Gelapkan 136 Sertifikat BPN Madina, Dr Mahmud Mulyadi: Tidak Diserahkan kepada Yang Berhak, Pidana

Sebarkan:


MEDAN | Sidang lanjutan perkara korupsi mantan Kepala Seksi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Mandailing Natal  (Madina) Muhammad Khaidir Nasution, Kamis (9/7/2020) di ruang sidang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan berjalan alot.

Tim kuasa hukum terdakwa maupun JPU dari Kejari Madina seolah berlomba meminta pedapat Dr Mahmud Mulyadi sebagai ahli hukum pidana atas perkara korupsi terkait tidak diberikannya sebanyak 136 sertifikat tanah warga transmigran yang berhak oleh terdakwa.

“Ilustrasinya kira-kira begini. Ada barang di tangan seseorang namun tidak diserahkan kepada orang yang berhak. Itu pidana. Tinggal penyidik (kepolisian, red)  mengejar minimal 2 alat bukti kemudian diramu JPU secara jelas oleh kejaksaan  untuk memintai pertanggungjawaban hukum pelakunya,” urainya di hadapan majelis hakim diketuai Sri Mulyani.

Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tersebut, dalam perkara aquo kalau unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terbukti, maka bisa dilanjutkan dengan perkara tindak pidana secara subyektif yakni siapa pelakunya. Kasus tersebut juga bermuara kepada apakah perbuatan seseorang tersebut merupakan kesalahan berupa kelalaian, kesengajaan dan seterusnya.

Menjawab pertanyaan tim JPU dimotori Daniel Setiawan Barus, ahli mengaku sependapat bahwa tindak pidana penggelapan memang secara jelas ada disebutkan dalam KUHPidana dan kemudian diadopsi ke tindak pidana korupsi dikerenakan pelakunya adalah Aparatur Sipili Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Oknum PNS misalnya tidak menjalankan tugas sesuai tupoksi melayani masyarakat kemudian dipenuhi unsur penggelapan. Ada barang atau berkas (dokumen) tidak diserahkan kepada warga berhak, bisa dipidana.

“Persoalan apakah kemudian terbukti atau tidak kesemuanya itu tergantung pada keyakinan yang Mulia majelis hakim,” pungkas ahli hukum pidana tersebut.

Carut Marut

Dalam kesempatan tersebut, tim penuntut umum menghadirkan saksi yang sudah didengarkan keterangannya pada persidangan beberapa waktu guna dimintai keterangan tambahannya atas nama Edi, mantan Sekretaris Desa Batahan, Kecamatan Batahan, Kabupaten Madina.

Fakta lainnya terungkap di persidangan, pengurusan sertifikat tanah di BPN Kabupaten Madina dinilai carut marut. “Saksi mantan Sekdes katanya sudah pensiun tahun 2009 tapi masih bisa bertandatangan tahun 2016,” tegas hakim ketua Sri Mulyani.

Dalam kesempatan tersebut saksi menuding terdakwa meminta Rp1 juta untuk pengurusan sertifikat warga transmigran namun ketika hakim ketua mengkonfrontir hal tersebut dan Muhammad Khaidir Nasution membantahnya dan tidak bisa dibuktikan. Saksi kemudian menyatakan tetap pada keterangannya. Sidang dilanjutkan, Senin (27/7/2020) mendatang dengan agenda pembacaan materi tuntutan.

Terdakwa Muhammad Khaidir Nasution dijerat pidana dengan sengaja menggelapkan (melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan), menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya tidak menyerahkan 136 sertifikat kepada transmigran yang berhak.

Yakni pidana Pasal 10 huruf a Undang-undang   Nomor   20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 9 UU Pemberantasan Tipikor. (Rbs)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini