Ahli 'Rontokkan' Dakwaan JPU Kejati Sumut, Angka Kerugian Bukan oleh Auditor Berwenang Bukan Alat Bukti

Sebarkan:



Ahli hukum pidana Atja Sandjaya (kiri pegang mik) yang juga mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA-RI). (MOL/Robs)


MEDAN | Dakwaan JPU dari Kejati Sumut yang menangani perkara penjualan surat berharga berupa Medium Term Notes (MTN) 'akal-akalan' milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance kembali 'dirontokkan' dalam sidang lanjutan secara video conference (vidcon) di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan.


Baik JPU maupun tim majelis hakim diketuai Sri Wahyuni tampak kurang bersemangat memberikan pertanyaan terhadap kedua ahli yang dihadirkan tim penasihat hukum (PH) terdakwa Maulana Akhyar Lubis yakni ahli hukum pidana Atja Sandjaya yang juga mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA-RI) dan ahli akuntan perbankan.


Menurut Atja Sandjaya, bila perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan auditor tidak berwenang (oleh JPU akuntan tidak terdaftar di IAPI dan bernaung di Akuntan Publik Tarmizi, red), bukan alat bukti yang sah.


"Bila hasil audit investigasi dilakukan kantor akuntan publik dijadikan dasar menentukan kerugian keuangan negara ternyata diperoleh secara melawan hukum atau tidak sesuai ketentuan kemudian dijadikan alat bukti yang sah, tidak bisa digunakan sebagai alat bukti. Jangan-jangan auditnya palsu pula. Kalau itu sempat palsu bisa bahaya," tegasnya.


Masih menjawab pertanyaan Mathilde, ketua tim PH terdakwa Andri Irvandi, Artja menimpali, hakim harus memutuskan perkara tindak pidana sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah. 


Jangan sampai salah memutuskan. Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang tidak bersalah. Sementara JPU dalam dakwaannya menyebutkan, akibat perbuatan kedua terdakwa kerugian keuangan negara digadang-gadang mencapai Rp202 miliar.


Menjawab pertanyaan Eva Nora selaku PH terdakwa Maulana Akhyar, ahli berpendapat, mengacu asas legalitas, sedurjana apapun perbuatan itu kalau tidak diatur dalam UU pidana, bukan tindak pidana. Sebab dalam perkara ini, timpal Eva Nora, kliennya didakwa JPU tidak melaksanakan Kepdir PT Bank Sumut No 531 Tahun 2004.


Menurut Artja, mengacu asas legalitas sebagaimana disebut dalam Pasal 1 ayat (1) KUHPidana, bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Bila Kepdir tersebut tidak ada disebutkan sanksi pidana, jelas perbuatan yang bersangkutan (terdakwa Maulana Akhyar, red) bukan tindak pidana.


Diakhiri dengan kata mohon pencerahan, hakim anggota Felix Da Lopez menanyakan tentang Divisi (Treasury) yang dipimpin terdakwa tidak memperhatikan ketentuan intermal (Kepdir PT Bank Sumut 531/2004, red), apakah perbuatan dikategorikan merugikan keuangan negara (korupsi), menurut ahli, penyidikan kasusnya harus terang benderang.


Harus ada perhitungan akuntan publik, law opinion secara obyektif. Bila seseorang tidak punya kewenangan selidiki isi data keuangan uang diperbuat perusahaan lain dalam hal ini penjual MTN, bukanlah tindak pidana.


Tanggung Jawab Direksi


Sementara pendapat ahli akuntan dan perbankan Chair Loebis, sulit diterima akal sehat bila pertanggunhjawaban hukum dilimpahkan sepenuhnya kepada Maulana Akhyar selaku Pimpinan Divisi Treasury PT Bank Sumut.


Di satu sisi, terdakwa Maulana memiliki tanggung jawab untuk mencari keuntungan termasuk di pasar modal. Posisi terdakwa juga di tingkat menengah. Pembelian MTN milik PT SNP Finance, tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan unsur Direksi (level puncak) bank daerah kebanggaan Sumut tersebut. 


Artinya kalau pun ada indikasi kesalahan, unsur Direksi sebagai pimpinan juga harus dimintai pertanggungjawaban.


Prematur


Usai persidangan, Udhin Wibowo anggota tim PH terdakwa Andri Irvandi menguraikan, mengutip pendapat ahli Atja Sandjaya, dakwaan JPU pidana turut serta juga terbantahkan di persidangan barusan. Karena harus ada unsur kesengajaan berbentuk kemauan dan pengetahuan. 


Biarpun ada kemauan tapi tidak memiliki pengetahuan apa yang dia perbuat suatu tindak pidana, maka tidak bisa dihukum atau dimintai pertanggungjawaban pidana. Demikian sebaliknya. Kedua unsur harus terpenuhi.


Kuat indikasi dakwaan JPU prematur. Bagaimana mungkin Andri Irvandi mengetahui dokumen keuangan yang diperbuat PT SNP itu telah dipalsukan? Terdakwa Andri Irvandi pun tidak punya kewenangan untuk memverifikasi laporan keuangan itu. Di pihak lain, Bank Sumut sedang mengajukan gugatan lewat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) masih ada peluang uang kreditur kembali. (Robs)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini