Sekda Kota Tebingtinggi Nyaris 2 Kali Masuk 'Perangkap' PH Terdakwa, Terungkap Kontrak 'Siluman' di Disdik

Sebarkan:



Sekda Kota Tebingtinggi M Dimyathi (kiri) dan terdakwa H Pardamean Siregar (kanan tidak dilakukan penahanan). (MOL/ROBS)



MEDAN | Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tebingtinggi M Dimyathi nyaris 2 kali masuk 'perangkap' pertanyaan dinilai menjebak oleh tim penasihat hukum (PH) Masdalena Pohan, salah seorang dari 3 terdakwa korupsi senilai Rp2,3 miliar di Dinas Pendidikan (Disdik) TA 2020.


Orang ketiga di Pemko tersebut, Senin petang (7/6/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan sempat ditanyakan tentang hasil pekerjaan pengadaan Buku Panduan Pendidik SD dan SMP yang telah diserahterimakan dan sudah ada Surat Perintah Membayar (SPM), bisa atau tidak kemudian dipermasalahkan.


"Sebentar. Bapak ini (Sekda M Dimyathi) saksi fakta loh. Tolong jangan digiring dengan pertanyaan tentang apa pendapatnya. Dia di sini bukan sebagai ahli pengadaan barang dan jasa untuk didengarkan pendapatnya. Tolong disampaikan pertanyaan yang lain," timpal hakim ketua Jarihat Simarmata.


Namun sebelumnya saksi terlanjur memberikan pendapat atas pertanyaan tim PH terdakwa lainnya, Efni Efridah selaku Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Pendidikan Dasar di Disdik Kota Tebingtinggi.


Menurutnya, orang sama sekali tidak masuk dalam struktur pekerjaan pengadaan buku semestinya tidak ikut dimintai pertanggungjawaban bila di kemudian hari ada indikasi bermasalah.


"Tidak bisa orang lain dilimpahkan pertanggungjawaban," kata M Dimyathi. Sementara dalam perkara aquo, terdakwa Efni Efridah sama sekali tidak masuk dalam unsur pengadaan, pengawas maupun pejabat penerima hasil pekerjaan.


Sepengetahuannya, Pengguna Anggaran (PA) dalam pengadaan buku panduan adalah terdakwa H Pardamean Siregar juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).


Sedangkan terdakwa Masdalena Pohan selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam menjalankan tugasnya harus didampingi tenaga bersertifikasi dan bertanggungjawab kepada PA.


Di bagian lain Sekda menimpali pertanyaan tim PH terdakwa H Pardamean Siregar menguraikan, seharusnya PPTK sebagai pelaksana teknis kegiatan meneliti lampiran dokumen terhadap permohonan pencairan dana oleh rekanan. Setelah lengkap baru bisa diajukan pencairan dana.


Disita


Ketika ditanya seputar penyitaan buku panduan disebut-sebut sudah masuk inventaris Pemko kemudian dilakukan penyitaan oleh penyidik dari Kejari Tebingtinggi, saksi menimpali, hal itu sebaiknya ditanyakan kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tebingtinggi.


Sementara saksi lainnya Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Negeri 3 Kota Tebingtinggi Syahlan Ritonga menerangkan pernah ditunjuk sebagai penghubung 3 kepsek SMP Negeri lainnya dalam penerimaan buku Panduan Pendidik. Sekolah yang dipimpinnya sempat menerima 444 eksemplar.


"Setelah di-BAP di kejaksaan datang Pak Chandra disuruhnya Saya kumpulkan dan serahkan bukunya ke kejaksaan," katanya sembari melirik JPU.


Kontrak 'Siluman'


Fakta mencengangkan juga terungkap di persidangan ketika Sumantri, salah seorang rekanan dihadirkan sebagai saksi. Dia mengaku pernah dihubungi tetangganya Yulia Ningsih, pegawai di Bidang Pendidikan Dasar Dikdas Disdik Kota Tebingtinggi.


"Saya ada berikan data profil perusahaan ke dia dan menandatangani cek tapi nominalnya dikosongkan. Nggak ada cetak atau beli buku. Ada memang dijanjikan akan mendapatkan komisi 2 persen. Nggak tahu berapa nilainya tapi nggak Saya ambil Yang Mulia," urainya.




Dua terdakwa lainnya Efni Efridah (kiri) dan Masdalena Pohan mengikuti persidangan secara video conference (vicon). (MOL/ROBS)



JPU kemudian memperlihatkan alat bukti berupa kontrak pekerjaan pengadaan buku panduan ada nama saksi dan tanda tangan. Sumantri kemudian tampak keheranan karena merasa tidak pernah menandatangani kontrak pekerjaan pengadaan buku di Disdik Tebingtinggi pada 2020 lalu alias kontrak 'siluman'.


Kejanggalan


Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam pengadaan buku senilai Rp2,4 miliar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) TA 2020, di antaranya dengan cara Penunjukan Langsung (PL) pekerjaan kepada 10 rekanan. 


Yakni CV Bina Mitra Sejagat, CV Dita  Perdana Abadi, CV Makmur Bersama, CV  Nandemo Aru, CV Tri Putra, CV Raja Mandiri, CV Samba, CV Sinergi, CV Tiga Putra Jaya serta CV Viktory. 


Sedangkan hasil penghitungan tim audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumut, kerugian keuangan negara mencapai Rp2,3 miliar. 


Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, pidana Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)







Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini