Perkara Suap 2 Politisi PPP, Rada 'Malu-malu' Staf di Kemenkes RI Benarkan DAK Kabupaten Labura jadi Atensi

Sebarkan:




Nugroho Tamtomo (monitor bawah) saat didengarkan keterangannya secara vidcon di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



MEDAN | Dengan nada rada 'malu-malu', Nugroho Tamtomo, mantan staf di Biro Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) Setjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang dihadirkan tim JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi akhirnya membenarkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diusulkan Pemkab Labuhanbatu Utara (Labura) ikut menjadi atensi.


Menjawab pertanyaan anggota tim penuntut umum Hendra, saksi mengatakan, Januari 2018 lalu ada ketemu dengan Kabiro Keuangan dan BMN Setjen Kemenkes RI Arief Fadillah yang juga atasannya langsung untuk pergi ke Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


Yakni untuk menemui Setyo Budi Hartono, salah seorang staf di Inspektorat Jenderal (Itjen) yang biasanya memeriksa laporan keuangan di Kemenkes RI dan Acong, salah seorang staf di Biro Perencanaan.


"Biar Saya refresh ingatan saksi. Di BAP saudara ada memberikan keterangan tanpa unsur paksaan dan Anda tandatangani," kata Hendra dan diiyakan Nugroho Tamtomo lewat sambungan video conference (vidcom) ZOOM, Kamis (29/4/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.


Saksi akhirnya membenarkan 2 atau 3 pekan kemudian ada diperintahkan Arief Fadillah agar menelepon Acong untuk menanyakan progres usulan DAK beberapa kabupaten/kota di antaranya Tebing Tinggi, Lubuk Linggau dan Kabupaten Labura.


"Kata Pak Acong waktu itu sudah selesai sesuai ketentuan. Pemahaman Saya (permohonan DAK di kabupaten/kota dimaksud) sudah dikabulkan," timpalnya.


Saat dikonfrontir hakim ketua Husni Thamrin, baik terdakwa mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 Irgan Chairul Mahfiz dan mantan Wakil Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan (Wabendum PPP) Puji Suhartono (berkas penuntutan terpisah) tidak menyampaikan tanggapan karena tidak mengenal dan tidak pernah komunikasi dengan saksi.


Setelah dialog dengan anggota majelis hakim lainnya, hakim ketua Husni Thamrin melanjutkan persidangan pekan depan dengan agenda pemeriksaan kedua politisi PPP tersebut masing masing sebagai saksi mahkota sekaligus sebagai terdakwa.


Tim JPU pada KPK (kiri) saat menyampaikan sejumlah pertanyaan terhadap saksi yang dihadirkan secara vidcon. (MOL/ROBS)



Keduanya didakwa menerima uang suap dari mantan Bupati Labura Kharuddin Syah Sitorus alias H Buyung melalui Yaya Purnomo, salah seorang staf di Kemenkes RI (telah divonis 6,5 tahun penjara)  agar permohonan DAK Pemkab Labura ditampung dalam APBN-Perubahan (P) TA 2018. 


Bermasalah di DESK


Sementara mengutip dakwaan JPU pada KPK dimotori Budhi S, bermula dari didapatnya informasi bahwa usulan DAK bidang kesehatan pembangunan lanjutan -rumah sakit baru- RSUD Aek Kanopan bermasalah di tahapan perencanaan (DESK) Kemenkes RI.


Mantan orang pertama.di Pemkab Labura itu kemudian mempercayakan pengurusan permasalahan tersebut kepada stafnya, Agusman Sinaga selaku Kepala Bidang Pengelola dan Pendapatan Daerah (BPPD) dan Habibuddin Siregar ketika itu menjabat Asisten I Setkab Labura. 


Kendalanya, berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan (Yankes) tidak diperbolehkan anggaran untuk pembangunan rumah sakit baru (RSUD Aek Kanopan-red).  


Kedua utusan H Buyung kemudian meminta tolong kepada Yaya Purnomo. Yaya pun melobi sejumlah pihak. Di antaranya melalui Kabiro Keuangan dan BMN Setjen Kemenkes RI Arief Fadillah selanjutnya ke terdakwa Puji Hartono teris ke terdakwa Irgan Chairul Mahfiz, ketika itu anggota Komisi IX DPR RI.


Rp100 Juta


Pada 2 Maret 2018, terdakwa Irgan Chairul yang sedang Umroh menghubungi terdakwa Puji Suhartono melalui WhatsApp (WA), meminta sejumlah uang untuk membeli oleh-oleh dan disanggupi sebesar Rp100 juta. 


Keesokan harinya terdakwa Puji menghubungi Yaya Purnomo agar Agusman Sinaga mentransfer uang Rp100 juta ke rekening terdakwa Irgan. Terdakwa Puji Suhartono juga menyusul menerima Rp100 juta. 


Baik Irgan maupun Puji Suhartono dijerat dakwaan pertama, pidana Pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Atau kedua, pidana Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini