Pengacara Korban Minta Kajati Sumut Beri Atensi Proses Hukum Dugaan Penggunaan Dokumen Palsu Tersangka Exsan

Sebarkan:

  


C Suhadi, pengacara korban. (MOL/Ist)



MEDAN | Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) IBN Wiswantanu diminta memberikan atensi dalam penanganan proses hukum perkara dugaan penggunaan dokumen palsu dengan tersangka Exsan Fensury.


Hal tersebut disampaikan C Suhadi selaku pengacara korban, Alexleo Fensury, Senin (19/10/2021) di Medan. Menurutnya, selaku kuasa hukum pelapor, atensi secara langsung dari orang pertama di Kejati Sumut  tersebut sangat penting agar penanganan proses hukum kasusnya berjalan sebagaimana mestinya.


"Jadi saya mohon atensi dari pada pak Kajati. Kita juga sudah meminta perlindungan hukum baik kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas), Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) bahkan ke Jaksa Agung. 


Sebab konstruksi hukumnya memang ranahnya juga sudah jelas iindak pidana. Tidak bosan-bosannya Saya menyampaikan harapan agar jangan ada lagi pembelokan dalam tanda kutip," tegasnya.


Mengenai dokumen tersebut, lanjut Suhadi, bahwa pada lembar fotokopi dokumen neraca keuangan dan laba-rugi perusahaan yang ada pada tersangka Exsan Fensury terdapat tanda tangan para pihak selaku pemegang saham. 


Sedangkan dokumen asli laporan neraca keuangan dan laba-rugi sejak awal dipegang korban/pelapor hingga saat ini belum tertera adanya penandatanganan. 


Karena memang faktanya belum terlaksananya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai mekanisme prosedur keabsahan dokumen laporan dimaksud sesuai UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).


"Dokumen aslinya sampai sekarang belum ditandatangani. Tanda tangan para pemegang saham pada dokumen fotokopi itu diyakini dilakukan tersangka di luar RUPS dan tidak diketahui pelapor. 


Sehingga dengan kondisi yang seperti itu lah kita katakan bahwa penandatanganan itu tidak sah, dan karena hal itu juga kita sebutkan bahwa dokumen itu nggak benar atau dokumen palsu," ketusnya.


Selaku pengacara korban dia juga telah menjelaskan kepada pihak penyidik dari Polda Sumut tentang adanya Kuasa Direksi. Di mana pelapor Alexleo Fensury sebagai Direktur perusahaan memberi kuasa kepada tersangka Exsan selaku Komisaris perusahaan sebagai Kuasa Direksi dalam pengelolaan keuangan dan manajemen perusahaan. 


"Artinya mungkin saja jaksa peneliti berkasnya tidak cermat mempelajari soal adanya Kuasa Direksi itu. Makanya kita jelaskan mengenai apa itu Kuasa Direksi. Apakah ada buktinya itu semua, kita terangkan dalam BAP termasuk kita urutkan bukti-bukti adanya Kuasa Direksi.


Artinya menyangkut masalah pengelolaan keuangan dan manajemen perusahaan itu, oleh pak Alex sebagai Direktur dikuasakan kepada pak Exsan sebagai komisaris yang kedudukannya kemudian menjadi Kuasa Direksi. 


Jadi dalam konteks ini berkaitan masalah pengelolaan keuangan, itu semua dikuasai oleh tersangka dan sampai sekarang belum pernah dilaporkan tersangka sebagaimana mekanisme prosedur sesuai UU PT yakni melalui RUPS," jelasnya.


Gunakan Alat Bukti


Menjadi persoalan hukum saat ini, lanjut Suhadi, adalah dokumen diduga palsu tersebut digunakan oleh tersangka sebagai alat bukti dalam perkara niaga di Pengadilan Niaga Medan.


Sehingga menurutnya pada satu sisi jika dilihat dari keseluruhan persoalan yang ada, RUPS yang sejatinya belum pernah dilaksanakan hingga saat ini kemudian 'disulap' seolah-olah telah terlaksana.


"Yang dipersoalkan bukan lagi masalah keuangan maupun laba dan rugi. Yang kita persoalkan adalah tentang penggunaan dokumen diduga palsu itu digunakan tersangka sebagai alat bukti di pengadilan. 


Karena itu dalam kasus ini laporan kita menyangkut Pasal 263 ayat (2) KUHPidana, di mana unsur penggunaannya itu nyata bahwa tersangka telah menggunakan dokumen palsu itu di pengadilan," pungkasnya. (ROBS/REL)









Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini