Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, PhD : Sarat Prakarsa, Tuan Manullang Berjuang dengan Tanggapan Mandiri dalam Sejarah Indonesia

Sebarkan:


MEDAN | Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong (2001 –2004) yang juga Guru Besar Emeritus Universitas Indonesia Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, PhD mengungkapkan Mangihut Mangaradja Hezekiel Manullang layak menjadi pahlawan nasional  sebab sepanjang sejarah perjuangan hidupnya yang sarat makna, berjuang dengan tanggapan mandiri  terhadap tantangan perubahan-perubahan sejarah di Indonesia. 

“Kebangkitan perhimpunan keagamaan (Kristen) di seluruh Tanah Batak sebagaimana yang terjadi di  Pulau Jawa, merupakan konsekuensi perlawanan rakyat terhadap kebijakan exploitatif Kerajaan Belanda dan Hezekiel muda tampil konsisten dan terus menerus komit melawan ketidakadilan,” jelas Dorodjatun saat tampil sebagai salah satu nara sumber pada seminar yang diselenggarakan Universitas Negeri Medan yang bertemakan “Tuan M.H. Manullang: Dari Pahlawan Kemerdekaan menuju Calon Pahlawan Nasional”, Sabtu (13/3/2021)  kemarin.

Mengutip Arnold Toynbee Sejarahwan dan Filosof Inggris, Dorodjatun mengungkapkan Sejarah adalah sebuah proses perjalanan hidup manusia pada umumnya di dalam menanggapi tantangan perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya (Cara pandang “Challenge – Response”).

Ditambahkan Dorodjatun, menurut Ibnu Khaldun (1332-1406) seorang Filosof Islam, Setiap proses sejarah adalah semacam siklus yang tidak pernah berhenti dari Kebangkitan – Kondisi Puncak – Kemapanan – Krisis – Keruntuhan – Pembaruan – dan kebangkitan kembali.

Sebagaimana diketahui, lanjut Dorodjatun, selepas Perang Dunia I (1914-1918) upaya mengkonsolidasikan Nusantara untuk mendanai revolusi industri di Belanda telah menimbulkan perlawanan rakyat dengan munculnya Serikat Dagang Islam di Jawa yang disusul Serikat Islam yang menjelma sebagai Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah .

 “Era anak-anak dan remaja Pemuda Hezekiel Manullang  adalah saat kerajaan Belanda merebut tanah dari masyarakat adat untuk perkebunan telah menimbulkan perlawanan dan Hezekiel Muda menyikapi ketidakadilan tersebut melalui Surat Kabar dan gerakan gerakan sistematis lainnya,” pungkas Dorodjatun .
Kerajaan Belanda memaksakan sistem Kerja Rodi kepada penduduk tanpa pembayaran, memungut pajak langsung, dan berbagai cara serupa yang antara lain mendatangkan “kuli kontrak” dari Jawa dalam jumlah yang semakin besar. Cultuurstelsel (1830-1870) yang dilaksanakan dengan brutal oleh Kerajaan Belanda telah menghasilkan laba besar  yang berlandaskan sistem global Gold Standar. 

“Dengan menggunakan patokan harga “per fine ounce” emas, dan kurs 1:1 terhadap US Dollar pada waktu itu, diperoleh prakiraan bahwa Kerajaan Belanda memperoleh dana senilai US Dollar 12 Trilyun dalam uang sekarang,” ungkap Dorojatun

Kerajaan Belanda memperluas perkebunan di seluruh Sumatra untuk menghasilkan export komoditi-komoditi yang baru. Dengan demikian “Afronding” di seluruh Sumatra, termasuk Perang Aceh yang pecah sejak 1873  didanai antara lain oleh Cultuurstelsel.  

Surat Kabar Soeara Batak lahir Tahun 1919, dimana surat kabar ini tampil sangat keras menentang pendudukan Belanda, suatu ekspansi agraria di mana Belanda semena-mena mengambil tanah milik rakyat. 

“Inilah jugalah yang ditentang Hezekiel muda yang menyeret beliau ke pengadilan penjajah lalu dipenjarakan di LP Cipinang, 1922-1923,” paparnya seraya menambahkan Tuan Manullang telah hadir sebagai pelaku sejarah mulai dari masa kolonial, pra kemerdekaan dan pasca Kemerdekaan Indonesia, bahkan saat Indonesia merdeka, terus memberi sumbangsih yang sangat besar bagi bangsanya. (r/ka) 
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini