Perkara Pemalsuan 'Dipaksakan', Terdakwa Johannes Dihadapkan dengan Jawaban Iya atau Tidak, PH akan Surati KY

Sebarkan:



Sidang lanjutan pemeriksaan terdakwa di Cakra 3 PN Medan berlangsung 'panas'. (MOL/Robs)


MEDAN | Sidang lanjutan perkara membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang dengan terdakwa Johannes Widjaya, Kamis (24/2/2021) di ruang Cakra 3 PN Medan berlangsung 'panas'.


Majelis hakim diketuai Ali Tarigan secara bergantian dengan anggota majelis hakim mencecar terdakwa yang mengikuti persidangan secara daring dari Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan.


Kesemua pertanyaan majelis hakim masih berkutat pada pembicaraan pesan WhatsApp (WA) terdakwa dengan beberapa staf di PT Liftec Indonesia Jaya (LIJ) dan sejumlah Purchase Order (PO) dengan kop surat PT LIJ di 2015 hingga 2017.


Ketika ditanya hakim ketua tentang pesan teks WhatsApp (WA) saksi korban Erik Lionanto selaku Direktur Utama (Dirut) PT LIJ berisikan keberatan juga tanda tangannya katanya dipalsukan dengan cara discan, timpal terdakwa, merupakan hal biasa dan bertahun-tahun dilakukan di perusahaan tersebut dan tidak ada masalah.


Untuk kesekian kalinya juga terdakwa selaku Komisaris Utama (Komut) PT LIJ Cabang Medan menjawab bahwa yang membuat konsep PO adalah staf di kantor yang beralamat di Jalan H Misbah, Komplek Multatuli Indah Blok B, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun tersebut.


"Selama ini yang terjadi, staf yang menyiapkan format PO ke rekan bisnis. Nama yang tertera adalah Pak Erik tapi yang meneken bukan beliau. Pak Erik kan sibuk dan berada di Jakarta. Untuk hal-hal mendesak hal itu   yang terjadi. Mohon maaf Yang Mulia. Saya pikir tadi Saya diminta untuk menjelaskan," kata Johannes ketika disela Ali Tarigan agar memberikan jawaban antara iya atau tidak.


Usai pemeriksaan Johannes sebagai terdakwa, JPU dari Kejari Medan Risnawati Ginting diberikan kesempatan sepekan untuk menyampaikan materi tuntutan terhadap terdakwa.


'Dipaksakan'


Sementara usai persidangam, ketua tim penasihat hukum (PH) terdakwa, Baginda Rizky Ariesvy Sitanggang mengungkapkan kekecewaan terhadap jalannya persidangan. 


"Bagaimana mungkin klien kami diarahkan untuk memberikan jawaban antara iya dengan tidak? Padahal dari awal sejatinya klien kami hanya ingin menjelaskan apa yg menjadi pertanyaan dari majelis hakim yg terhormat. Tegas Baginda Rizky Ariesvy Sitanggang


Di dakwaan disebutkan merugikan PT Rp90 juta. merugikan saksi korban ada menderita kerugian Rp70 juta. Sebab Rp20 juta lagi uang dari terdakwa. Namun di persidangan JPU tidak mampu menunjukkan buktinya apakah berupa kwitansi atau transferan uang.


Tahun 2018 sudah ada pemisahan akta saham dan berjalan dengan lancar, tidak ada kasus kerugian pihak perusahaan dan otomatis sudah ada audit internal.


"Kalaupun misalnya ada kerugian di perusahaan, seharusnya sudah terjadi dan sudah diganti. Dan tidak ada kerugian yang lainnya di dalam perusahaan. Tapi kenapa di tahun 2020 timbul PO-PO yang seharusnya tidak timbul lagi," tegas Haryo Kuncoro Jati.


Sebaliknya, bila memang saksi korban merasa dirugikan seharusnya yang digugat adalah PT LIJ. Bukan malah mempidanakan kliennya sebagai Komut.


Mirisnya lagi, Johannes didakwa memalsukan tanda tangan saksi korban di PO ke beberapa perusahaan mitra bisnis PT LIJ Cabang Medan, namun JPU tidak mampu membuktikan tuduhan itu misalnya dengan memperlihatkan hasil analisa (identifikasi) forensik.


Tim PH terdakwa juga mencurigai saksi Hendrikus Barus sebenarnya mengetahui tentang Lilis Gunawan, saksi yang dihadirkan pelapor adalah bukan pegawai perusahaan tersebut dari 2016 sampai 2018. Namun sayangnya PH tidak diberikan waktu yang cukup untuk menggali informasinya.


Surati KY


Baginda Rizky Ariesvy Sitanggang didampingi anggota tim PH lainnya Haryo Kuncoro jati, Muhammad Reza Rayhan, Maulana Abdul’illah Pane dan Megawati dari Kantor Hukum Juridis & Partner menimpali, telah berembuk dengan kliennya maupun keluarga.


"Tadi juga tim PH telah berembuk dengan klien dan keluarganya. Hasilnya, dalam waktu sesegera mungkin kami akan menyurati resmi Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga eksternal pengawas kinerja hakim dan tidak tertutup kemungkinan sampai ke Bawas Mahkamah Agung (MA-RI) atau Presiden RI Joko Widodo untuk mencari keadilan agar turut mengawasi jalannya persidangan," pungkasnya. 


Sementara itu hakim ketua Ali Tarigan ketika ditanya awak media seputar wacana tersebut menyatakan, silakan saja. "Silakan saja. Nggak ada masalah," katanya sembari memasuki Gedung B PN Medan.  (Robs)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini