UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah  terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 64 ayat (1)  KUHPidana. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini