JPU Kejati Sumut Hadirkan Saksi dari Ditjen Pajak Kemenkeu RI, Hakim: Di Mana Unsur Pidananya?

Sebarkan:

 


Parulian Situmorang (kanan), salah seorang staf dari Ditjen Pajak Kemenkeu RI saat didengarkan keterangannya. (MOL/ROBS)



MEDAN | Sidang lanjutan perkara tindak pidana perpajakan disebut-sebut merugikan pendapatan negara Rp1,2 miliar lebih dengan terdakwa Sriwiyadi alias Riwi (52) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Putra Cimandare (PC), Rabu (13/10/2021) di Cakra 8 Pengadilan Pajak Medan kembali berjalan alot.

 

Majelis hakim diketuai Hadi Nasution berulang kali meminta saksi yang dihadirkan tim JPU dari Kejati Sumut yakni Parulian Situmorang, salah seorang staf dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI menguraikan indikasi tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.


"Terus terang sampai hari ini kami majelis hakim belum menemukan indikasi tindak pidana yang dilakukan terdakwa ini. Di situ masalahnya. Dalam bahasa hukum dikenal istilah laporan palsu.


Sementara versi saudara dari Kantor Pajak dalam transaksi jual beli yang dilakukan PT PC ke perusahan lain, terdakwa ini ada melaporkan faktur pajak dan saudara mengatakan tidak mengenal istilah laporan pajaknya palsu. Dikarenakan tidak mampu menunjukkan mana laporan pajak yang aslinya. 


Istilah saudara barusan adalah transaksi bukan sebenarnya. Sementara dalam bahasa hukum kami mengenal istilah laporan palsu. Saudara kan penyidik pada Kantor Pajak. Coba dijelaskan dalam bahasa sederhana, di mana unsur pidana yang telah dilakukan terdakwa in?" cecar Hadi Nasution.


Saksi kemudian menerangkan bahwa hasil konfirmasi faktur pajak dari PT Agung Sejahtera Sejati  (ASS) menyebutkan, tidak ada menjual bahan bakar jenis solar ke PT PC yang dipimpin terdakwa Sriwiyadi alias Riwi.


"Nah pertanyaannya kemudian faktur pajak transaksi jual beli yang dilakukan yang dilaporkan PT PC ke Kantor Pajak di Medan Kota itu disetor kan ke negara?" timpal hakim ketua dan dijawab saksi, bukan tupoksinya menjawab apakah ada atau tidak disetorkan ke negara.



Terdakwa Sriwiyadi alias Riwi yang mengikuti persidangan secara vicon di Pengadilan Pajak Medan. (MOL/ROBS)



Sementara ketika dikonfrontir, terdakwa Sriwiyadi alias Riwi yang mengikuti persidangan secara video teleconference (vicon) didampingi tim penasihat hukumnya (PH) dimotori Tita Rosmawati membantah keterangan saksi dari Ditjen Pajak Kemenkeu RI tersebut.


"Saya juga nggak pernah berhubungan atau berkomunikasi dengan saksi itu Yang Mulia," tegasnya. Hadi Nasution pun melanjutkan persidangan 2 pekan mendatang.


Tidak Sebenarnya


Sementara tim JPU diketuai Ingan Malem Purba dalam dakwaannya menguraikan, terdakwa selaku  Dirut PT PC seolah telah menjual solar industri ke beberapa perusahaan dengan menerbitkan faktur pajak kepada beberapa perusahaan dalam kurun waktu Januari 2013 sampai dengan Desember 2014 dengan total penjualan sebesar Rp1.726.091.885 dan solar industri tersebut diperoleh dari seseorang bernama Dani berdomisili di Belawan.


Perusahaan yang dipimpin terdakwa membuat laporan Surat Pemberitahuan (SPt) Masa PPN sejak bulan Januari tahun 2013 sampai dengan bulan Desember tahun 2014 dalam daftar Pajak Masukan yang disampaikan  ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam hal ini KPP Pratama Medan Kota 


Terdakwa selaku Dirut PT PC telah melaporkan seolah-olah telah terjadi pembelian Bahan Bakar Minyak solar industri dari CV Bensia Berkat Ceria (BBC)  dan PT  ASS dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp12.707.938.270. 


Sehingga PPN seharusnya masuk ke negara sebesar sebesar Rp1.270.793.827 dan jumlah tersebut merupakan Pajak Masukan/Kredit Pajak atau dalam bahasa awam Piutang Pajak/Pengurang Kewajiban.


Sementara dalam Pasal 13 ayat (9) UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diatur bahwa Faktur Pajak harus memenuhi syarat formal dan materiil, syarat materiil penerbitan faktur pajak. Apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak. 


Terdakwa dijerat pidana Pasal 39 A huruf a UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah  terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 64 ayat (1)  KUHPidana. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini