Komisi A DPRD Sumut Gelar RDP Tentang Konflik Lahan PTPN II, LBH Medan Minta Hadirkan Pejabat Terkait

Sebarkan:

MEDAN | Komisi A DPRD Sumatera Utara (Sumut) gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait konflik lahan antara pensiunan dan PTPN II di lahan Kebun Helvetia Dusun I Desa Helvetia, Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Rabu (16/6/2021) di Aula Bamus DPRD Provinsi Sumatera Utara.


Ketua Komisi A DPRD Sumut, Hendro Susanto menjelaskan hasil dari RDP tersebut, pihaknya meminta agar penyelesaikan konflik itu segera dapat diselesaikan.

“Saya bilang tadi ke kuasa hukum PTPN II jangan memperlambat. Ini kan orang tua kita, mereka menikmati usia tua mereka dan mereka diseret-seret, kan mereka tidak menikmati hidup mereka,” sebutnya.

Bahkan Ia menyebutkan bahwa, Komisi A siap membantu untuk menyelesaikan konflik antara kedua belah pihak tersebut.

“Bagaimanapun, komisi A hadir menghargai kontribusi eks Karyawan PTPN II itu yang telah membangun berkontribusi untuk PTPN II, dan ini juga termasuk dalam panitia nominatif eks HGU yang 5 ribu sekian. Bahwa ada 5 klaster yang kita prioritaskan dan itu harus dituntaskan,” ungkapnya.

Menurutnya, pihak PTPN II haruslah bertanggungjawab terhadap para mantan karyawannya yang telah bekerja sejak lama. “Salah satunya adalah untuk menggantikan kebutuhan eks karyawan PTPN II, dalam mencermati ini juga, dalam status tanah ini itu legalitasnya bukan di kami, kami hanya memediasi,” tuturnya.

Hendro mengungkapkan, pihaknya hanya dapat memediasi kedua belah pihak yang berkonflik. Dia berharap tidak ada satu pihak pun yang dirugikan terutama mantan karyawan PTPN II itu.

“Komisi A bukan komisi yang super, kita hanya mendudukan masalah dengan baik dan benar sehingga tidak ada yang terzolimi dan tidak ada yang di rugikan. Apalagi pengaduan masyarakat kita harus Follow Up dan respon cepat,” ucapnya.

“Kita juga mensupport PTPN II, agar mengamankan aset-asetnya, tawaran kita juga pada PTPN II gunakan pendekatan dari hati ke hati, jangan lakukan hal yang tidak betul dalam konteks hukum,” tambahnya.

Sementara itu Anggota Komisi A dari Fraksi Golkar, Irham Buana Nasution menjelaskan bahwa Persoalan tanah adalah bukan hal sederhana yang kita bayangkan, karena persoalan tanah adalah hajat kehidupan masyarakat sehingga jangan kita mengkompensasikan soal tanah dengan mudah dan ringan.

"Walaupun 4 keluarga ini masih bertahan dari dulunya 23 Keluarga, jadi 11 dan 8 hingga sekarang 4 keluarga pensiunan, tapi 4 keluarga atau pensiunan ini adalah mewakili nafas, mewakili hak dan seluruh pensiunan- pensiunan yang ada di PTPN II dan jangan kita melihat 4 orang ini adalah bagian kasus yang sedikit, tetapi banyak yang dialami pensiunan-pensiunan yang lainnya," jelas Irham Buana Nasution.

Irham juga menjelaskan bahwa dirinya ingat betul bahwa ada surat keputusan bersama 3 menteri sekitar 10 atau 15 tahun yang lalu dari Menteri Perdagangan, Perindustrian dan dari Menteri BUMN kemungkinan masa itu, kalaupun kemudian ada Hak Guna Usaha (HGU) telah selesai dan keluar dari Hak Guna Usaha Perkebunan maka prioritas yang pertama itu adalah diserahkan kepada penghuni yang bertempat tinggal diatas lahan kepada penghuni atau kepada eks karyawan.

"Tidak kemudian tanpa pembicaraan tanpa diskusi masyarakat yang ada di atas lahan, kemudian dilakukan kerjasama operasional kepada pihak ketiga. Sehingga bukan masalah tunjangan hari tua mereka yang tidak dapat dan juga masa depan mereka yang tidak dapat kehidupan yang lebih layak," tambah Irham.

Irham juga memaparkan bahwa persoalan PTPN II yang sudah semerawut ini, bahwa persoalan eks HGU PTPN II ini merupakan salah peruntukannya dengan dibangun untuk perumahan, lapangan golf dan lain-lain, Namun dalam hal ini tidak tahu siapa yang menempati dan juga tidak tahu yang menikmati fasilitas tersebut. Namun jangan pandang 4 karyawan ini terkecil dari upaya yang kita lakukan, kalau 4 pensiunan ini adalah perwakilan dari ribuan mantan karyawan dari pensiunan PTPN II.

"Seharusnya PTPN II membela dan melindungi karyawan dan PTPN II juga membela dan melindungi pensiunannya, tidak kemudian karena ujug-ujug melakukan refitalisasi. Dengan melakukan pengembangan aset karena merugi dan sebagiannya dan lantas mereka terusir dari rumahnya yang sudah puluhan tahun menempati dan memberikan jasa sebagian besar berpuluh-puluh tahun dari anak cucu untuk bekerja di PTPN II, menurut saya walaupun DPRD bukan lembaga penyelesaian secara hukum tapi secara politik kami harus bertanggungjawab untuk menyelesaikan ini dan secara politik kami akan mengontrol proses ini terus, yang kemudian PTPN II akan dijalan yang benar baik di jalur Hukum, Politik secara Ekonomi dan sosial juga, karena PTPN II adalah bagian dari sejarah  masyarakat deli dan kemudian tidak bisa masyarakat kami diperlakukan seperti ini," beber Irham dengan lantang.

Sementara itu, Kepala Devisi Sumber Daya Alam (SDA) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Alinafiah Matondang, SH., M.Hum yang merupakan kuasa hukum para pensiunan tersebut menjelaskan, 
bahwa sesuai hasil kerja Panitia B Plus atas permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II, terdapat areal HGU PTPN II yang tidak diperpanjang (eks HGU) seluas 5.873 hektar yang diperuntukannya terdiri dari salah satunya permohonan pensiunan seluas 558, 35 hektar, dan hal ini dapat dibuktikan salah satunya sesuai dengan informasi publik yang terdapat pada website interatif BPN (https://bhumi.atrbpn.go.id.-red).

"Bukan hanya itu saja, sesuai surat dari Menteri BUMN pada tanggal 30 September 2014 nomor 5-567/MBU/09/2014 perihal penyelesaian permasalahan Area Lahan HGU diperpanjang dan lahan HGU yang tidak diperpanjang bahwa rumah dinas sesuai rekomendasi Jamdatun bahwa rumah dinas di HGU atau eks HGU dijual kepada penghuni sah atau penawaran umum," sebut Ali.

Ali juga menyebutkan bahwa pihaknya masih akan menunggu RDP selanjutnya yang akan mengundang beberapa instansi terkait untuk menyelesaikan perkara tersebut. Agar ada lanjutan dari hasil RDP dan mengundang misalnya BPN dan Pemerintahan Daerah. Karena penyelesaian konflik yang terjadi atas lahan di PTPN II ini kan tidak bisa diselesaikan oleh hanya pihak PTPN II 

Komisi A juga menyebutkan jelas Ali bahwa pimpinan rapat yang merupakan komisi A DPRD Sumut memberikan saran agar membuka ruang diskusi atau mediasi.

“Kita tidak membatasi diri untuk mediasi tapi yang penting solusinya itu tetap adil layak manusiawi. Itu yang ingin kita harapkan,” sebutnya.

Ali mengungkapkan, pihaknya telah ada memenuhi undangan dari PTPN II. Namun solusi yang mereka berikan jauh dari harapan dan tidak manusiawi.

“Kita sudah pernah memenuhi undangan dari pihak PTPN II untuk diskusi untuk mediasi berdua, tapi ternyatakan solusi yang mereka tawarkan jauh dari yang namanya layak dan manusiawi,” ujarnya.

Dia mengaku, tidak akan melakukan gugatan apabila persoalan ini tidak menemukan titik temunya. Pihaknya akan menunggu gugatan dari PTPN II.

“Kalau melakukan gugatan, alangkah bodohnya kami kalau kami yang mengajukan gugatan kepada pihak PTPN II. Alasan pertama, pensiunanlah yang menguasai objek,” ucapnya.

“Alasan kedua, PTPN II kan memiliki sumber daya yang besar merekakan perusahaan besar, perusahaan raksasa plat merah yang mempunyai modal yang banyak. Pensiunankan cuma mendapatkan uang pensiunan 100 sampai 300 ribu perbulan nggak akan mungkin kita sanggup,” tambah Ali.

Ali menyebutkan, selama ini pensiunan sering mendapatkan teror dari beberapa oknum aparat. Pihak PTPN juga mendatangkan mobil excavator untuk menakut-nakuti para pensiunan ini.

“Dilapangan itu yang kami rasakan pensiunan itu terkesan diteror ada excavator dibelakang rumah walaupun nggak merusak bangunan tapi dimainkan-mainkan. Kemudian ada oknum-oknum militer yang akhir-akhir ini turun mengawal pihak PTPN II itukan bentuk terornya,” pungkas Ali. (r/ka) 
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini