Terlibat Korupsi, Kantor dan Rumah Dinas Bupati 'Haji Buyung' Labura Digeledah KPK, Ini Deretan Kasusnya

Sebarkan:
Bupati Labura Khairuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung.
JAKARTA | Terkait kasus dugaan suap terpidana Yaya Purnomo, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah melakukan penggeledahan di 4 lokasi di Sumatera Utara (Sumut) sejak 14 Juli hingga 17 Juli 2020.

Pengeledahan itu terkait kasus dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN-P 2018.

"Ini pengembangan perkara terpidana Yaya Purnomo yang sebelumnya telah selesai ditangani KPK. Penggeledahan dilakukan di 4 lokasi berbeda, yakni rumah dinas Bupati Labuhanbatu Utara, rumah/kantor yang berlokasi di Jalan SM Kisaran, Kabupaten Asahan. Kantor Bupati Labuhanbatu Utara dan rumah yang berlokasi di Jalan Sakinah, Lingkungan I Pulo Tarutung, Aek Kanopan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Minggu (19/7/2020).

Menurut Ali, total sudah 26 orang diperiksa yang terdiri dari berbagai pihak di antaranya, Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Khairuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung dan beberapa PNS Pemkab setempat.

KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap pihak swasta yang diduga mengetahui tindak pidana korupsi terkait proses penyidikan pengembangan perkara atas nama terpidana Yaya Purnomo tersebut.

Namun dalam hal ini, lanjut Ali Fikri, KPK belum memberikan keterangan perkembangan terkait status ke-26 saksi yang telah diperiksa.

"Untuk pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, belum bisa kami sampaikan saat ini. Perkembangannya nanti akan kami infokan lebih lanjut," ungkapnya.

Tim penyidik KPK melakukan tahap pengumpulan alat bukti termasuk memeriksa sejumlah saksi di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, terkait kasus yang menjerat pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.

Kasus ini terkait proyek yang bersumber dari dana perimbangan daerah RAPBN-P TA 2018.

Sebelumnya, Bupati Labura sempat membantah adanya permintaan ‘fulus pelicin’ dari Komisi XI DPR guna meloloskan pengajuan proposal pembangunan infrastruktur di daerahnya.

Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan Anggota DPR RI Fraksi Demokrat Amin Santono sebagai tersangka.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah sembilan pihak yang ditangkap dan telah selesai dilakukan pemeriksaan dalam waktu 1×24 jam.

Penyidik KPK juga menetapkan beberapa pihak lainnya, di antaranya Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu Yaya Purnomo, seorang pihak perantara atas nama Eka Kamaluddin, dan seorang kontraktor atas nama Ahmad Ghiast.

Atas perbuatannya, sebagai pihak penerima suap, Amin Santono, Yaya Purnomo, dan Eka Kamaluddin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Ahmad Ghiast Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1KUHP.

Sebelumnya, Yaya Purnomo telah divonis 6 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan gratifikasi. Yaya juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan 1 tahun 15 hari.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Yaya Purnomo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Bambang Hermanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/2/2019) lalu.

Hakim menyatakan Yaya terbukti menerima suap senilai Rp 300 juta dari Bupati Lampung Tengah Mustafa melalui Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman.

Uang tersebut merupakan bagian terpisah dari suap yang diterima Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono sebanyak Rp 2,8 miliar. Sehingga, Amin divonis 8 tahun penjara dalam kasus ini.

Informasi lain yang dihimpun, Bupati Labura Khairuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung sebelumnya pernah diperiksa Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, Jumat (26/4/2020) lalu.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana menjelaskan, Khairuddin diperiksa terkait penyelewengan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2013 senilai Rp 3 miliar.

"Modusnya mengambil insentif dari pengumpulan pajak-pajak untuk kepentingan pribadi," ujar Rony. (Sdy/Ril)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini